KEKUATAN MEDITASI


 

Karma yang Mengikat dan Karma yang Membebaskan

Manusia harus melaksanakan suatu kegiatan (karma) sejak saat terbangun hingga saat tidur, dengan kata lain, dari  lahir hingga mati. Mereka tidak dapat duduk diam tanpa melakukan karma. Tidak seorang pun dapat menghindari keadaan yang sulit ini! Tetapi setiap orang harus memahami sejelas-jelasnya jenis karma apa yang harus dilakukannya. Hanya ada dua jenis karma: (1) karma yang berhubungan dengan panca indra atau karma yang mengikat (viṣaya karma), (2) karma yang membebaskan (sreyo karma).

Meskipun demikian, karma yang mengikat telah meningkat secara tidak terkendali, akibatnya kesedihan dan kebingungan bertambah pula. Melalui karma yang mengikat ini kita tidak dapat memperoleh kebahagiaan dan ketenteraman hati.

Sebaliknya setiap kegiatan dalam karma yang membebaskan menghasilkan sukacita dan keberuntungan yang makin lama makin bertambah. Karma yang membebaskan ini memberi kebahagiaan jiwa atau ātmānanda dan tidak herhubungan dengan kegembiraan lahiriah semata-mata! Walau kegiatannya mungkin lahiriah, semua tujuannya adalah batiniah. Ini adalah jalan yang tepat dan benar.

Karma yang mengikat meliputi segala kegiatan yang berhubungan dengan objek-objek lahiriah. Biasanya dilakukan dengan keinginan untuk memperoleh hasilnya. Hasrat untuk memperoleh  hasil  ini  membawa  manusia  ke dalam lumpur rasa keakuan dan kemilikan serta setan hawa nafsu dan ketamakan. Bila manusia mengikuti jalan ini, akan ada kobaran nyala api yang mendadak seperti bila ghī (minyak susu) dituangkan ke dalam api pengurbanan! Mengutamakan objek indra (viṣaya) sama halnya dengan mementingkan racun (viṣa)!

Tetapi walaupun semua kegiatan tersebut dilakukan dan berhubungan dengan objek indra, bila manusia tidak menaruh minat pada hasil atau akibatnya, maka tidak saja ia akan menang atas rasa keakuan, kemilikan, ketamakan, dan hawa nafsu, ia juga dapat menjauhi segala sifat semacam itu. Ia tidak akan pernah mendapat kesulitan dari hal-hal semacam itu.

Karma yang membebaskan sangat murni, tidak bercela, tidak mementingkan diri, dan tidak menyimpang dari tujuan semula. Ciri-cirinya adalah penekanan pada kegiatan yang dilakukan tanpa mengharapkan hasilnya (niṣkāma karma), seperti diuraikan dalam kitab Bhagavad Gītā. Pelaksanaan disiplin tersebut meliputi pengembangan kebenaran, kebajikan, kedamaian, dan kasih (satya, dharma, śānti, dan prema). Bila manusia menempuh jalan ini sambil melakukan latihan rohani mengulang-ulang nama Tuhan, maka di mana lagi ia akan menemukan sukacita dan kebahagiaan yang lebih besar? Hal ini akan memberi kepuasan batin yang sempurna.

Bila manusia menempuh jalan yang suci ini, maka Tuhan sendiri akan menganugerahkan kepada mereka masing-masing segala yang dibutuhkannya, semua yang patut diperolehnya, dan segala hal yang akan memberinya kedamaian batin. Persembahkan segala sesuatu kepada Tuhan tanpa menginginkan hasilnya, hal itu sungguh menimbulkan sukacita yang sempurna, dan sesungguhnya paling mudah dijalankan.

Bila berbicara yang tidak benar dan bertindak melawan dharma sangat sulit, maka sangat mudahlah untuk mengucapkan kebenaran dan berjalan mengikuti dharma. Mengatakan sesuatu apa adanya adalah tugas yang sangat menyenangkan; kita tidak perlu membuang waktu sedetik pun untuk memikirkannya. Untuk mengatakan sesuatu yang tidak benar, kita harus mereka-reka hal yang sesungguhnya tidak ada! Hal itu menyebabkan manusia jatuh dalam ketakutan dan khayal, dalam suasana gelisah dan cemas.

