RESUME SAIRAMA SESI KE 4

Rabu, 27 Mei 2020

Narasumber : Bro. Prof. Dr. Suresh Kumar A/L P Govind.

 

1. SESI TANYA JAWAB DAN MEMBAHAS PENERAPAN MATERI SESI SEBELUMNYA (METODE MENGELOLA KEMARAHAN)

 

1.1 UPAYAKAN TIDAK MEMBALAS KEMARAHAN AGAR KESADARAN KITA TIDAK TURUN DI KUALITAS YANG SAMA.

Sebelum menginjak penjelasan materi sesi 4 (presentasi), Bro. Prof. Suresh Gobind ingin mengetahui dan diskusi terkait penerapan dari materi sebelumnya (sesi 3). Bro. Suresh menanyakan bagaimana pengalaman para bhakta peserta Sairama dalam mengendalikan kemarahan.

Pertanyaan 1.

Dalai Lama diceritakan mengendalikan rasa marah dengan penerimaan terhadap segala sesuatu baik untung dan rugi (ket : untung, rugi, suka duka, cacian, pujian). Apakah mungkin orang awam bisa menerapkan seperti itu ?

Pertanyaan 2.

Bisakah yang dilakukan Dalai Lama, menerima baik buruk itu kita anggap sebagai bahwa itu prasadham ?

Tanggapan Bro Suresh:

Bro. Suresh kemudian menjelaskan bahwa sebagai orang awam, banyak sekali halangan dan cobaan yang akan kita hadapi. tetapi kita sendiri harus menetapkan tujuan kita. Apa yang kita pelajari minggu lalu adalah teknik untuk mengawal kita agar tidak terjerumus ke hal yang salah.

Kita harus memahami bahwa apabila kita ingin memutuskan hal penting, minda kita harus tenang. Minda yang tenang ini kita akan mendapat solusi yang tepat. Apabila kita membuat keputusan dengan cepat (tidak tenang, terburu-buru), kemungkinan keputusan itu akan membawa kita ke tempat yang memberikan kita pengalaman yang tidak baik.

Kita telah belajar sinyal-sinyal marah, jantung berdebar, dan sebagainya. Sebelum sinyal ini menjadi reaksi marah kita, kita gunakan teknik sebelumnya, ucapkan "Om Bhagavan Sri Sathya Sai Baba ya Namaha". Yang kita bahas dalam buku ini adalah bagaimana cara kita untuk menerima. (Untuk memiliki kualitas penerimaan) kita harus mengupayakan kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi setiap ujian/cobaan. Bila ada yang marah kepada kita, itulah ujian kita, (agar kita lulus ujian) janganlah membalas. Bila ada anjing yang menggongong, janganlah kita ikut menggonggong (ket : upayakan agar kita tidak membalas, sehingga kesadaran kita tidak turun dalam kualitas yang sama, yaitu kemarahan).

Suatu hari, Sang Buddha pernah dimaki oleh seseorang, namun Beliau tidak membalas, Beliau penuh ketenangan dan kesabaran. Buddha mengatakan "Bila surat tak sampai pada penerima, maka surat tersebut akan kembali kepada si pengirim".

Upayakan agar tidak terpancing, tetaplah tenang (dengan berpraktik metode seperti sesi sebelumnya). Hal ini bukan berarti peminat spiritual tidak boleh membalas, namun kita memiliki kebijaksanaan mengenai bagaimana cara menyampaikannya dan kapan waktu serta tempat yang tepat dalam menyampaikannya. Sebelum bertindak, kita harus diam (berjeda sejenak), tenang dan kemudian memilih respon dengan baik (tepat).

 

1.2 TANDA MEMENDAM KEMARAHAN DAN BERBAGAI PENGALAMAN TRANSFORMASI

Pertanyaan:

Apakah dari teknik mengendalikan marah yang kita bahas minggu lalu dapat menghilangkan kemarahan sampai ke akarnya ? apakah teknik tersebut dapat membuat kita menjadi tidak memendam kemarahan ?

Tanggapan Bro Suresh

Bila kita dilanda kemarahan, namun bila kita rasakan di hati kita, kita masih merasakan kemarahan maka badan kita akan bereaksi dan beresiko jatuh sakit (Ket : tanda kita memendam kemarahan adalah saat kita melihat ke dalam, dimana kemarahan masih terasa di hati kita). Kita mesti menyadari mengapa kita harus marah (tidakkah ada pilihan cara yang lain), dan kita harus mengingat bila kita mulai bereaksi marah, itulah tanda ego masih menguasai diri kita.

