MENGULANG SHANTI TIGA KALI (8)

Pertanyaan : Bhagavan, mengapa kita mengulang kata shanti tiga kali ?

Bhagavan :“Shanti” yang pertama diartikan sebagai “Semoga kita menikmati kedamaian untuk badan jasmani.” Ini artinya, semoga badan fisik kita tidak menjadi panas yang disebabkan oleh perasaan cemburu, benci, kemelekatan dan sejenisnya. Apapun juga jenis berita yang kau terima dalam setiap kejadian, engkau harus menerimanya secara tenang dan damai.
“Shanti” yang kedua berkaitan dengan kedamaian bhatin (mind). Artinya, engkau harus menjaga bhatin atau pikiran/perasaanmu untuk tidak teragitasi (terpengaruh) terhadap adanya ucapan-ucapan yang tidak benar dari orang lain terhadap dirimu. Dan “Shanti” yang ketiga berkaitan dengan kedamaian jiwa. Kedamaian ini hanya bisa dicapai melalui cinta-kasih. Dunia ini harus dikembalikan ke jalannya yang benar dan hal itu hanya bisa tercapai melalui jalan cinta kasih dan kedamaian. Isilah pikiranmu, tindakanmu dan emosimu dengan cinta-kasih, kebenaran dan kedamaian. Mungkin ada orang-orang yang membenci kita, tapi kita sebaiknya (membalas dengan) mencintai mereka.

Divine Discourse, December 9, 1985.

MAKNA PAKAIAN BERWARNA PUTIH DI LINGKUNGAN SAI (9)

Pertanyaan : Svami, di organisasiMu, institusiMu, para pekerja, para murid, guru, para bhakta dan dokter selalu memakai pakaian berwarna putih. Mengapa Svami, apakah alasannya ?

Bhagavan :Putih melambangkan kemurnian dan kebersihan. Kain putih yang murni bisa diibaratkan sebagai cermin yang bersih. Jika debu berkumpul di cermin, engkau tidak akan bisa melihat bayanganmu dengan jelas. Demikian pula, buddhi atau intelek ibarat kain putih yang bersih. Hanya saat ia bersih, engkau akan bisa menemukan kesalahanmu sendiri dan menerapkan kekuatan diskriminasimu untuk memperbaikinya.
Hari ini, hal seperti ini tidak terjadi. Seseorang bisa melihat dengan jelas kesalahan orang lain tapi tidak menemukan kesalahan mereka sendiri. Jika engkau berdiri di depan cermin, engkau melihat bayanganmu. Tapi, jika engkau mengubah arahnya menuju orang yang lain, tentu engkau akan menemukan bayangan orang tersebut di cermin. Bukankah begitu ? Demikian pula, bila cermin intelekmu diarahkan hanya menuju orang lain, ini membuatmu hanya melihat kesalahan orang lain. Bahkan noda atau tanda sedikit pun terlihat sangat jelas pada pakaian yang berwarna putih. Jika engkau mengenakan gaun berwarna, engkau tidak melihat kotoran, noda, atau noda lainnya. Ini keliru. Engkau seharusnya tidak pernah menyembunyikan dan menutupi kotoran, engkau harus segera mencucinya. Maknanya adalah engkau harus berbagi yang baik dengan orang lain, baik dan buruk ada di dalam dirimu, engkau harus menghilangkan yang buruk, dan hanya berbagi yang baik dengan orang lain. Tapi beberapa darimu menyimpan sesuatu yang baik untuk dirimu sendiri dan membagikan sesuatu yang buruk kepada orang lain. Dalam hal ini, Dewa Siva memberikan teladan yang terbaik untuk dunia ini. Beliau menyimpan racun di tenggorokanNya, sehingga Beliau disebut Nilakantha, Tuhan yang berleher biru. Tetapi Beliau membagikan cahaya bulan yang sejuk dan nyaman dari atas kepalaNya untuk setiap makhluk. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mengkaruniai kenyamanan kepada setiap makhluk, Ia menjaga bulan di atas kepalaNya.

CONVERSATIONS WITH SAI Satyopanishad - part 11: Direct Directions from the Divine

KUALITAS SEORANG PEMIMPIN (10)

Pertanyaan : Svami, apa saja kualitas dari seorang pemimpin ?

