26. Niat yang Baik adalah Jalan untuk Mencapai Kehadiran Tuhan
Bagi makhluk yang hidup di dunia ini, ada dua gerbang māyā, yaitu nafsu seks dan nafsu makan. Setiap manusia harus menaklukkan kedua nafsu ini. Selama keduanya bertahan, mereka menyebabkan penderitaan. Semua keinginan duniawi tercakup dalam kedua selera ini. Karena itu, hanya mereka yang telah menguasainya, dapat mengarungi dunia dengan sukses. Nafsu seks dan nafsu makan adalah penyebab semua dosa, dan dosa adalah pupuk yang membuat māyā tumbuh dengan subur. Sesungguhnya dunia ini hanya mempunyai satu tujuan, yaitu sekadar pemeliharaan badan. Bila engkau menginginkan kebebasan spiritual, engkau harus menaklukkan indramu. “Makanan untuk mempertahankan badan, pakaian untuk menghindarkan dingin,” demikian dikatakan dalam kitab suci Uttara Gītā. Meskipun demikian, bila engkau tenggelam sepenuhnya dalam usaha untuk mencari pemuasan kebutuhan materiel ini, engkau akan melupakan tujuan kedatanganmu di dunia dan tujuan semua kegiatan serta usaha spiritualmu yang suci. Sebaliknya, apapun juga kegiatan yang kaulakukan, secara otomatis seperti bernapas engkau harus selalu ingat kata-kata ini, “Aku lahir untuk mengabdi Tuhan dan untuk menyadari diriku yang sejati.” Renungkan dan insafilah selalu kata-kata tersebut. Semua kegiatan: mengenakan pakaian, makan, berjalan, belajar, menolong, bergerak, semuanya harus dilakukan dalam keyakinan bahwa hal itu akan membawamu ke hadirat Tuhan. Segala sesuatu harus kaulakukan dalam semangat pengabdian kepada Tuhan.
Seorang petani membersihkan serta meratakan tanah, membuang duri dan batu-batuan, meluku serta menyiapkan ladangnya, memupuk, menguatkan tanah, mengairi dan menyuburkannya. Kemudian ia menaburkan benih, me- mindahkan tunas-tunas yang tumbuh, membuang rumput liar, menyemprot, dan menanti. Akhirnya ia menuai hasil panennya. Setelah menampi dan menebah, ia menyimpan onggokan jagungnya. Semua proses yang beraneka ragam ini dikerjakan demi kepentingan perut. Demikian pula engkau harus merasa bahwa rasa lapar, haus, suka, duka, kegagalan, kerugian, penderitaan, kemarahan, makan, dan selera, semua ini hanyalah dorongan yang menolong kita untuk mencapai kehadiran Tuhan. Bila engkau mempunyai sikap seperti ini, dosa tidak akan pernah menodai semua kegiatan tersebut. Nafsu-nafsu pun akan lenyap, tanpa bekas nama atau rupa. Sebaliknya, jika selera dianggap penting, engkau hanya akan mendapat kesedihan dan penderitaan, bukan kegembiraan dan kesenangan. Tidak mungkinlah mencapai ketenangan. Penguasaan keinginan-keinginan indra tidak dapat dipelajari di sekolah, di situ seni memelihara badan diajarkan secara sistematis.
Tujuan Kegiatan adalah Perbuatan yang Baik
Seseorang tidak akan dapat menikmati hidangan yang dimakannya jika ia sakit atau sedang asyik memikirkan suatu hal. Demikian pula, walaupun engkau mengulang-ulang nama Tuhan (nāmasmarana), menyanyikan kidung suci, japa, atau meditasi, engkau tidak akan memperoleh kebahagiaan bila hatimu penuh dengan sifat-sifat yang rendah atau cenderung untuk melawan. Sukacita tidak akan pernah timbul dalam dirimu pada kondisi seperti itu. Lidah akan manis, selama ada gula di atasnya. Bila pelita bhakti bersinar di relung hatimu, tidak akan ada kegelapan selama pelita itu menyala. Hatimu akan diterangi oleh kebahagiaan jiwa. Sesuatu yang pahit di lidah akan membuat seluruh lidah menjadi pahit. Jika sifat- sifat seperti ketamakan dan kemarahan memasuki hatimu, kecemerlangannya akan lenyap. Kegelapan menguasai pandangan, dan engkau menjadi sasaran kesedihan serta kerugian yang tak terhingga. Karena itu, bila engkau ingin mencapai kehadiran Tuhan yang suci, engkau harus berusaha mengembangkan kebiasaan yang baik, disiplin, dan sifat- sifat tertentu. Cara hidup yang biasa dan lazim tidak akan membawa manusia kepada Tuhan. Cara hidupmu harus diubah dengan latihan rohani. Lihatlah burung bangau, ia dapat berjalan dengan cepat di air. Tetapi, ketika berjalan, ia tidak dapat menangkap seekor ikan pun. Untuk tujuan itu, ia harus memperlambat jalannya dan tenang, lalu berdiri diam tanpa bergerak. Demikian pula, jika engkau maju dengan ketamakan, kemarahan, dan sifat-sifat semacam itu, engkau tidak akan dapat menangkap ikan kebenaran (satya), kebajikan (dharma), dan kedamaian batin (śānti).
