28. Agar Mengenal Kedamaian Engkau Harus Mengenal Tuhan
 Hanya dengan mencapai Tuhanlah engkau dapat membebaskan diri dari penderitaan lahir berulang kali di dunia. Kedamaian sejati tidak dapat diperoleh melalui keinginan atau niat, studi atau kesarjanaan, kemegahan atau publisitas. Kedamaian ini hanya dapat diperoleh dengan penghayatan ātma, betapa pun sedikitnya pengalaman itu.
 Dengan kemauanmu, dalam sekejap mata engkau dapat membayangkan suatu tempat di Amerika. Dapatkah engkau mengalami berada benar-benar di tempat tersebut saat itu juga? Tidak. Tidak ada gunanya membayangkan dan mengkhayalkan kedamaian; engkau harus menghayatinya dalam pikiran, perasaan, perkataan, dan tubuhmu. Hanya pada waktu itulah engkau dapat menyatakan bahwa engkau memiliki kedamaian sejati. Karena itu, sekadar tahu perihal Tuhan, kedamaian, kebenaran, atau tujuan hidup tidak membawamu ke mana pun juga. Bahkan mungkin engkau tahu bahwa terdapat kebahagiaan jiwa dalam hal-hal tersebut, tetapi semua pengetahuan itu tiada gunanya. Engkau harus mengabdikan hidupmu untuk memperoleh dan menghayati kebahagiaan itu; engkau harus melakukan latihan rohani yang diperlukan untuk memperolehnya. Hanya dengan demikianlah engkau layak menerima karunia Tuhan dan mencapai Brahman; hanya pada waktu itulah engkau akan menghayati kebahagiaan sejati.
 Topik inilah yang diajarkan oleh Śaṅkarācārya dalam kitabnya Vivekachūḍāmaṇi ‘permata viveka’. Jika engkau mengikuti ajarannya tanpa menyimpang, engkau akan mengecap madu kebahagiaan Tuhan dan akan mencapai pemenuhan tujuan hidup. Lepaskan dirimu dari penderitaan yang tidak dapat dihindarkan bila engkau berhubungan dengan objek-objek indra; bebaskandirimudaripamrih,keinginan,danhawanafsu, kemudian tenggelamkan dirimu dalam kebahagiaan (yang timbul dari penghayatan) kenyataanmu yang sejati. Dalam seluruh ciptaan, hanya manusialah yang memiliki kemampuan untuk mencapai kebahagiaan tertinggi ini. Sungguh menyedihkan jika manusia melalaikan haknya dan berkelana kian ke mari, mencari kesenangan remeh dan gemerlapan yang hampa. Seperti anak kecil yang bermain dengan boneka dan potongan kayu, menyebutnya kuda dan gajah, manusia pun bermain (di dunia), tetapi permainan itu tidak membuat potongan kayu tersebut berubah menjadi kuda dan gajah yang sesungguhnya. Orang-orang yang berada dalam kekaburan batin, bermain amat serius.
 Mereka mengira aneka objek dunia ini benar-benar nyata. Mereka tertawa dan menangis dalam suka dan duka, mereka riang penuh semangat atau terkulai lemas menghadapi pasang surut kehidupan. Meskipun demikian, semua (gejolak emosi) tersebut tidak membuat dunia māyā ini berkurang ketidaknyataannya. Bila engkau tidur lelap, apa yang terjadi dengan suka duka dan untung malang yang kaualami? Pada waktu tidur, hal itu menjadi tidak nyata, kelak pun hal itu tidak memiliki kenyataan yang sebenarnya. Baik pada waktu tidur maupun pada waktu jaga, hal itu hanya ciptaan imajinasimu. Orang yang mengetahui hal ini akan selalu bersukacita karena ia menjalin hubungan erat dengan dirinya yang sejati. Ia selalu bahagia dalam merenungkan kenyataan dirinya yang sejati. Itulah kegembiraan sesungguhnya, kebahagiaan yang langgeng. Karena itu, dengarlah kalian semua yang mencari Tuhan, kalian semua yang sifat sesungguhnya adalah ātma! Berusahalah menemukan dirimu yang sejati, kenyataanmu yang sesungguhnya. Capailah penghayatanbahwaengkauadalahTuhan.Bersukarialah dalam Tuhan saja. Rasakanlah kebahagiaan jiwa yang murni, tiada bandingnya, dan tidak terbatas, yang timbul dari kesadaran diri sejati. Biarlah waktu lebur dalam Tuhan yang memiliki waktu sebagai (salah satu) wujud-Nya. Itulah tugas yang sesungguhnya bagi manusia. Dalam Viveka Chūḍāmaṇi, Śaṅkarācārya menulis bahwa jñāna adalah azimat yang melindungi manusia dari pengaruh jahat daya tarik sensual. Meskipun demikian, setelah mencapai kesadaran jñāna, manusia tidak boleh gegabah mengumbar nafsunya.
 Engkau harus selalu waspada terhadap dunia luar; engkau harus selalu asyik merenungkan kenyataan dirimu yang sejati. Itulah tanda orang yang mengetahui kebenaran yang lebih tinggi. Bila engkau selalu berada dalam tingkat kesadaran itu, engkau akan selalu ingat pada kebenaran yang merupakan sumber penerangan, dan dunia objektif lambat laun akan lenyap. Bila dunia yang kasat mata ini ditumpangkan (sehingga menutup) Brahman Yang Maha Esa dan tidak terbagi, maka keberadaan atau kenyataannya hanya seperti menara dan benteng kota yang mungkin kaulihat dalam gumpalan awan. Dapatkah manusia tinggal dalam kota lamunan di awang-awang? Tentu saja angkasa merupakan rupa atau wujud pokoknya, tetapi dengan itu engkau tidak dapat membangun kota di atasnya. Menara dan benteng yang kaulihat terbentuk dalam gumpalan-gumpalan awan tidaklah nyata, bangunan itu tiada dasarnya, hanya terbentuk dari khayalanmu sendiri. Demikian pula dalam Tuhan yang tidak berwujud seperti angkasa, jagat ini tampaknya seakan-akan ada, tetapi sebenarnya jagat ini māyā, tiada dasarnya. Segala sesuatu dalam ciptaan ini tidak lain adalah kesadaran Tuhan Yang Maha Esa dan penuh dengan kebahagiaan jiwa yang tiada bandingnya.