Bhagavan :Ada dua kualitas utama yang harus dimiliki setiap pemimpin.
Ketika hal tersebut dilupakan, maka di era ini kita tidak memiliki pemimpin yang ideal dan baik . Akhirnya kemudian kita menemukan gangguan, kegelisahan, dan ketegangan dimana-mana. Dua kualitas tersebut adalah “Karakter individu” (Individual character) dan “Karakter Kebangsaan” (National Character). Di masa lalu, negeri ini memiliki pemimpin yang memiliki kedua kualitas ini, para pemimpin seperti Tilak, Netaji, dan Patel dan sebagainya. Engkau tidak bisa menyebut siapa saja sebagai pemimpin kecuali ia memiliki “karakter individu” (individual character). Seorang pemimpin harus di depan (memberi keteladanan), tidak mendesak dari belakang. Seorang pengikut sejati kelak menjadi pemimpin yang baik. Tanpa menjadi pelayan yang baik, engkau tidak akan bisa menjadi pemimpin yang ideal. Setiap pemimpin harus selalu mengingat ini, pertama ‘Be’ (red : kualitas menjadi, menghayati dan memahami peran), kemudian ‘Do’ (red : melakukan, memberi keteladanan), kemudian ‘Tell’ (red : kualitas mengajak, memberi informasi dan mengajarkan). Pertama, engkau harus ‘menjadi’ apa yang engkau perankan. Dan kemudian ‘lakukan’ apa yang engkau perankan. Maka engkau akan memiliki hak untuk ‘memberi tahu’. Dengan (keteladanan).berbuat baik, pemimpin yang ideal telah memberi tahu orang lain untuk menjadi baik. Inilah sebabnya Aku sering memberitahu para siswaKu “Jadilah baik, lakukan hal yang baik, lihat yang baik” (Be good, do good and see good).

CONVERSATIONS WITH SAI Satyopanishad - part 10: Direct Directions from the Divine

AMANAT MENJAGA TUBUH DENGAN BAIK (11)

Pertanyaan : Bhagavan, mohon perkenan amanatMu perihal tubuh ini ?

Bhagavan :Setiap peralatan harus dipelihara dengan baik agar dapat digunakan secara memuaskan. Misalnya saja, engkau hanya dapat menulis dengan enak bila pulpenmu telah diisi dengan tinta yang diperlukan dan jika ujung penanya dalam keadaan baik. Juga, sebilah pisau dapat digunakan dengan baik untuk memotong, asal saja memiliki ketajaman yang diperlukan dan hulu yang sesuai.
Demikian pula tubuh yang menjadi alat untuk melakukan kegiatan yang baik, harus dijaga agar berada dalam keadaan yang sesuai untuk tujuan tersebut. Engkau dapat menggunakan pisau untuk memotong sayuran, buah-buahan dan sebagainya, tetapi tidak untuk memotong besi. Demikian pula kita harus menggunakan tubuh dengan penuh pertimbangan untuk mencapai tujuan yang dimaksud bagi adanya tubuh. Setiap kali melakukan sesuatu, bertanyalah kepada diri sendiri, aku adalah Brahman yang bersemayam dalam tubuh ini sebagai atma, dengan demikian pantas atau tidak jika aku melakukan tindakan ini? Hanya dengan demikian engkau dapat menggunakan tubuh secara benar. Hanya karena sudah memiliki tubuh ini, janganlah engkau lalu menggunakannya menurut tingkah dan khayalanmu dengan melupakan kenyataan bahwa ia adalah persemayaman Tuhan dan karena itu harus digunakan untuk tujuan-tujuan yang suci.

Summer Showers in Brindavan 1990.

AMANAT MENJAGA TUBUH DENGAN BAIK part (2)(12)

Pertanyaan : Bhagavan, bagaimana cara sederhana untuk menjaga kesucian badan dan hati kami ?

Bhagavan :Engkau perlu menjaga agar badanmu suci. Agar badan tetap suci, engkau harus melatunkan nama Tuhan. Engkau harus bermeditasi agar hatimu murni. Lakukan japa dengan meditasi, dan meditasi dengan japa. Kasih harus menjiwai saat engkau melakukan japa dan meditasi.
Kita memegang sebuah gembreng di satu tangan, dan gembreng lain di satu tangan yang lain. Suara hanya timbul bila kedua gembreng disatukan. Demikian pula, bila japa dan meditasi menyatu, engkau dapat masuk ke keadaan nirvikalpa saamadhi (penghayatan kesadaran tertinggi, kesadaran kemanunggalan). Itulah keadaan kita yang sebenarnya. Penghayatan ini tidak dapat dicapai hanya dengan melakukan beberapa latihan spiritual, namun diperlukan kasih dan keyakinan yang mendalam. Karena itu, engkau harus memupuk keyakinan yang lebih besar dan berusaha meningkatkan kasih.