Jadikanlah hati kita murni (dengan berlatih teknik tersebut ketika dilanda kemarahan), sehingga kita tidak merasakan (tidak terpengaruh, tetap seimbang, mampu mengelola) gelombang kemarahan yang datang (baik dari luar maupun dari dalam diri).

 

1.3 CERITA TRANSFORMASI

Sharing 1

Moderator Sairama kemudian bercerita bahwa ada seorang bhakta, walaupun ia tidak ikut sebagai peserta Sairama, namun dengan menonton youtube acara Sairama, dan mempraktekkan teknik yang dibagi dalam Sairama, ia merasa masalahnya hilang dengan sendirinya (ket : kebijaksanaannya menguat, sehingga cara pandang terhadap masalahnya berubah, dengan demikian masalah yang terasa membebani menjadi hilang dan memiliki tindakan yang tepat untuk menyelesaikan).

Sharing 2

Peserta Sairama menyampaikan bahwa sebelumnya ia bisa melakukan meditasi cahaya hanya 10 menit dan tidak konsisten dalam berpraktik meditasi cahaya, namun dalam sebulan ini ia berhasil melakukan meditasi dengan intens (terus menerus) untuk bermeditasi cahaya bahkan bisa melakukannya selama 20-30 menit,, dan merasakan kedamaian dan ketenangan.

Tanggapan Bro Suresh

Bro. Suresh menyampaikan bila kita tekun mempraktekkan meditasi cahaya, kita akan merasakan kedamaian dan ketenangan (kualitas ketenangan, kedamaian di dalam diri kita semakin menguat).

 

1.4 MEMINTA MAAF

Pertanyaan:

Seandainya saat terjadi konflik kita telah melakukan kesalahan, kemudian hendak meminta maaf, namun orang (yang kita ajak berkonflik) tersebut tidak mau memaafkan, apa yang sebaiknya kita lakukan ?

Tanggapan Bro Suresh

Kita perlu menumbuhkan pemahaman untuk bisa menyadari bahwa dalam setiap orang berstana atma yang sama. Bawalah (orang tersebut) ke dalam praktik meditasi kita, dan pancarkan cahaya cinta kasih kepada orang tersebut, disertai permohonan maaf. Bila hal tersebut terus dilakukan, dapat digaransi bahwa akan ada perubahan. Bila tidak ada perubahan (baik emosi bersalah, kemarahan di dalam diri kita, dan sikap orang tersebut) maka kita perlu memeriksa kembali meditasi kita, mungkin ada yang salah dengan meditasi kita.

Bila kita sungguh-sungguh merasakan kasih sayang, dan benar-benar memberikan kasih sayang kita, perubahan akan terjadi.

 

2. TRANFORMASI PADA SIKAP SISWA KETIKA MEMPRAKTIKKAN METODE R.O.S.E

Bro. Suresh menceritakan ada sebuah sekolah, dimana siswa-siswa sangat tidak disiplin, dan membuat para guru frustasi, sehingga sekolah tersebut ingin ditutup. Akhirnya Bro. Suresh mengadakan camp untuk membantu perubahan di sekolah tersebut. Dalam camp diajarkan teknik-tenik yang juga dipelajari dalam sathsang ini (Sairama), dan ternyata murid sekolah tersebut mengalami transformasi, menjadi lebih disiplin. Para guru pun takjub akan transformasi yang terjadi.

Pertanyaan:.​

        Bagaimana mengendalikan kemarahan, terutama untuk orang yang dekat dengan kita, misalnya suami marah kepada anak, anak dengan anak ?

Tanggapan Bro Suresh

Disebutkan bahwa kemarahan sering muncul lebih banyak muncul di lingkungan terdekat kita. Tekniknya sama, bawa ke dalam meditasi (pancarkan cahaya cinta kasih). Sesungguhnya semua yang hadir dan terjadi dalam kehidupan kita adalah untuk kebaikan kita (ket : kita harus mulai melihat sisi kebaikan dalam setiap hal yang menyulitkan kita). Contohnya, Virus Corona. Ada kebaikan dalam kejadian ini, sehingga kita bisa mengikuti sathsang ini.

