MELANTUNKAN NAMA TUHAN DAN MEDITASI
Peminat kehidupan rohani (sādhaka) di seluruh dunia tentu saja akan sibuk dalam pengulang-ulangan nama Tuhan (japa) dan meditasi, tetapi pertama-tama kita harus memahami dengan jelas apa sebenarnya tujuan pengulang-ulangan nama dan meditasi ini. Tanpa mengetahui hal ini, orang- orang memulai japa dan meditasi dengan keyakinan bahwa hal tersebut berhubungan dengan dunia objektif, dapat memuaskan keinginan-keinginan duniawi, dan mereka berharap untuk memperlihatkan nilai atau manfaatnya dengan hasil-hasil yang berhubungan dengan indra! Ini merupakan kekeliruan yang parah.
Pengulang-ulangan nama Tuhan dan meditasi dilakukan untuk mencapai perhatian yang terpusat kepada Tuhan, untuk melepaskan kelekatan indra, dan untuk memperoleh sukacita yang berasal dari dasar seluruh objek-objek indra. Pikiran dan perasaan tidak boleh berkelana ke segala jurusan secara sembarangan seperti lalat. Lalat tinggal dalam toko kue manis, tetapi terbang mengejar gerobak sampah. Lalat yang mempunyai rasa hati semacam itu harus diajar agar memahami manisnya tempat yang pertama dan najisnya tempat yang kedua, sehingga ia tidak akan meninggalkan toko kue manis dan mengejar gerobak sampah. Bila pelajaran semacam itu ditanamkan dalam pikiran dan ingatan, maka itu disebut meditasi!
Lihatlah jenis yang lain, yaitu lebah! Ia hanya akan berhubungan dengan yang manis; ia hanya akan mendekati bunga-bunga yang memiliki madu; ia tidak akan tertarik pada tempat-tempat yang lain; ia tidak akan pergi ke sana sama sekali. Demikian pula kita harus melepaskan segala kecenderungan pada daya tarik indra, pada gerobak sampah hal-hal yang tidak benar dan tidak kekal. Sedapat mungkin kita harus mengarahkan pikiran, perasaan, dan ingatan kita pada segala hal yang suci, yang memberi rasa manis dan kegembiraan yang berhubungan dengan Tuhan. Untuk ini, tentu saja diperlukan waktu. Berapa lama waktu yang dibutuhkan akan tergantung pada kegiatan pikiran, perkataan, dan perbuatan, maupun alasan yang mendorong kegiatan-kegiatan tersebut.
Ukurlah Meditasi dengan Dampak Batinnya
Hal utama yang harus diperhatikan bukannya dengan biaya berapa atau dengan pengorbanan apa kita telah berdoa kepada Tuhan, atau selama berapa tahun kita telah melakukannya, bukan pula aturan-aturan yang telah diikuti atau berapa kali kita telah berdoa. Yang penting adalah dengan pikiran dan perasaan hati bagaimana kita berdoa, dengan kesabaran seperti apa kita telah menanti hasilnya, dan dengan pemusatan pikiran yang bagaimana kita telah merindukan kebahagiaan Ilahi, tanpa mengindahkan kesenangan duniawi serta kelambatan, tanpa kelesuan, selalu wawas diri, memerhatikan meditasi serta tugas-tugas yang dilakukan.
Bila sādhaka memeriksa diri secara mendalam, berapa jauh ia telah berhasil melepaskan diri dari segala gagasan keakuan, maka ia dapat menduga sendiri berapa jauh kemajuan yang telah dicapainya. Sebaliknya bila kita sibuk menghitung aturan-aturan, menjumlahkan waktu yang telah digunakan dan biaya yang telah dikeluarkan, maka meditasi semacam itu hanya akan termasuk dalam dunia objektif dan tidak akan pernah memasuki lapangan subjektif serta kerohanian.