Wacana Bhagavan, Sai Kulwant, 1996.

PENGABDIAN DAN PENYERAHAN DIRI (13)

Pertanyaan : Bhagavan, mohon perkenan memberi tahu kami perbedaan antara pengabdian dan penyerahan diri ?

Bhagavan :Pengabdian bersifat dual (ganda). Disini terdapat individu yang berbhakti kepada Tuhan. Karena itu, pengabdian adalah jalan dualisme. Seorang bhakta tidak memiliki arti apa-apa jika tidak ada Tuhan. Demikian juga, Tuhan dikaitkan dengan keberadaan seorang bhakta. Pengabdian menghubungkan antara Tuhan dan bhakta.
Namun penyerahan diri adalah non-dual. Di jalan non-dualisme, kita menemukan penyerahan diri ini. Begitu engkau menyerahkan dirimu kepada Tuhan, keberadaan dirimu tidak lagi untuk dirimu. Engkau tidak lagi merasa memiliki dirimu sendiri. Misalnya, engkau memiliki air dan gula. Keduanya terpisah dan berbeda satu sama lain dalam nama, bentuk dan rasa. Ini adalah prinsip dualisme, karena gula dan air ada terpisah satu sama lain. Sekarang, larutkan kedua bahan tersebut, apa yang kemudian terjadi ? bahan tersebut bukan lagi gula, juga bukan air. Ini menjadi sirup. Begitu juga, bhakta Tuhan yang benar-benar menyerahkan diri kepada Tuhan, tidak lagi merasakan dirinya sebagai entitas yang terpisah dengan Tuhan. Ini adalah penyerahan yang sejati dan dijiwai oleh perasaan non-dualisme.

CONVERSATIONS WITH SAI Satyopanishad - Part 18: Direct Directions from the Divine

BHAKTI KEPADA TUHAN DAN PENGETAHUAN TENTANG TUHAN (14)

Pertanyaan : Bhagavan, apakah perbedaan bhakti kepada Tuhan dan pengetahuan tentang Tuhan, manakah yang lebih baik di antara kedua jalan tersebut ?

Bhagavan :Tidak ada perbedaan antara bhakti kepada Tuhan dengan pengetahuan tentang Tuhan (jnana).
Dari pengabdian kepada Tuhan yang mengenakan wujud, berkembanglah pengabdian pada Tuhan yang mutlak dan tanpa wujud. Demikian pula dari bhakti kepada Tuhan, berkembanglah pengetahuan tentang Tuhan. Aku tidak setuju pada anggapan yang mengatakan bahwa karma, bhakti, dan jnana itu terpisah. Aku bahkan tidak suka menggolongkan satu di antaranya sebagai yang pertama, lainnya sebagai yang kedua, dan berikutnya lagi sebagai yang ketiga. Aku tidak mau menerima campuran ketiga hal ini atau bahkan peleburan ketiga hal tersebut. Kegiatan tanpa pamrih adalah bhakti dan bhakti adalah jnana. Sepotong gula batu mempunyai rasa manis, berat, dan bentuk. Ketiga hal ini tidak dapat dipisahkan satu dari lainnya. Setiap partikel gula batu mempunyai ketiga hal ini. Kita tidak menjumpai partikel gula yang hanya mempunyai bentuk, partikel lain yang hanya mempunyai berat, dan partikel lain lagi yang hanya mempunyai rasa manis. Bila gula batu itu diletakkan di atas lidah, manisnya akan kita rasakan, beratnya akan berkurang, dan wujudnya pun akan berubah, semua itu terjadi pada saat yang sama. Demikian pula jiwa, dan Tuhan, satu sama lain tidak terpisah, mereka esa dan sama. Karena itu, semua perbuatan yang kau lakukan harus sarat dengan semangat pengabdian (seva), kasih (prema), dan kearifan (jnana). Dengan kata lain, setiap kegiatan hidup harus sarat dengan hakikat ketiga jalan spiritual ini (karma, bhakti, dan jnana). Inilah jalan yang paling luhur. Hal ini harus benar-benar dipraktekkan, bukannya sekedar dibicarakan. Sadhana harus dilakukan terus menerus dengan hati yang selalu berkembang, sarat dengan bhakti dan kebijaksanaan.

Prema Vahini Bab 5, Kesamaan Antara Bhakti dan Jnana