Mantapkanlah berpraktik meditasi, meditasi adalah cara yang sangat ampuh, bila kita benar-benar intens dan sungguh-sungguh perubahan pasti terjadi. Bro. Suresh juga memberikan tips yang sama kepada mahasiswanya bila menghadapi masalah.

 

2.1 MEMINTA MAAF ADALAH CARA MELEPAS EGO DAN MENGHADIRKAN KEDAMAIAN DI KEHIDUPAN KITA

Bila ada kekacauan di hati kita, karena sebuah konflik, kitalah yang harus meminta maaf (demi kedamaian, ketenteraman hati kita). Ada kejadian seorang mahasiswa berat melakukan meditasi dan meminta maaf, karena ia merasa bahwa ia dipihak yang benar, dan orang-orang di rumahnya di pihak yang salah. Namun ketika ia mencoba untuk memulai minta maaf, kemudian melakukan meditasi dengan memancarkan cahaya (kepada orang-orang yang diajak konflik), perubahan besar pun terjadi, ia merasa begitu damai dan kuliahnya lancar. Sesungguhnya dunia ini semua adalah hal spiritual, prinsip ini mesti dipahami oleh semua bhakta.

 

3. SESI TANYA JAWAB DAN MEMBAHAS PENERAPAN PADA MATERI SESI SEBELUMNYA (METODE MENGELOLA KEMARAHAN)

3.1 UPAYAKAN TIDAK MEMBALAS KEMARAHAN AGAR KESADARAN KITA TIDAK TURUN DI KUALITAS YANG SAMA.

Sebelum menginjak penjelasan materi sesi 4 (presentasi), Bro. Prof. Suresh Govind ingin mengetahui dan diskusi terkait  penerapan dari materi  sebelumnya (sesi 3). Bro. Suresh menanyakan bagaimana pengalaman para bhakta peserta Sairama dalam mengendalikan kemarahan.

Pertanyaan:

Dalai Lama diceritakan mengendalikan rasa marah dengan penerimaan terhadap segala sesuatu baik untung dan rugi (ket : untung, rugi, suka duka, cacian, pujian). Apakah mungkin orang awam bisa menerapkan seperti itu ?

Bisakah yang dilakukan Dalai Lama, menerima baik buruk itu kita anggap sebagai prasadham?

Tanggapan Bro Suresh

Bro. Suresh kemudian menjelaskan bahwa sebagai orang awam, banyak sekali halangan dan cobaan yang akan kita hadapi. tetapi kita sendiri harus menetapkan tujuan kita. Apa yang kita pelajari minggu lalu adalah teknik untuk mengawal kita agar tidak terjerumus ke hal yang salah.

Kita harus memahami bahwa apabila kita ingin memutuskan hal penting, minda kita harus tenang. Minda yang tenang ini kita akan mendapat solusi yang tepat. Apabila kita membuat keputusan dengan cepat (tidak tenang, terburu-buru), kemungkinan keputusan itu akan membawa kita ke tempat yang memberikan kita pengalaman yang tidak baik.

Kita telah belajar sinyal-sinyal marah, jantung berdebar, dan sebagainya. Sebelum sinyal ini menjadi reaksi marah kita, kita gunakan teknik sebelumnya, ucapkan "Om Bhagavan Sri Sathya Sai Baba ya Namaha". Yang kita bahas dalam buku ini adalah bagaimana cara kita untuk menerima. (Untuk memiliki kualitas penerimaan) kita harus mengupayakan kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi setiap ujian/cobaan. Bila ada yang marah kepada kita, itulah ujian kita, (agar kita lulus ujian) janganlah membalas. Bila ada anjing yang menggongong, janganlah kita ikut menggonggong (ket : upayakan agar kita tidak membalas, sehingga kesadaran kita tidak turun dalam kualitas yang sama, yaitu kemarahan).

Suatu hari, Sang Buddha pernah dimaki oleh seseorang, namun Beliau tidak membalas, Beliau penuh ketenangan dan kesabaran. Buddha mengatakan "Bila surat tak sampai pada penerima, maka surat tersebut akan kembali kepada si pengirim".

Upayakan agar tidak terpancing, tetaplah tenang (dengan berpraktik metode seperti sesi sebelumnya). Hal ini bukan berarti peminat spiritual tidak boleh membalas, namun kita memiliki kebijaksanaan mengenai bagaimana cara menyampaikannya dan kapan waktu serta tempat yang tepat dalam menyampaikannya. Sebelum bertindak, kita harus diam (berjeda sejenak), tenang dan kemudian memilih respon dengan baik (tepat)

 

4. MEMBACA, MERENUNGKAN DAN MENGAPLIKASIKAN

Bro. Suresh Govind memulai penjelasan materi.