Jangan sekali-kali menilik pengulang-ulangan nama Tuhan dan meditasi hanya dari standar lahiriah, hal ini harus ditilik dari pengaruh batiniahnya. Hakikat japa dan meditasi adalah hubungannya dengan ātma. Penghayatan kekekalan ātma jangan sekali-kali dicampur dengan kegiatan-kegiatan rendah dunia yang sementara. Kegiatan- kegiatan semacam itu patut dihindari. Bila mereka diberi peluang, dan bila peminat kehidupan rohani terombang- ambing antara ketidaksabaran serta kemalasan, dan bila ia selalu mencemaskan dirinya sendiri memikirkan, “Mengapa tak kunjung tiba? Mengapa masih jauh?”, maka semuanya hanya akan menjadi pengulang-ulangan nama Tuhan dan meditasi yang dilakukan dengan niat untuk mendapatkan keuntungan, dengan keinginan untuk memperoleh hasil.
Satu-satunya buah pengulang-ulangan nama Tuhan dan meditasi adalah: kecenderungan untuk melihat keluar menjadi kecenderungan untuk melihat ke dalam; berbaliknya arah pandangan kita menatap ke dalam batin, mata batin melihat kenyataan kebahagiaan ātma. Untuk perubahan ini kita harus selalu aktif dan penuh harap, tanpa mengindahkan waktu yang digunakan dan kesulitan- kesulitan yang dihadapi. Kita tidak boleh menghitung biaya, atau pengorbanan, waktu, atau kesukaran-kesukarannya.
Kita harus menanti turunnya karunia Tuhan. Menanti dengan sabar itu sendiri merupakan sebagian dari tapa yang dijalankan di dalam meditasi. Berpegang teguh pada ikrar merupakan tapa.
Tiga Jalan dalam Meditasi
Para peminat kehidupan rohani berusaha menempuh meditasi melalui tiga jalan yaitu: jalan kebenaran (sāttvika- mārga), jalan hawa nafsu serta emosi (rājasika-mārga), dan jalan kebodohan (tāmasika-mārga).
- Jalan yang Murni dan Tenang (Sāttvika Mārga)
Ini berarti orang menganggap pengulang-ulangan nama Tuhan serta meditasi sebagai kewajiban dan rela menanggung berbagai kesulitan demi pelaksanaannya. Ia yakin sepenuhnya bahwa semua ini hanya khayal, karena itu dalam kondisi apa saja dan kapan saja ia hanya berbuat baik. Ia hanya menginginkan kebaikan semuanya; selalu penuh kasih kepada semua; ia melewatkan waktu dengan tiada putusnya dalam kontemplasi dan meditasi kepada Tuhan. Bahkan pahala pengulang-ulangan nama Tuhan dan meditasi pun tidak diinginkannya; ia menyerahkan semuanya kepada Tuhan.
- Jalan yang Penuh Nafsu dan Resah (Rājasika Mārga)
Di sini dalam setiap langkah orang menghasratkan hasil atau ganjaran perbuatannya. Jika hasil itu tidak didapatkan, maka secara bertahap semangatnya mengendur, rasa jemu menguasai dirinya, dan pengulang-ulangan nama Tuhan serta meditasi perlahan-lahan mengering.
- Jalan Kebodohan (Tāmasika Mārga)
Ini bahkan lebih buruk. Tuhan diingat hanya bila berada dalam bahaya, penderitaan yang parah, bila kehilangan, atau sakit. Pada saat seperti itu, orang- orang tersebut berdoa dan bernazar bahwa mereka akan menyelenggarakan puja ini, mempersembahkan makanan khusus tertentu, atau membangun tempat ibadat tertentu bagi Tuhan. Mereka akan menghitung jumlah makanan yang mereka letakkan di hadapan Tuhan, persembahan yang mereka haturkan di kaki Beliau, jumlah sembah sujud yang telah mereka lakukan, serta berapa kali mereka telah berjalan mengelilingi tempat suci, kemudian mereka minta ganjaran yang setimpal! Orang-orang yang mengambil sikap semacam ini dalam meditasi, maka pikiran, perasaan hati, ingatan, dan akal budinya tidak akan pernah menjadi murni.
