2. Perlunya Pengendalian Indra


      Disiplin diri merupakan landasan utama bagi kehidupan yang sukses. Hanya melalui disiplin dirilah manusia dapat memperoleh kedamaian yang nyata dan langgeng. Tanpa kedamaian tidak mungkin ada kebahagiaan.Kedamaian merupakan sifatātma.Iahanya dapat berada dalam hati yang murni; kedamaian tidak pernah berhubungan dengan hati yang serakah, penuh keinginan, dan nafsu. Kedamaian merupakan ciri khas yang membedakan para yogi, resi dan orang-orang yang telah mencapai penerangan batin. Ia tidak tergantung pada keadaan luar. Kedamaian akan menjauhkan diri dari orang-orang yang mementingkan diri sendiri dan penuh hawa nafsu. Orang-orang semacam itu tidak disukainya. Kedamaian merupakan ciri khas ātma yang berada dalam batin kita, mengagumkan, tidak tergoyahkan, dan permanen.

     Kedamaian mengangkat hidup rohani kita, menganugerahkan kebijaksanaan, dan kebijaksanaan secara wajar mendatangkan kebahagiaan. Meskipun demikian hanya ada satu cara untuk mencapai kedamaian sejati, dengan mengendalikan indra. Hanya setelah itu kedamaian dapat disebut praśānti. Pada tahap ini kedamaian dihayati sebagai aliran ketenangan. Dengan menenangkan keresahan mental yang menggelora seperti gelombang, dengan meratakan pusaran serta pergolakan rasa suka, tidak suka, cinta, benci, sedih, gembira, harapan, dan keputusasaan, maka engkau dapat memperoleh kedamaian dan mempertahankannya tanpa gangguan.

      Kedamaian mempunyai sifat yang sama dengan ātma. Ātma tidak dapat binasa. Ia tidak dapat mati seperti halnya tubuh dan pikiran. Ātma itu universal, halus, dan sifat sesungguhnya adalah pengetahuan, maka kedamaian juga memiliki sifat-sifat khas ini. Pengetahuan ātma melenyapkan ilusi, kesangsian, dan kesedihan. Karena itu penghayatan ātma memberikan kedamaian yang paling mantap, kesucian, dan kebahagiaan.

      Ātma bukan objek pengetahuan, melainkan asal dan sumber pengetahuan. Jñāna menunjukkan jalan menuju kematangan, keberhasilan, kebebasan, keabadian, kebahagiaan kekal, dan kedamaian yang langgeng. Orang yang dihanyutkan oleh tarikan atau desakan indra tidak akan dapat mencapai ātma. Brahman adalah Yang Maha Esa, tidak berubah di dunia yang selalu berubah ini. Ātma tidak terpengaruh oleh perubahan lahiriah, transformasi, maupun modifikasi. Kesemarakan tubuh bukanlah ātma, karena sesungguhnya ātma tidak dapat didefinisikan, tidak dapatdilukiskan. Ātma bukanlah ini atau itu. Ātma hanya dapat dikatakan sebagai dirinya sendiri, Sang Brahman ‘Tuhan Yang Mahamutlak’. Brahman mewujudkan diri sebagai satya ‘kebenaran’, prema ‘kasih’, cahaya, śānti ‘kedamaian’, jñāna ‘pengetahuan kesunyataan’, dan paramānanda ‘kebahagiaan tertinggi’. Melalui salah satu jalan ini engkau dapat mencapai Tuhan; hal ini jangan kausangsikan. Ini adalah kebenaran.

      Ātma bukanlah panca indra, budi, prāṇa, atau pun daya hidup, ia hanya dapat digambarkan sebagai apa yang bukan dia, bukannya sebagai apa yang sesungguhnya. Tiada seorang pun dapat menyatakan bahwa ātma itu demikian dan sebagainya. Jika ada seseorang yang menyatakan bahwa ātma itu demikian dan demikian, atau ātma itu begini atau begitu, kita dapat beranggapan bahwa ia tidak tahu sedikit pun juga mengenai ātma. Kita dapat berbicara banyak mengenai sesuatu yang tidak kita ketahui, kita dapat menganggapnya apa saja atau memberinya nama apa saja. Singkatnya, ātma tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, mustahillah menggambarkannya, siapa pun juga yang mungkin mencoba.