Pastikan setiap sathsang yang kita hadiri, membawa kebermanfaatan yaitu transformasi diri. Setiap kalimat yang diucapkan Svami memiliki pesan yang mendalam. Penting sekali setiap ayat (kalimat) dari Svami kita refleksikan (renungkan ke dalam). Bro. Suresh membagi materi ini ke Negara USA dan Mauritius (negara kepulauan di barat daya Samudra Hindia), dan beliau merasakan dan memuji bahwa peserta sathsang di Indonesia telah mempraktekkan dengan nyata.

Apapun yang kita baca, gunakan metode R.O.S.E. ini. Pengertian (dari perenungan itu) kita tanamkan di kesadaran (pikiran) kita, kemudian kita praktekkan sehari-hari untuk proses transformasi diri kita.

 

5. MENSTANAKAN BABA DI HATI DAN POLA RESPON KITA

Di diri kita ada badan, pikiran dan atma. Spiritual berarti apapun yang kita lakukan, harus kita kaitkan dengan atma (ket : apapun yang kita lakukan harus mendukung, membantu meningkatnya kesadaran atma). Bila kita memiliki pemikiran yang murni, kita akan mudah terhubung dengan atma. Sehingga dengan demikian keterikatan dengan dunia lenyap, perbedaan antara subyek dan obyek lenyap (ket : adanya pandangan kesatuan)

Kita begitu bergembira ketika kita dipanggil interview oleh Baba. (Saat interview) Kita memandang Svami adalah obyek, dan kita subyek. Dan kemudian Svami Maha Samadhi, memutuskan meninggalkan badanNya. (Bila kita berpandangan subyek dan obyek) Maka kita menganggap obyek telah pergi, tidak ada lagi.

Bhakta yang baik bukan meletakkan Baba di altar (tidak hanya membatasi kehadiran Baba hanya berada di altar), tetapi selalu membawa (menstanakan dan merasakan) Svami di hati. Inilah bhakta yang sesungguhnya.

Bila kita sedang berada di luar, kemudian ada yang menawarkan rokok. Bila kita telah memahami bahwa Baba di hati kita, dan asap rokok (yang kita nikmati) mengenai Baba, maka kita akan tidak merokok. Demikian juga bila ada yang menawarkan minuman keras. Bila kita di Puttaparthi tidak minum minuman keras (karena menganggap Baba ada di sana), namun di tempat lain kita minum, maka pandangan ini tidak tepat.

Purnima (keutuhan, kesempurnaan) akan kita capai jika ada seorang Guru (ket : kita mengikuti tuntunan Guru). Dengan Svami hadir di kehidupan kita, dan kita mengikuti tuntunanNya, kesempurnaan akan kita raih.

"Hanya ketika engkau memiliki kemurnianlah maka engkau benar-benar merupakan perwujudan Atma yang Ilahi".

Putuskanlah hari ini, mengarahkan pikiran kita kepada Tuhan, untuk memurnikan hati kita.

 

6. KUCING DALAM RITUAL PUJA

Setiap ritual yang kita lakukan, mesti kita lakukan berdasarkan pengertian akan maknanya. Mungkin kita sering menyebutkan berbagai nama suci Tuhan dan mempersembahkan bunga ke archa, namun kita harus memahami maknanya.

Contoh cerita, dahulu ada seekor kucing yang mengganggu saat jalannya ritual puja. Kemudian kucing tersebut kemudian ditangkap dan dikurung sementara untuk tidak mengganggu saat ritual berlangsung. Oleh karena orang-orang selalu melihat ada kucing yang dikurung saat ritual berlangsung, maka saat ini (walaupun tidak ada kucing yang mengganggu), sebelum puja orang-orang mencari kucing dengan sengaja untuk dikurung (ket : kucing dianggap sebagai salah satu syarat wajib bila melakukan ritual).

Baba menceritakan anekdot ini, untuk mengingatkan kita, agar kita benar-benar memahami makna. Apapun yang kita lakukan harus bersumber dari pengertian.

