5. Kesamaan antara Bhakti dan Jñāna


   Tidak ada perbedaan antara bhakti kepada Tuhan dengan pengetahuan tentang Tuhan (jñāna). Dari pengabdian kepada Tuhan yang mengenakan wujud, berkembanglah pengabdian kepada Tuhan yang mutlak dan tidak berwujud. Demikian pula dari bhakti kepada Tuhan, berkembanglah pengetahuan tentang Tuhan. Aku tidak setuju pada anggapan yang mengatakan bahwa karma, bhakti, dan jñāna itu terpisah. Aku bahkan tidak suka menggolongkan satu di antaranya sebagai yang pertama, lainnya sebagai yang kedua, dan berikutnya lagi sebagai yang ketiga. Aku tidak mau menerima campuran ketiga hal ini atau bahkan peleburan ketiga hal tersebut. Kegiatan tanpa pamrih adalah bhakti dan bhakti adalah jñāna. Sepotong gula batu mempunyai rasa manis, berat, dan bentuk. Ketiga hal ini tidak dapat dipisahkan satu dari lainnya. Setiap partikel gula batu mempunyai ketiga hal ini. Kita tidak menjumpai partikel gula yang hanya mempunyai bentuk, partikel lain yang hanya mempunyai berat, dan partikel lain lagi yang hanya mempunyai rasa manis. Bila gula batu itu diletakkan di atas lidah, manisnya akan kita rasakan, beratnya akan berkurang, dan wujudnya pun akan berubah, semua itu terjadi pada saat yang sama. Demikian pula jiwa, ātmā, dan Tuhan, satu sama lain tidak terpisah, mereka esa dan sama.

   Karena itu, semua perbuatan yang kaulakukan harus sarat dengan semangat pengabdian (sevā), kasih (prema), dan kearifan (jñāna). Dengan kata lain, setiap kegiatan hidup harus sarat dengan hakikat ketiga jalan spiritual ini (karma, bhakti, dan jñāna). Inilah jalan yang paling luhur. Hal ini harus benar-benar dipraktikkan, bukannya sekadar dibicarakan. Sādhanā harus dilakukan terus menerus dengan hati yang selalu berkembang, sarat dengan bhakti dan kebijaksanaan. Keindahan pengulang-ulangan nama Tuhan merupakan pesona kehidupan. Kebahagiaan batin yang diperoleh dari pengulang-ulangan nama Tuhan sama dengan kegembiraan lahir yang kita alami bila kita mempersembahkan kegiatan duniawi kita kepada-Nya.

   Bila engkau melakukan suatu perbuatan sebagai persembahan kepada Tuhan, hal ini tidak hanya baik bagimu (svartha), tetapi orang lain yang terpengaruh oleh perbuatan itu pun akan mendapat faedah (parārtha). Sesungguhnya kebaikan dan faedah tersebut lebur dengan kebaikan tertinggi (paramartha), semuanya menjadi satu. Mula-mula ‘aku’ dan ‘engkau’ menjadi ‘kita’. Kemudian ‘kita’ dan ‘ia’ menjadi satu. Mula-mula jiwa (jiwa individu atau​ ‘aku’) harus mencapai persamaan dengan alam semesta (yaitu ‘prakṛti’ atau ‘engkau’) dan kemudian dengan Tuhan Yang Mahatinggi (‘Ia’). Sesungguhnya inilah makna mantra ‘Om tat sat’ (semua ini adalah Yang Mutlak).

   Hari ini, kemarin, dan besok, semua ciptaan ini adalah Yang Mutlak selama-lamanya. ‘Ia’ dan ‘aku’ selalu ada. Latihan spiritualmu juga harus selalu dilakukan, sebagaimana surya tidak terpisahkan dan tak pernah dapat diceraikan dari sinarnya, demikian pula peminat kehidupan rohani tidak boleh lepas dari latihan spiritualnya. Hanya bila sādhaka taat dan tekun melakukan sādhanā dengan tiada putusnya, maka ia dapat dikatakan menunggal dengan Yang Mutlak (Om).