Kini kebanyakan orang hanya mengikuti jalan yang penuh nafsu dan resah (rājasika) dan jalan kebodohan (tāmasika) dalam pengulang-ulangan nama Tuhan dan meditasi. Sedangkan sesungguhnya pengulang-ulangan nama Tuhan dan meditasi dilakukan justru dengan tujuan memurnikan pikiran, perasaan, ingatan, dan akal budi. Untuk mencapai hal ini, cara terbaik adalah yang pertama, yaitu meditasi yang murni dan tenang (sāttvika). Bila pikiran, perasaan, ingatan, dan akal budi menjadi murni, mereka akan bercahaya dengan keindahan dan kemuliaan pengertian ātma. Orang yang memancarkan pengertian ini sepenuhnya disebut ṛṣi.
Mereka yang mengetahui ātma menjadi ātma (Brahmavid Brahmaiva bhavati). Tujuan hidup, hal yang membuat hidup kita layak, adalah pengertian tentang ātma atau dengan kata lain, dasar jiwa.
Perlunya Latihan Badan dan Mental
Ada hubungan timbal balik yang erat antara sikap badan dan sikap pikiran serta perasaan. Sesungguhnya perasaan batin seseorang akan terlihat dari badan jasmaninya. Sikap dan penampilan badan menolong kita mengetahui perasaan- perasaan ini. Misalnya saja, dengan badan dalam sikap siaga, lengan baju digulung, dan telapak tangan mengepal, tidak mungkinlah memperlihatkan kasih atau kebaktian. Dengan bertekuk lutut, mata setengah tertutup, tangan diangkat di atas kepala dan telapak tangan terkatup, dapatkah engkau memperlihatkan kemarahan, kebencian, atau kekejaman? Itulah sebabnya para ṛṣi zaman dahulu selalu memberi tahu para peminat kehidupan rohani bahwa perlulah mengambil sikap badan yang sesuai untuk berdoa dan meditasi. Mereka tahu bahwa dengan cara ini polah tingkah pikiran, perasaan, dan ingatan dapat dikendalikan.
Tentu saja bagi peminat kehidupan rohani yang ahli, meditasi dapat dilakukan dengan mudah dalam sikap apa pun, tetapi bagi para pemula, sikap badan semacam itu sangat penting. Latihan badan dan sikap mental ini harus dijalani hanya untuk dikesampingkan kelak sebagai sekadar alat guna mencapai ātma yang benar dan kekal.
Sebelum kesadaran ātma ini diperoleh, latihan rohani harus dijalankan terus-menerus secara tetap. Sebelum tujuan meditasi tercapai, tata tertib sikap duduk (āsana) harus diikuti. Susunan bahan pelajaran harus dituruti dengan taat sampai pada waktu itu. Setelah tujuan tercapai, yaitu setelah pikiran, perasaan, dan ingatan (manas) serta akal budi ditaklukkan serta dikuasai, engkau dapat melakukan meditasi di mana pun juga, di tempat tidur, di kursi, di atas batu padas, atau dalam pedati.
Sekali engkau sudah ahli mengendarai sepeda motor, engkau dapat mengendarainya di jalan apa pun dan dalam keadaan bagaimanapun. Tetapi ketika engkau masih belajar mengendarainya, demi keselamatanmu sendiri serta keselamatan orang-orang lain di sekitarmu, engkau harus berlatih di suatu lapangan yang terbuka. Engkau harus mengikuti prinsip-prinsip keseimbangan tertentu, ini perlu sekali. Demikian pula mereka yang melakukan meditasi, harus mengikuti serangkaian latihan tertentu. Dalam hal ini tidak ada perubahan yang dapat dilakukan. Karena itu, cara yang rājasik dan tāmasik tidak akan dapat dianggap sebagai meditasi yang sesungguhnya. Jika latihan rohani menjadi murni dan tenang sepenuhnya (sāttvika), itulah yang terbaik. Sulitlah menguraikan segala sesuatu dalam kata- kata, hal itu mungkin bahkan membosankan. Tetapi memperlihatkannya dengan perbuatan lebih mudah dan lebih menyenangkan! Lebih baik membuat orang mengerti dengan melakukan meditasi daripada hanya berbicara mengenai hal tersebut! Tulisan-Ku mengenai hal ini dan usahamu untuk membacanya tidak akan membuatnya mudah.