 

7. ORGANISASI SAI SEBAGAI TEMPAT BELAJAR UNTUK MENGIKIS EGO

Pertanyaan 7 :

Kemurnian akan terganggu bila ada kemarahan. Dalam berkegiatan sebagai pengurus di Organisasi Sai, kita harus perlu belajar lagi, karena sering sekali merasa ada gangguan (hal yang menyebabkan kita berkonflik). Bagaimana cara untuk menjaga kemurnian (melepaskan emosi yang mengganggu, meniadakan konflik) ?

Bro. Suresh menjawab,

Di dalam organisasi Sai, ada banyak sekali orang, dengan beragam kharakter. Mengapa kita harus menganggap organisasi Sai sebagai tempat kita bersadhana (berlatih nilai spiritual) ? karena di Organisasi Sai kita bisa belajar bekerja sama satu sama lain, membangun kesatuan, yang mana hal ini membutuhkan ketiadaan ego kita.

Mungkin ada hal yang tidak kita sukai, namun kita tetap harus beraktivitas di dalam Organisasi Sai, karena dari hal tersebut kita belajar. Bila dalam beraktivitas Organisasi Sai kita menghadapi orang yang sulit (kemudian kita dilanda kekesalan, kekecewaan, kemarahan), itu adalah pengalaman yang sangat penting untuk kita. Bahkan pengalaman menghadapi orang tersebut lebih penting dari pengalaman menghadapi dengan orang yang tidak pernah membuat masalah dengan kita. Karena dari orang sulit tersebut, kita tahu dan menyadari kita masih ada ego. (Dari permulaan kesadaran mengenali ego di dalam diri kita) Kita kemudian bisa belajar untuk mengurangi dan menyingkirkan ego tersebut.

Tujuan utama kegiatan spiritual adalah mengecilkan ego, kemudian pada akhirnya menyingkirkan ego sepenuhnya. Bila ego kita kuat, kita akan mudah sekali marah, berteriak. Lalu kemudian kita menyadari bahwa itu karena keegoan kita.

Ego itu juga begitu halus, misalnya saya (Bro. Suresh) sekarang berbicara dengan 150 orang, mungkin ada rasa sombong. Bisa saja bentuk ego (keakuan) seperti itu muncul. Mengapa ada ular di leher Shiva ? Ular melambangkan ego, egolah yang menghancurkan kita. Bila karena ketidakhati-hatian kita, bisa saja kemudian ular tersebut naik ke kepala kita, maka hal itu menghancurkan kita.

Baba Mahatahu, bila kita membangun kerjasama dengan beraktivitas bersama, potensi perselisihan akan ada. Spiritualitas ditandai dengan kita berupaya menyelesaikan masalah dengan baik. Mengapa kita datang ke Organisasi Sai ? agar kita mengetahui kita ada ego. Jadi tujuan kita berkegiatan di Organisasi Sai adalah untuk belajar menyadari ego, mengecilkan ego, lalu kemudian meniadakannya.

Untuk mengetahui kemurnian, layaknya kita tidak bisa mengetahui dalamnya laut dengan berenang di pantai, kita harus menyelam dalam lautan, (dalam proses menyelam) tentu banyak halangan, ujian (untuk menguatkan kita).

 

7.1 BHAGAVAN ADALAH PELAKU DAN MENGATUR SEGALANYA

Suatu hari, saat kesempatan pentas di Puttaparthi, Bro. Suresh sudah mengek semua kesiapan. Semua tim menyampaikan telah siap dan oke. Tapi di dalam benak Bro. Suresh terngiang berapa kali perihal sound system. Ketika kaset (CD) dicek, ternyata suara tidak keluar, pementasan tinggal sebentar lagi dan tak ada lagi yang bisa dilakukan. Lalu Bro. Suresh berdoa kepada Svami, dan semua menjadi lancar. Dari sana Bro. Suresh menyadari bahwa Svamilah yang mengatur semua. Terkadang ketika kesuksesan tercapai, keakuan kita timbul dan kita merasa karena kitalah kesuksesan itu tercapai, kita adalah pelakunya. Ini tidak tepat, kita mesti menyadari Svami-lah sang pelaku (ket : berpraktik hal ini sangat efektif agar ego kita tidak menguat, yang kemudian menimbulkan kecenderungan untuk berbangga diri, tinggi hati, haus penghormatan dan pujian).

