26. Cahaya Segala Cahaya


     Di dunia ciptaan Tuhan ini, kebijaksanaan terselubung dalam kekaburan batin, jñāna terselubung dalam ajñāna. Sepanjang waktu hal itu tidak dapat dihindarkan. Selama pelita menyala, akan ada bayangan di bawahnya; demikian pula bila api ilusi menyala, bayangan kekaburan batin tidak dapat dielakkan. Bila kekaburan batin yang menyelubungi diri sejati dihancurkan dengan pengetahuan (kesunyataan), segala sesuatu akan menjadi terang seperti pada waktu matahari terbit dan akan timbul kedamaian sebagai hasilnya.

     Agar dapat memperoleh hasil ini, engkau harus berusaha memenuhi persyaratan yang diperlukan. Lingkungan membuat pikiran menyesuaikan diri dan menjadi baik atau jahat. Karena itu, manusia harus menciptakan sendiri lingkungan yang dibutuhkannya. Para tokoh pembaharu dewasa ini tidak berminat mengubah karakter manusia. Mereka berusaha mengadakan penyamarataan dalam bidang ekonomi, dalam kehidupan lahiriah. Tetapi hal ini hanya akan langgeng bila sifat-sifat karakter manusia dibina berdasarkan pengertian akan kesamaan yang sejati (yaitu kesamaan ātma, keterangan penerjemah). Bila sifat kesamaan batin ini tidak dikembangkan, usaha pemerataan secara ekonomi tidak dapat dipertahankan kelangsungannya walaupun segala sesuatu sudah dibagi sama rata. Karena itu, perlulah merombak karakter dengan pengetahuan mengenai diri sejati. Hanya inilah yang akan membawa hasil, yaitu ketenangan dan kedamaian Karena itu, pertama-tama pembinaan fisik, mental, dan spiritual harus diarahkan untuk memperbaiki karakter.

     Seiring dengan perbaikan itu dan sejauh hal tersebut tercapai, standar kehidupan ekonomi pun dapat ditingkatkan. Pertama manusia harus dilatih dalam cara-cara untuk memperoleh kedamaian dan kebahagiaan. Hal ini tidak tergantung pada dunia luar, dunia lahiriah, atau dunia objektif yang kasat mata. Karena itu, tidak ada gunanya engkau mengkhawatirkan atau memperdebatkan hal ini. Engkau harus berlindung dalam ātma dan dalam merenungkan sifat-sifat ātma, atau dengan kata lain, engkau harus berlindung dalam diri sejati. Seluruh dunia yang objektif ini merupakan pantulan kemuliaan Tuhan. Tubuh tidak layak disamakan dengan ātma yang kekal. Tubuh itu hanya benda yang tidak mengandung daya, tidak lebih dari itu. Engkau bukanlah benda (yang biasanya) disebut dengan kata “Aku”. Engkau adalah Yang Esa, tiada duanya. Tubuhmu akan mengalami perubahan, tubuh itu bersifat sementara dan dapat binasa. Jadi, bagaimana mungkin tubuh itu merupakan ātma? Bukan. Ātma itu esa dan tunggal. Ātma tidak dapat berada berdampingan dengan eksistensi yang lain. Hanya bila setiap peminat kehidupan rohani, setiap orang, menyadari hal ini, maka pada waktu itulah kesamarataan, kedamaian, dan sukacita dapat ditegakkan di dunia.

     Karena itu, renungkan kenyataan dirimu yang sejati. Kesampingkanlah segala hal yang kasat mata dan pusatkan perhatianmu pada ātma yang menyaksikan semua ini. Itu akan menerangi dan mengungkapkan kebenaran. Sifat cahaya adalah menampakkan benda-benda yang diteranginya. Meskipun demikian, penerangan sejati hanya dapat dipancarkan oleh ātma. Matahari dan api hanya dapat menembusi kegelapan, mereka tidak melenyapkannya secara tuntas karena kegelapan dan sinar mereka saling bertentangan. Tetapi cahaya ātma sama sekali tidak mendapat perlawanan. Segala benda, seluruh alam tergantung kepadanya. Ātma menerangi semuanya. Itulah sebabnya kitab suci menyatakan, “Tam devā jyotiṣam jyotih,” ‘para dewa menyambutnya dengan gembira sebagai cahaya segala cahaya’.

     Ātma atau diri sejati tidak mempunyai wujud yang kasat mata seperti badan jasmani. Wujud ātma adalah jñāna ‘kebijaksanaan atau kesunyataan’. Tubuh manusia selalu berubah, tidak kekal. Ātma memancarkan sinarnya sama rata ke mana-mana dan menerangi segala sesuatu tanpa perbedaan. Kebahagiaan jiwa dan kesadaran mutlak adalah sifat-sifat ātma, karena itu secara otomatis ātma adalah Brahman ‘Tuhan Yang Mahamutlak’! Keyakinan ini merupakan hakikat jñāna. Bila engkau melihat sebuah belanga, engkau dapat memahami dengan jelas bahwa benda itu adalah belanga, bukan? Jadi, mengapa kausamakan dirimu dengan tubuhmu? Mengapa kelekatan membuat engkau merasa bahwa tubuh itu adalah milikmu? Rasa kemilikan dan keakuan ini merupakan kekaburan batin. Pengetahuan sejati yang merupakan sifat ātma, tidak dapat dibinasakan. Kebodohan atau kekaburan batin​ yang merupakan sifat tubuh (akhirnya) akan binasa.

     Ātma tidak berwujud, karena itu ia tidak terpengaruh oleh sifat tāmasika, rājasika, atau pun sāttvika. Ātma juga tidak terpengaruh oleh enam perubahan kehidupan (lahir, tumbuh, menjadi dewasa, menua atau mengalami kemunduran, mati, dan hancur) karena ia adalah eksistensi yang murni selamanya, selalu itu saja.

     Dirimu yang sejati adalah tamu, berbeda dari tubuh yang dihuninya. Tubuh menjadi sasaran penyakit, mengalami pertumbuhan dan kemunduran. Diri yang sejati bebas dari segala perubahan. Ātma tidak mempunyai keinginan, dorongan, atau maksud. Ia mengatasi dan melampaui sifat-sifat tāmasika, rājasika dan sāttvika. Prakṛti ‘prinsip alam’ adalah pelakunya, tetapi puruṣa ‘jiwa’mu bagaikan bunga teratai yang terapung di permukaan air, tidak terpengaruh dan melekat.

     Secara keliru manusia menyebut tubuhnya dengan sebutan ‘’aku” (aham). Bagaimana mungkin hal yang dilihat (yaitu tubuh) dapat merupakan saksi yang melihat (yaitu ātma) yang kekal? Bila manusia melakukan kesalahan ini, ia tidak akan memiliki kedamaian dan kegembiraan. Hanya bila kebenaran ini diketahui dan dihayati maka manusia akan memperoleh kedamaian sejati.