17. Samudera Rahmat yang Maha Esa


     Lautan itu hanya  satu dan tidak terbagi, tetapi di suatu tempat disebut Lautan Utara dan di tempat lain disebut Lautan Selatan. Demikian pula Tuhan, samudra rahmat, hanya satu, tetapi manusia menyebut Beliau dengan nama yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan zaman dan tempat. Sungai-sungai suci mengalir menuju lautan dari segala jurusan; demikian pula umat manusia berusaha mencapai Tuhan melalui berbagai disiplin kerohanian dan akhirnya mereka semua manunggal dengan Tuhan.

     Umat manusia hanya dapat memperoleh keba- hagiaan dalam persatuan, bukan dalam perpecahan. Bila engkau berpikir dari segi perbedaan dan jika engkau merasa terpisah dari mereka yang menempuh jalan lain, kebahagiaan tidak dapat kaucapai dan engkau tidak akan dapat menghayati kedamaian. Tanpa kedamaian engkau tidak akan dapat menikmati kegembiraan. Pandanglah samudra yang hanya satu dan tidak terbagi itu sebagai tujuanmu. Segala sungai mengalir menuju ke situ, tidak menjadi soal aliran mereka berasal dari jurusan mana, atau apa nama sungai itu. Bukankah mereka manunggal dalam lautan yang satu dan sama? Sādhaka dan bhakta ‘orang- orang yang merindukan dan mencari Tuhan’ mungkin menempuh jalan (yang berbeda-beda), yoga, atau bakti, atau jalan śānti ‘kedamaian’, dharma ‘kebajikan’, satya ‘kebenaran’, dan prema ‘kasih’. Bila akhirnya mereka mencapai samudra rahmat Tuhan, nama, wujud, dan perbedaan akan lenyap, mereka akan diberkati dan manunggal dalam lautan kedamaian batin. Karena itu, engkau harus selalu mengingat persatuan ini. Jangan pernah membeda-bedakan nama dan wujud Tuhan atau jalan (kerohanian) yang berlainan. Gagasan semacam itu menghalangi engkau memperoleh kebahagiaan. Hindarilah rintangan ini. Belajarlah memandang semuanya secara sama. Ingatlah, kedamaian batin merupakan jalan yang mudah untuk menguatkan pandangan ini; kedamaian batin membawamu menuju samudra rahmat Tuhan.

     Untuk menghayati kedamaian batin ini, umat manusia harus dikendalikan dan diarahkan oleh ideal kehidupan yang bajik. Ini tergantung pada sikap saling toleran dalam keluarga. Sikap ini dilandaskan pada tingkah laku individu yang sātvika, dan (selalu) memikirkan kebahagiaan orang lain. Kelakuan semacam itu mempunyai daya tarik tersendiri.

     Berusahalah agar dalam tingkah laku, perbuatan, dan perkataanmu jangan sampai engkau mempunyai keinginan untuk menyakiti makhluk lain, jangan menghina siapa pun juga, dan jangan menjadi penyebab kerugian, kehilangan, atau kesengsaraan bagi siapa pun. Carilah cara yang terbaik untuk memperbaiki dirimu dan terapkan ideal ini dalam hidupmu. Jangan mencelakakan dirimu sendiri, dan untuk kebaikan dirimu, ikuti selalu jalan kebenaran. Dengan demikian engkau akan menempuh jalan hidup yang indah dan tingkah lakumu membawa kegembiraan bagi orang lain.

     Untuk (perbaikan diri) ini diperlukan hati yang lapang dan itu hanya dapat diperoleh jika engkau memiliki : 

  1. dorongan yang kaubawa sejak lahir atau saṁskara, dan
  2. bakti dalam setiap tindakan.​

     Melalui bakti kepada Tuhan engkau menjadi rendah hati, takut berbuat dosa, dan percaya pada kitab- kitab suci. Dengan aneka keutamaan ini, pandangan yang sempit akan terhapus, manusia menjadi berpan- dangan luas dan memiliki hati yang lapang. Karena itu; oh kalian para pendamba kesunyataan, pertama- tama berusahalah memperoleh kepercayaan kepada Tuhan dan rasa takut berbuat dosa. Kedua hal ini akan membantu mengembangkan kelembutan hati serta kesabaran, dan ingatlah, kesabaran adalah kedamaian batin.