Melalui meditasi manusia mencapai penghayatan Tuhan, yaitu kesadaran ātma di dalam dirinya sendiri. Melalui meditasi peminat kehidupan rohani dapat melepaskan selubung kekaburan batin lapis demi lapis. Mereka menarik indra dari kontak dengan pengalaman-pengalaman duniawi yang objektif. Hanya proses untuk mencapai tujuan suci ini sajalah yang layak disebut meditasi.
Untuk ini, manusia harus dilengkapi dengan kebiasaan- kebiasaan yang baik, disiplin, dan cita-cita luhur. Ia harus penuh penyangkalan diri bagi hal-hal keduniawian serta segala daya pikatnya. Dalam situasi apa pun ia harus bersikap riang dan penuh semangat. Apa pun yang dilakukannya harus dilakukan dengan penuh dedikasi, bukan untuk mencari nafkah, tetapi untuk mendapatkan kebahagiaan ātma. Ia harus melatih diri agar dapat melakukan suatu posisi duduk yang baik (āsana) untuk menghindari ketegangan badan dan meringankan pikiran dari beban serta tekanan badan. Inilah yang patut disebut sebagai latihan meditasi yang murni (sāttvika dhyāna sādhana). Disiplin sangat diperlukan untuk hal ini.
Setiap Orang Berhak Mencapai Keberhasilan Spiritual
Kesulitan dan kesusahan yang timbul dalam usaha membinasakan kegiatan-kegiatan pikiran, perasaan, serta ingatan yang tidak diinginkan, akan lenyap melalui rangkaian latihan yang tepat, berdisiplin, serta aturan-aturan yang telah diuraikan di atas. Tinggal peminat kehidupan rohanilah yang harus menerapkannya dalam pelaksanaan sesungguhnya. Obat yang paling mujarab pun tidak dapat menghasilkan kesembuhan bila hanya diletakkan di samping tempat tidur si sakit. Penderita harus memakannya sedikit demi sedikit sesuai dengan aturannya, disertai dengan segala perawatan yang diperlukan, dan kemudian berusaha menyerapnya dalam sistem tubuh. Zat-zat penyembuh dalam obat itu harus meresapi seluruh badan; badan harus dirasuki obat. Demikian pula kitab-kitab yang berwenang serta Vedānta tidak mempunyai kekuatan untuk membinasakan cacat cela dan kelemahan-kelemahan pribadi.
Bila ingin memperoleh hasil sepenuhnya, maka peminat kehidupan rohani harus melepaskan segala perasaan yang keliru serta rendah dan bertindak sesuai dengan ajaran Vedānta dan Siddhānta yang sejati. Bila ia berbuat demikian, ia akan memperoleh hasil. Rahasia keberhasilan dalam meditasi terletak pada kemurnian kehidupan batin peminat kehidupan rohani. Keberhasilannya sebanding dengan perhatiannya pada tingkah laku yang benar.
Setiap orang berhak mencapai taraf keberhasilan yang tinggi ini. Aku tidak menyatakan hal ini secara berbisik-bisik; Aku mengatakannya cukup keras sehingga dapat didengar di segala penjuru. Setelah mengetahui hal ini, bermeditasilah dan maju! Lakukan meditasi dan maju terus! Sadarilah ātma!