3. Sādhanā Jalan Kehidupan


   Sejak dahulu, sekarang, dan kelak pun akan selalu ada guru-guru agung yang membimbing manusia dan mengajarkan kepadanya cara untuk mencapai tingkat spiritual tertinggi yang dapat ia capai, dengan mewujudkan​ sepenuhnya kekuatan fisik, mental, serta kecerdasannya, melalui ketekunan yang terpusat. Pikiran manusia menyukai objek-objek dunia lahiriah dan senang mengamati serta mengkritik dunia luar tanpa tujuan. Jadi, bagaimana pikiran semacam itu dapat dilatih agar mantap dan terpusat ?

   Setiap orang harus bertanya pada dirinya sendiri, tokoh-tokoh yang suci bijaksana itu adalah manusia juga seperti aku. Mereka juga mempunyai tubuh manusia. Bila mereka dapat mencapai kesempurnaan, aku pun dapat juga, bila kuikuti jejak mereka. Faedah apa yang akan kuperoleh bila kuhabiskan waktuku untuk mencari cacat cela dan kelemahan orang lain?

   Karena itu, usaha pertama pada jalan spiritual adalah upaya untuk mencari cacat cela serta kelemahan kita sendiri. Berjuanglah untuk memperbaiki hal itu dan berusahalah menjadi sempurna.

   Manusia bekerja keras tiada hentinya setiap hari dengan tujuan agar kelak ia dapat hidup senang di hari tua. Tetapi, setiap hari senja pun tiba. Bila hari itu dilewatkan dalam perbuatan-perbuatan yang baik, maka malam harinya kita diberkati dengan tidur nyenyak yang menguatkan dan menyegarkan badan. Tidur semacam itu sama seperti keadaan Samādhi.

   Manusia hanya mempunyai masa hidup yang singkat di dunia ini. Tetapi dengan menggunakan waktu secara saksama dan bijaksana, dalam masa hidupnya yang singkat itu, ia dapat mencapai kebahagiaan Ilahi. Dua saudara kandung mungkin tampak serupa, tumbuh dan dibesarkan dalam kondisi yang sama. Tetapi yang satu menjadi sebaik malaikat sedangkan lainnya tetap memiliki sifat-sifat binatang. Mengapa perkembangan mereka berbeda? Sebabnya adalah kebiasaan mereka yang berlainan. Dari kebiasaan itu terbentuklah tingkah laku, dan tingkah laku itu kemudian menetap menjadi karakter. Manusia dikuasai oleh karakternya.