18. Benih untuk Tunas Bhakti


     Benih bhakti adalah sikap pemuja terhadap yang dipuja. Mula-mula si pemuja tertarik pada sifat-sifat istimewa pujaannya. Ia berusaha memiliki sifat-sifat khusus tersebut. Inilah praktik spiritualnya. Pada tahap awal usaha ini, ada perbedaan penuh antara si pemuja dan yang dipuja. Sementara latihan rohani maju terus, perasaan keterpisahan ini akan berkurang. Bila tujuannya tercapai, tidak akan ada perbedaan sama sekali. Apa pun juga objek pemujaan yang kaupilih, kaucintai, dan kaucari dengan usaha spiritual, yakinlah dengan teguh bahwa dirimu yang sejati adalah Tuhan. Hanya ada satu hal yang patut diinginkan oleh peminat kehidupan rohani, yaitu mencapai kesadaran Tuhan. Dalam hatinya tidak ada tempat untuk keinginan lain. Itulah sebabnya Kunti Devi (ibu Arjuna) mohon kepada Śrī Kṛṣṇa, “Oh Jagadguru, biarlah kami selalu berada dalam kesulitan dan kesengsaraan, asalkan Anda anugerahkan darshan Anda kepada kami, darshan yang melenyapkan kelahiran kembali.”

     Bhakta yang merindukan Tuhan dan berusaha mencapai-Nya, harus mempunyai sikap mental semacam ini. Kemudian, tanpa mengindahkan suka dan duka, tanpa memikirkan kebutuhan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasannya sendiri, ia sibuk melakukan sādhanā dengan sungguh-sungguh. Tanpa henti, ia maju terus dengan keyakinan hingga mencapai tujuan. Setelah memahami kenyataan yang sejati, ia mencapai kepuasan batin yang sempurna.

     Dari segi pandangan ini, tidak ada perbedaan antara orang yang telah mencapai kebebasan (Jivanmukta) dengan seorang bhakta. Keduanya telah mengatasi serta melampaui egoisme dan tidak terpengaruh oleh dunia materiel dengan ketiga sifatnya, serta varna āśrama dharma. Hati mereka penuh dengan belas kasihan dan dorongan untuk melakukan kebaikan bagi dunia. Keadaan sangat bahagia, yaitu kebahagiaan Tuhan (Brahmānanda), mendorong mereka untuk bertindak demikian. Bhakta semacam itu tidak memiliki keinginan atau hawa nafsu, karena hal itu timbul akibat perasaan keakuan dan kemilikan. Hanya setelah keinginan dan nafsu dibasmi, manusia menjadi bhakta, tidakkah demikian? Jadi, dalam hatinya tidak akan ada tempat lagi untuk keinginan dan hawa nafsu. Ia telah menjadi kekal. Pada tahap ini, ia tidak mempunyai keinginan lagi selain untuk mengecap manisnya kebahagiaan jiwa (ānanda).