Karena itu, daripada melakukan karma yang mengikat yang mengakibatkan segala kesulitan dan komplikasi tersebut, ikutilah jalan yang membebaskan (sreyo karma), ikutilah jalan kebahagiaan jiwa (ātmānanda mārga), jalan yang benar, kekal, dan suci.

Cara yang terbaik untuk hal ini adalah meditasi (dhyāna). Kini orang-orang dengan berbagai gagasan baru yang beracun memperdebatkan bagaimana seharusnya meditasi dilakukan dan bahkan mengapa meditasi harus dilakukan. Tetapi mereka tidak mengetahui baik rasa maupun kesuciannya. Itulah sebabnya mengapa timbul demikian banyak kritik dan cemooh yang sinis. Kini Aku bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang semacam itu. Itulah sebabnya Aku mengungkapkan hal ini.


 

Menjinakkan Pikiran dan Kecerdasan

Lihatlah! Setiap manusia di dunia  mempunyai  tabiat  untuk bertingkah laku dan  bertindak  dalam  dua  cara yang berbeda yaitu: yang satu keluar dan yang lain ke dalam. Hal ini diketahui oleh semua, walau biasanya tidak diperlihatkan pada umum. Sebagaimana halnya orang-orang kehilangan kegembiraan kecil yang mereka miliki karena cemas memikirkan pertikaian yang mungkin terjadi dalam keluarganya, maka mereka kehilangan ketenteraman batin bila dikejar oleh hambatan dan kesulitan jasmani.

Untuk menggambarkan halini, ambillah contoh pedati. Ia tidak dapat bergerak sendiri bukan? Ia hanya dapat bergerak bila dua lembu jantan digandarkan padanya. Pedati itu dapat bergerak dengan aman hanya bila lembu-lembu tersebut telah dilatih untuk menarik pedati dan bila mereka sudah biasa melalui jalan yang harus mereka tempuh. Sebaliknya, bila mereka tidak mengetahui cara-cara untuk menarik pedati, jika mereka belum pernah menempuh jalan yang harus mereka lalui, kalau mereka belum pernah melangkah keluar dari kandang, dan bila mereka hanya selalu bergerak mengitari tonggak tempat mereka dipancangkan dalam lumpur kotoran mereka sendiri, maka perjalanan tidak dapat berlangsung! Pedati pun akan menghadapi bahaya!

Demikian pula kesadaran batin (antaḥkaraṇa) tidak dapat bergerak dengan sendirinya; ia harus diikatkan pada sesuatu yang berhubungan secara lahiriah yaitu lembu- lembu jantan kecerdasan (buddhi) dan pikiran, perasaan, serta ingatan (manas). Hanya setelah itulah ia dapat bergerak maju mengikuti jalan lembu-lembu jantan tersebut.

Karena itu, sebelum perjalanan dimulai, lembu-lembu jantan - kecerdasan dan pikiran serta ingatan - harus mengenal baik jalan menuju ke desa yang hendak dicapai oleh kesadaran batin. Mereka harus dilatih untuk maju menuju ke arah tersebut. Bila hal ini dilakukan, perjalanan akan mudah dan aman.

Sekalipun demikian, bila hewan-hewan penghela tersebut tidak mengetahui jalan yang harus dilalui, yaitu kebenaran, kebajikan, kedamaian, dan kasih (satya, dharma, śānti, serta prema) dan bila mereka belum pernah menempuh jalan tersebut, maka pedati kesadaran batin akan mengalami kesulitan! Bahkan bila mereka didorong agar maju, mereka hanya akan menghela pedati tersebut menuju ke tonggak pemancang yang telah mereka kenal dan lumpur kubangan yang sudah menjadi kebiasaan mereka, yaitu kekalutan, ketidakadilan, kekejaman, ketidakdisiplinan, dan kebohongan! Apa jadinya perjalanan tersebut dan bilakah akan tiba?

Karena itu, lembu-lembu jantan intelligensi dan pikiran, perasaan serta ingatan (buddhi dan manas) harus diajar seni menghela pedati kesadaran batin agar dapat bergerak dengan mantap di sepanjang jalan. Ini harus dilakukan dengan mengulang-ulang nama Tuhan (japa) serta meditasi (dhyāna).