Apa pun latihan rohani yang kaulakukan atau tidak kaulakukan, engkau harus melakukan pengulang-ulangan nama Tuhan (nāmasmarana) dengan tiada putusnya. Setelah itu, barulah engkau dapat menguasai sifat-sifat yang lazim seperti ketamakan, kemarahan, dan sebagainya. Semua kitab suci (Śāstra) mengajarkan satu hal ini: “Tuhan adalah tujuan universal, dan perjalanan hidup ini untuk mencapai Tuhan; karena itu, ingatlah selalu kepada Tuhan dan tundukkan pikiran serta perasaan yang membuat engkau menyimpang dari jalan kesucian.” Semua sifat baik secara otomatis akan dimiliki oleh orang yang mengendalikan pembicaraannya dan merenungkain Tuhan dengan tiada hentinya. Misalnya saja, pada zaman Śrī Kṛṣṇa (Dvāpara Yuga), ketika pihak Kaurava menikmati pahala karma baik yang telah mereka lakukan pada kehidupan yang lampau, mereka (pada kehidupan itu) terus menerus melakukan perbuatan jahat (pāpakarma). Sebaliknya Pāṇḍava, menderita akibat karma buruk mereka dalam kehidupan yang lampau, tetapi dengan pikiran serta perbuatan mereka yang penuh kebajikan (punya), mereka terus menerus mengumpulkan pahala! Inilah perbedaan antara mereka yang bijak dan yang tidak bijak. Para Kaurava adalah budak nafsu makan dan nafsu seks; sedangkan Pāṇḍava melakukan setiap kegiatan demi Tuhan, dengan kebenaran dan dharma sebagai sais mereka. Mereka yang diliputi kesedihan, tidak akan berminat pada pesta atau pun perkelahian. Demikian pula peminat kehidupan rohani yang sejati, yang selalu asyik merenungkan Tuhan, tidak akan pernah mengecap atau bahkan memikirkan objek-objek kesenangan duniawi.
Bagi makhluk yang hidup di dunia ini, ada dua gerbang māyā, yaitu nafsu seks dan nafsu makan. Setiap manusia harus menaklukkan kedua nafsu ini. Selama keduanya bertahan, mereka menyebabkan penderitaan. Semua keinginan duniawi tercakup dalam kedua selera ini. Karena itu, hanya mereka yang telah menguasainya, dapat mengarungi dunia dengan sukses. Nafsu seks dan nafsu makan adalah penyebab semua dosa, dan dosa adalah pupuk yang membuat māyā tumbuh dengan subur. Sesungguhnya dunia ini hanya mempunyai satu tujuan, yaitu sekadar pemeliharaan badan. Bila engkau menginginkan kebebasan spiritual, engkau harus menaklukkan indramu. “Makanan untuk mempertahankan badan, pakaian untuk menghindarkan dingin,” demikian dikatakan dalam kitab suci Uttara Gītā. Meskipun demikian, bila engkau tenggelam sepenuhnya dalam usaha untuk mencari pemuasan kebutuhan materiel ini, engkau akan melupakan tujuan kedatanganmu di dunia dan tujuan semua kegiatan serta usaha spiritualmu yang suci. Sebaliknya, apapun juga kegiatan yang kaulakukan, secara otomatis seperti bernapas engkau harus selalu ingat kata-kata ini, “Aku lahir untuk mengabdi Tuhan dan untuk menyadari diriku yang sejati.” Renungkan dan insafilah selalu kata-kata tersebut. Semua kegiatan: mengenakan pakaian, makan, berjalan, belajar, menolong, bergerak, semuanya harus dilakukan dalam keyakinan bahwa hal itu akan membawamu ke hadirat Tuhan. Segala sesuatu harus kaulakukan dalam semangat pengabdian kepada Tuhan.