 

8. PENTINGNYA KEMURNIAN PIKIRAN

Mari kita mulai pagi hari dengan doa, mohon agar Svami memenuhi pikiran kita dengan hal-hal baik sepanjang hari. Bila kemurnian kita hilang, itu bisa menyebabkan kepercayaan kita kepada Tuhan turut hilang. Sering sekali kita tidak menyadari hal-hal yang mengganggu dan mengurangi kemurnian pikiran kita, bacaan yang tidak baik, tontonan yang tidak baik, bergosip. Hindarilah hal semacam itu, perbanyaklah sathsang (mendiskusikan hal-hal yang suci).

 

8.1 CERITA WAFATNYA PROF. KASTURI

Prof Kasturi dan Swami bercengkrama

 

Dalam Prema Vahini Bab 29, Svami mengatakan bahwa selalulah ingat bahwa ini adalah akhir hidup kita, dan selalu ingat Svami.

Prof Kasturi, saat menjelang ajalnya, Swami datang ke ruangan Prof.Kasturi. Ketika Swami datang, ada terdengar tetesan air dari kran, Swami minta agar kran itu ditutup. Swami berkata "Kasturi bangun", Prof. Kasturi memegang tangan Swami dan kemudian menutup mata. Bhagavan mengatakan bahwa 1 jam lagi Prof. Kasturi akan meninggal. Satu jam kemudian Prof. Kasturi wafat. Swami minta pintu ditutup. Banyak bhakta yang khawatir bila ditutup ruangan tersebut akan bau. Svami meminta semua orang keluar ruangan dan mencantingkan Gayatri.

Besok paginya, ketika ruangan dibuka, ruangan itu penuh dengan keharuman vibhuti, dan wajah Kasturi terlihat begitu segar. Ketika ada yang memberitahu Swami, Swami berkata "Iya Aku tahu, karena Aku bersama dia sepanjang malam". Mengapa ruangan diminta ditutup oleh Svami, agar pikiran Kasturi tidak beralih kemana-mana.

 

9. EGO MENGHALANGI KEMURNIAN DAN MENYEBABKAN KITA SULIT MERELAKAN (MELEPAS KETERIKATAN)

Bila kita bertanya kepada 5 orang teman kita, dan kelimanya mengatakan kita pemarah, maka itulah memang kenyataan kita. Jadikan masukan ini peringatan untuk berubah. Ego kitalah yang menghentikan kita menjadi murni. Apapun yang kita lakukan, lakukan dengan tulus ikhlas dan jadikan hal tersebut sebagai persembahan kepada Bhagavan. Sebelum tidur, persembahakan semua hasil kerja kita kepada Svami. Hal ini menguatkan kemurnian kita.

Terkadang kita banyak membaca buku dan mendengar wacana, namun yang terpenting adalah merefleksikan dan menerapkan apa yang kita baca dan dengar. Bukan hanya memuja Baba dengan mengalungkan garland (bunga) di fotoNya, tapi jauh lebih penting menerapkan ajaranNya.

Jadikanlah kemurnian hati sebagai hadiah persembahan pada hari ulang tahun Svami. Perjalanan kita bagaikan air sungai yang mengalir ke laut, meski melintasi hutan dan gunung, berliku, namun akan sampai ke laut.

Bro. Suresh kemudian menceritakan cerita monyet dan perangkap pisang di dalam kendi. Dimana tangan monyet tidak bisa terlepas dari kendi karena monyet tidak mau melepas pisang dalam genggamannya, sehingga kemudian ia menjadi mudah tertangkap. Cerita ini melambangkan kita terperangkap dengan keterikatan kita (kita menggenggam, melekat dengan hal-hal duniawi sehingga kita menjadi terbebani dan sulit merasakan kebebasan).

 

PEKERJAAN RUMAH SAIRAMA

1. Berlatih mengawal (mengendalikan) kemarahan dengan metode yang sudah dibagi di Sairama.

2. Menulis apa yang dipikirkan pikiran. Semacam menulis jurnal pikiran, dengan menulis apa saja yang dipikirkan. Dengan menulis, kita jadi mengetahui dan mengenali bentuk-bentuk pikiran baik/buruk yg kita pikirkan dan untuk selanjutnya kita mengetahui alasan mengapa kita memiliki buah pikiran seperti itu (penyebab awal munculnya bentuk pikiran buruk).

 

SEKIAN SESI IV, Rabu 27 Mei 2020.

Om Shanti Shanti Shanti Om