 

Pemusatan Pikiran dan Konsentrasi

Manusia menderita keputusasaan dan kegagalan karena kesadaran batin mereka bertingkah dan tidak mantap. Hal ini terjadi akibat ketidakmampuannya mengendalikan dan membimbing lembu-lembu jantan kecerdasan dan pikiran, perasaan serta ingatan karena  mereka  tidak  terbiasa  pada meditasi serta pengulang-ulangan nama Tuhan dan bahkan belum pernah melangkah di jalan tersebut! Pada saat semacam itu, keinginan-keinginan yang bertentangan yang memengaruhi pikiran manusia harus dipadamkan  dan dikendalikan. Pikiran, perasaan, serta ingatan harus dipusatkan ke satu arah. Manusia harus berjalan secara pasti dengan segala usaha yang dapat dilakukannya, menuju dan dengan maksud untuk mencapai tujuan serta prestasi yang dicita-citakannya. Bila hal ini dilakukan, tidak ada kekuatan yang dapat menariknya kembali; ia akan mencapai posisi yang merupakan haknya.

Bila pikiran, perasaan dan ingatan yang bertingkah dan lari ke segala arah dipusatkan dalam perenungan nama Tuhan, akibatnya akan seperti pemusatan sinar matahari melalui sekeping kaca pembesar. Cahaya yang bercerai- berai terpusat menimbulkan api yang dapat membakar dan memusnahkan. Demikian pula bila gelombang-gelombang intelek dan berbagai perasaan pikiran serta ingatan terpusat melalui kaca pembesar ātma, mereka akan mewujudkan diri sebagai cahaya kemuliaan Tuhan yang universal dapat membakar habis kejahatan dan memberi terang sukacita.

Setiap orang dapat mencapai sukses dalam jabatan atau pekerjaannya hanya dengan pemusatan perhatian. Bahkan penyelesaian tugas yang paling remeh pun membutuhkan kualitas konsentrasi. Masalah yang paling sulit pun dapat diselesaikan dengan usaha yang ulet.


 

Manfaat Melantunkan Nama Tuhan dan Meditasi 

Manusia diberkati dengan pembawaan kekuatan yang tidak terbatas. Tidak ada seorang pun yang tidak memilikinya! Tetapi karena tidak menyadari kebenaran ini, ia tersesat. Untuk mencapai kesadaran akan kekuatan ini, ia harus bergaul dengan orang-orang yang suci, ia harus berjuang dalam latihan rohani {sādhana), dan ia harus mempraktikkan pengulang-ulangan nama Tuhan serta meditasi.

Apa gunanya memiliki setiap jenis bahan makanan secara berlimpah bila engkau tidak mengetahui cara mengolah dan memasaknya menjadi hidangan yang lezat? Demikian pula, di dalam diri manusia terdapat segala sarana yang diperlukan untuk kehidupan dan kemajuannya, tetapi ia membuangnya demikian saja dan membiarkannya sia- sia karena tidak mengetahui cara untuk memanfaatkannya. Manusia harus berusaha melihat dan memahami kekuatan universal (śakti), Yang Maha Esa tiada duanya, yang merupakan dasar segala perwujudan nama dan rupa di dunia.

Sepanjang  waktu  pikiran,  perasaan,  dan  ingatan  kita selalu berlari berpindah-pindah. Meditasi (dhyāna) merupakan proses untuk melatihnya agar dapat mencapai konsentrasi. Sebagai hasil meditasi pada ātma yang tertinggi (Paramātma), pikiran, perasaan, dan ingatan akan menarik diri dari objek-objek indra dan dunia yang berhubungan dengan panca indra. Pada waktu itu intelek (buddhi) harus menyatakan wewenangnya dan memerintah pikiran, perasaan, dan ingatan (manas) agar tidak mengundang perasaan apa pun selain pikiran dan ingatan mengenai dasar azasi.

Bila kebenaran dasarnya diketahui, pikiran, perasaan, dan ingatan tidak akan terkecoh oleh hal-hal yang fana, tidak benar, dan yang tidak membawa sukacita rohani. Sebaliknya, ia akan menyambut mekarnya sukacita, kebahagiaan, dan kebenaran; ia tidak akan terpengaruh oleh dukacita dan kesedihan. Alam (prakṛti) dan daya hidup (prāṇa) tidak dapat dibinasakan bukan? Karena itu, segala sesuatu yang merupakan hasil campuran kedua hal itu, mengandung nilai baru.

