BABA DI HAVANA, CUBA


 

Pada waktu lampu harus dipadamkan, pukul 21.00, Baba mengirim pesan bahwa besok kami harus siap pukul 05.00 untuk pergi bersama Beliau menempuh perjalanan kembali  ke Bangalore. Waktu keberangkatan ini dirahasiakan dan tidak boleh diberitahukan kepada siapa pun. Seperti yang dapat dibayangkan, kami amat gembira. Ini adalah undangan pertama yang kami dapat.

Pada pukul 4.30 pagi kami telah siap dan dengan sedikit bagasi kami berjalan ke arah jalur mobil. Keheranan kami yang pertama adalah menemukan sederet mobil di jalur kecil yang menuju jalan keluar. Sudah jelas kendaraan-kendaraan ini  siap untuk menyusul di belakang mobil Baba pada saat Beliau berangkat. Akan tetapi, bagaimana mungkin hal ini terjadi? Seharusnya tidak seorang pun tahu. Dengan bingung dan heran kami berjalan menuju mandir ‘tempat ibadah’, tempat kami akan bertemu dengan Baba. Ternyata ada kejutan lain lagi! Seluruh kawasan di depan mandir penuh orang yang duduk di tanah dengan diam, tidak ada yang berbicara, bahkan berbisik pun tidak. Sedangkan keberangkatan ini seharusnya dirahasiakan.

Sesudah itu, beberapa kali kami mengalami kejadian yang sama. Akhirnya kami bisa memahami. Tidak bisa lain. Setelah perayaan yang membawa Baba datang ke Prashānti Nilayam selesai, pertanyaan, “Kapan Swami berangkat?”, timbul dalam pikiran setiap orang. Rasa cemas memikirkan, “Kapan Swami berangkat?” menjadi masalah harian. Seseorang mungkin melihat bungkusan dimasukkan ke garasi tempat menyimpan mobil Baba dan kabar angin pun beredar. Itu sudah cukup. Kemudian permainan pun dimulai. Setiap jam, sejak pukul 03.00 pagi dan seterusnya, kelompok demi kelompok berdatangan, maka setiap jam orang-orang sudah siap dan menunggu.

Pada hari ini, pukul 9.00 pagi, sebelum Baba berangkat, segera terdapat tanda bahwa Beliau telah siap. Beliau datang dari mandir, berhenti sejenak untuk melihat bakta yang berkumpul, kemudian dimulailah perjalanan ke Brindavan. Baba berhati-hati jika bepergian dengan mobil. Beliau sering memberi petunjuk kepada pengemudi, tetapi ia tetap melaju dengan kecepatan tinggi di bentangan jalan  yang  terbuka. Hal ini menyebabkan para pengemudi mobil yang mengikuti kendaraan Beliau menjadi tegang. Namun, Baba sendiri santai dan tenang, tersenyum manis, dan berbicara dengan suara yang amat ramah.

Sudah lama Victoria ingin mendapat kesempatan untuk bertanya kepada Baba tentang suatu peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanaknya. Ketika mendapat izin, ia menceritakan kisah ini.

Peristiwa itu terjadi di rumah keluarganya di Havana, Cuba. Ada taman yang luas dikelilingi tembok sebagaimana ciri khas rumah  Spanyol,  dengan  pintu-pintu  bagian   dalam   terbuka  ke taman. Victoria berusia kira-kira setahun; ibunya sedang mengajarnya berjalan. Dari ruang  tempat  keluarga  berkumpul, ia berjalan tertatih-tatih ke taman, kemudian berhenti. Di sudut taman ada seorang pria sedang berdiri bersandar pada dinding. Victoria berkata, “Dada,” ‘Ayah’, dan maju beberapa langkah, tetapi kemudian berpaling ke arah ruang di belakangnya dengan sangat heran karena ia baru saja meninggalkan ayahnya di ruang itu. Ketika menoleh kembali ke taman, dilihatnya pria itu masih  di sana.

Ketika penuturan Victoria sampai di sini, Baba menyela dan berkata, “Ya, ya. Aku di sana. Aku berdiri bersandar pada dinding seperti ini.” Kemudian Swami menjulurkan kaki Beliau, menumpangkan kaki yang satu di atas kaki yang lain. Setelah itu Beliau melanjutkan,“Ada kain yang diikatkan di kepala-Ku seperti ini.” Baba menggambarkannya dengan menggerakkan tangan di sekitar kepala. “Juga ada kain yang dililitkan di pinggang- Ku.” Memang sesungguhnya itulah yang dilihat Victoria. Ia tidak pernah memberi tahu siapa pun, bahkan tidak pernah memikirkannya lagi. Akan tetapi, peristiwa itu terukir dalam ingatannya, dan menjadi hidup kembali secara tak terduga bertahun-tahun kemudian di rumah seorang teman di Ojai Valley.

Teman itu menaruh minat yang besar pada India karena pernah menjadi sekretaris Paul Brunton, pengarang terkenal yang menulis beberapa buku tentang esoterik India. Perhatian Victoria tertarik pada sehelai gambar di buku. Sambil menunjuk gambar itu, ia berseru, “Siapakah orang itu? Saya mengenalnya.” Teman itu menjawab, “Itu Sai Baba dari Shirdi.” Dengan demikian Victoria mengetahui bahwa ketika masih kecil, ia sudah mendapat darshan Baba dalam wujud Shirdi Sai. Apakah dugaannya ini benar, itulah yang ingin ditanyakan dalam percakapannya dengan Baba.

Victoria terpesona mendengar jawaban Baba. Ia mulai menanggapi pernyataan Beliau tentang kehadiran Beliau di dalam taman di Havana, tetapi Baba mengangkat tangan sebagai isyarat agar diam. Agaknya Beliau sedang mendengarkan sesuatu untuk sesaat, kemudian berkata, “Hentikan mobil. Salah satu mobil yang mengikuti kita bannya bocor.”

Pada saat itu, iring-iringan mobil di belakang kami telah jauh tertinggal dan tidak terlihat. Kami menunggu, tidak mengganggu Baba yang sedang diam. Kemudian kami melihat ke belakang dan melihat satu mobil datang mendekat dengan kencang. Pengemudinya melapor, “Mobil yang berada tepat di belakang saya bannya bocor, dan saya segera melaju terus untuk memberitahu Swami. Semua mobil yang lain menunggu di sana.” Nah, yang kemudian terjadi adalah Swami memberi tempat untuk salah seorang penumpang dari mobil yang berada dalam kesulitan,  kemudian  mobil-mobil  lain  menampung  sisanya.

Pengemudi taksi ditinggalkan untuk memperbaiki bannya, dan kesempatan besar Victoria untuk melanjutkan percakapan yang akrab dan bersifat pribadi dengan Baba telah berakhir, seperti halnya segala sesuatu pasti ada akhirnya!

Ketika pohon pertama kali tumbuh dari benihnya, tanaman itu timbul dengan batang dan dua helai daun yang mulai tumbuh! Namun kemudian, ketika benih itu tumbuh, batangnya satu dan cabangnya menjadi banyak! Setiap cabang mungkin cukup tebal untuk disebut batang, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa akar pohon itu memberikan makanan—berupa getah—melalui satu batang tunggal. Tuhan, Tuhan yang sama, memberi makan dan memuaskan kelaparan rohani segala bangsa dan segala keyakinan dengan makanan yang sama yaitu kebenaran, kebajikan, kerendahan hati, dan pengorbanan.