      Kebahagiaan merupakan sifat pembawaan manusia. Namun sayangnya manusia mencarinya di tempat lain, dan justru bukan di tempat yang sebenarnya. Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang mati atau non-aktif. Ia merupakan nama lain dari kehidupan yang penuh makna. Kebahagiaan hanya ada bila kedamaian berkuasa dan menetapkan aturan serta pembatasan untuk segala kegiatan. Kedamaian harus dibuat demikian stabil sehingga tidak terpengaruh oleh pikiran yang senantiasa melantur atau pun indra yang cenderung mengarah ke dunia luar. Kedamaian hanya dapat dihayati secara pribadi, melalui (kesadaran) yang telah mencapai jñāna. Manusia yang memahami ātma yang abadi, tidak dapat binasa, dan tidak berubah, akan menikmati kedamaian, harta yang paling bernilai. Ia pun (kesadaran dirinya yang sejati) tidak akan mati. Kedamaian adalah samudra tanpa tepi, cahaya yang menerangi dunia. Memiliki kedamaian berarti memiliki segalanya.

      Kedamaian memberikan pengetahuan dunia akhirat. Kedamaian membawa manusia pada penghayatan Brahman ‘Tuhan Yang Mahamutlak’. Inilah penyempurnaan kehidupan manusia yang diajarkan oleh Vedānta. Kasih murni hanya dapat memancar dari hati yang diliputi kedamaian karena hal ini merupakan suasana yang meresapi (segalanya) dan memurnikan. Kedamaian bukanlah keyakinan yang disimpulkan melalui penalaran. Ia merupakan disiplin dari semua kehidupan yang disiplin. Pada waktu lahir pikiran manusia dapat dimisalkan dengan sehelai kertas putih yang kosong. Segera setelah ia mulai berpikir, merasa, dan melakukan kegiatan, proses pencemaran pikiran pun dimulai. Tubuh tergantung pada prāṇa; ia tergantung pada pikiran, perasaan, serta berbagai keinginan yang meresahkan hati.

      Kebajikan dan kebenaran dipudarkan oleh tuntutan tata krama, mode, adat, kebiasaan, dan sebagainya, dan individu dicampakkan ke dalam kelompok manusia. Kesendiriannya dilanggar dan direnggut.

      Karena itu, pertama-tama pikiran harus ditenangkan dan diheningkan. Hanya dengan demikianlah tubuh dapat menjadi sehat dan akal menjadi tajam. Pada satu saat pikiran hanya dapat dipusatkan pada satu sasaran, tidak pada berbagai hal. Meskipun demikian pikiran atau ingatan merupakan kumpulan gagasan, keinginan, angan-angan, khayalan, dan sebagainya. Sesungguhnya dalam pikiran atau ingatan manusia terdapat sejarah seluruh ciptaan dalam bentuk singkat. Itulah cetakan yang membentuk khayalan manusia. Pikiran dan perasaan manusia merupakan medan pertempuran Kurukśetra, tempat baik dan buruk, benar serta salah bertanding meraih keunggulan. Besi hanya dapat dijadikan lempengan bila ditempa dengan besi lain. Demikian juga pikiran yang keji dan rendah harus dibentuk menjadi lebih baik oleh pikiran kita sendiri yang lebih luhur. Engkau harus membuat pikiranmu unggul, luhur, dan kuat bagi tugas perbaikan diri.

      Itulah tujuan (kitab) Pancaran Kedamaian ini. Teguklah dalam-dalam air dari aliran ini, yaitu air disiplin yang ditunjukkan di dalamnya; benamkan dirimu di dalamnya hingga bersih.Semoga kesejukannya menyegarkan kesedihan serta penderitaan dan memadamkan kobaran api dosa.