Kehidupan manusia pun  memperoleh  keindahan serta kemuliaan yang baru bila ia menyadari dan melihat kebahagiaan dalam kesadaran Kenyataan Yang Mahatinggi (satcidānanda) melalui pikiran, perasaan, ingatan dan intelek yang telah dimurnikan dan diubah dengan pertolongan meditasi. Rasa suatu buah menjadi jelas bila kita makan seluruhnya tanpa ada bagian-bagian yang tertinggal. Demikian pula, bila suatu kali rasa meditasi ditemukan, sejak saat itu manusia akan membuang segala keraguan serta diskusi dan menyibukkan diri sepenuhnya dalam meditasi. Karena itu, kalian masing-masing, mulailah melakukan meditasi sejak hari ini, bahkan mulailah saat ini juga!

Meditasi harus dilakukan dengan penuh semangat, dengan penuh keyakinan serta perhatian, dan disiplin- disiplin yang telah ditetapkan harus diikuti dengan teliti. Bila hal ini dilakukan, maka meditasi akan menghasilkan tidak saja kebahagiaan dan kemenangan, tetapi bahkan penampakan Tuhan. Ini telah dipastikan oleh ilmu pengetahuan spiritual yang tertinggi Vedānta dan juga oleh ilmu pengetahuan alam (prakṛti). Keduanya hanya berbeda dalam satu hal. Siswa yang mempelajari prakṛti tenggelam dalam objek-objek kehidupan; sedangkan siswa yang mempelajari Vedānta tenggelam dalam kebenaran dasar kehidupan. Manusia ditentukan oleh kedua hal ini! Alam berhubungan dengan objek-objek indra (viṣaya); Vedānta berhubungan dengan kenyataan diri sejati (sva-rūpa). Bila manusia ingin mengubah hidupnya lahir maupun batin menjadi suatu keindahan dan kemuliaan, maka meditasi adalah latihan rohani terbaik yang dapat dilakukannya.


 

Cara Melakukan Meditasi

  • Tempat duduk untuk meditasi harus sedikit lebih tinggi daripada lantai, kira-kira 2,5 - 5 cm. Letakkan tikar dari rumput darbha di atasnya. Pada tikar itu bentangkan sehelai kulit rusa, dan di atas kulit rusa tersebut letakkan secarik kain putih yang tipis. Di atas tempat inilah engkau harus duduk dalam sikap teratai (padmāsana). Kaki kanan harus diletakkan di atas kaki kiri dan kaki kiri di atas kaki kanan. Jari jemari tangan harus bersentuhan erat satu dengan lainnya dan kedua tangan harus diletakkan di depan. Mata harus setengah terbuka atau dipejamkan sepenuhnya.
  • Kemudian dengan instruksi mental, lemaskan leher, bahu, tangan, dada, gigi, perut, jari jemari, tubuh bagian belakang, paha, lutut, betis, dan kaki. Setelah itu, engkau harus bermeditasi pada nama dan wujud Tuhan yang kausukai, ditambah dengan Om. Bila sedang melakukan hal ini, pikiran, perasaan, dan ingatan tidak boleh berkelana, engkau harus stabil dan tenang. Pikiran, perasaan, dan ingatan mengenai kejadian-kejadian masa lalu, marah, benci, atau kesedihan tidak boleh dibiarkan masuk dan mengganggu. Bila pikiran, perasaan, dan ingatan tersebut masih mengganggu, jangan kauberi perhatian sama sekali. Untuk memberantasnya, engkau harus mengundang pikiran, perasaan, dan ingatan yang akan menambah semangat dalam melakukan meditasi. Tentu saja hal ini mula-mula tampak sulit.
  • Waktu yang terbaik untuk melakukan meditasi adalah saat yang tenang sebelum fajar, antara pukul 3 hingga pukul 5 pagi. Engkau dapat bangun, katakan pada pukul 4 pagi. Pertama-tama rasa kantuk harus diatasi. Ini sangat penting. Untuk menjaga agar waktunya tidak berubah, engkau dapat memasang jam beker pada pukul 4 pagi dan bangun. Sekalipun demikian, bila rasa kantuk tetap mengganggu, pengaruhnya dapat diatasi dengan mandi air dingin. Hal ini tidak berarti bahwa mandi merupakan suatu keharusan, mandi diperlukan hanya bila rasa kantuk sangat mengganggu. 

Bila meditasi dengan cara ini dilakukan secara gigih, maka engkau dapat cepat sekali memperoleh karunia Tuhan.