Seorang petani membersihkan serta meratakan tanah, membuang duri dan batu-batuan, meluku serta menyiapkan ladangnya, memupuk, menguatkan tanah, mengairi dan menyuburkannya. Kemudian ia menaburkan benih, me- mindahkan tunas-tunas yang tumbuh, membuang rumput liar, menyemprot, dan menanti. Akhirnya ia menuai hasil panennya. Setelah menampi dan menebah, ia menyimpan onggokan jagungnya. Semua proses yang beraneka ragam ini dikerjakan demi kepentingan perut. Demikian pula engkau harus merasa bahwa rasa lapar, haus, suka, duka, kegagalan, kerugian, penderitaan, kemarahan, makan, dan selera, semua ini hanyalah dorongan yang menolong kita untuk mencapai kehadiran Tuhan. Bila engkau mempunyai sikap seperti ini, dosa tidak akan pernah menodai semua kegiatan tersebut. Nafsu-nafsu pun akan lenyap, tanpa bekas nama atau rupa. Sebaliknya, jika selera dianggap penting, engkau hanya akan mendapat kesedihan dan penderitaan, bukan kegembiraan dan kesenangan. Tidak mungkinlah mencapai ketenangan. Penguasaan keinginan-keinginan indra tidak dapat dipelajari di sekolah, di situ seni memelihara badan diajarkan secara sistematis.
Tujuan Kegiatan adalah Perbuatan yang Baik
Seseorang tidak akan dapat menikmati hidangan yang dimakannya jika ia sakit atau sedang asyik memikirkan suatu hal. Demikian pula, walaupun engkau mengulang-ulang nama Tuhan (nāmasmarana), menyanyikan kidung suci, japa, atau meditasi, engkau tidak akan memperoleh kebahagiaan bila hatimu penuh dengan sifat-sifat yang rendah atau cenderung untuk melawan. Sukacita tidak akan pernah timbul dalam dirimu pada kondisi seperti itu. Lidah akan manis, selama ada gula di atasnya. Bila pelita bhakti bersinar di relung hatimu, tidak akan ada kegelapan selama pelita itu menyala. Hatimu akan diterangi oleh kebahagiaan jiwa. Sesuatu yang pahit di lidah akan membuat seluruh lidah menjadi pahit. Jika sifat- sifat seperti ketamakan dan kemarahan memasuki hatimu, kecemerlangannya akan lenyap. Kegelapan menguasai pandangan, dan engkau menjadi sasaran kesedihan serta kerugian yang tak terhingga. Karena itu, bila engkau ingin mencapai kehadiran Tuhan yang suci, engkau harus berusaha mengembangkan kebiasaan yang baik, disiplin, dan sifat- sifat tertentu. Cara hidup yang biasa dan lazim tidak akan membawa manusia kepada Tuhan. Cara hidupmu harus diubah dengan latihan rohani. Lihatlah burung bangau, ia dapat berjalan dengan cepat di air. Tetapi, ketika berjalan, ia tidak dapat menangkap seekor ikan pun. Untuk tujuan itu, ia harus memperlambat jalannya dan tenang, lalu berdiri diam tanpa bergerak. Demikian pula, jika engkau maju dengan ketamakan, kemarahan, dan sifat-sifat semacam itu, engkau tidak akan dapat menangkap ikan kebenaran (satya), kebajikan (dharma), dan kedamaian batin (śānti).
Apa pun latihan rohani yang kaulakukan atau tidak kaulakukan, engkau harus melakukan pengulang-ulangan nama Tuhan (nāmasmarana) dengan tiada putusnya. Setelah itu, barulah engkau dapat menguasai sifat-sifat yang lazim seperti ketamakan, kemarahan, dan sebagainya. Semua kitab suci (Śāstra) mengajarkan satu hal ini: “Tuhan adalah tujuan universal, dan perjalanan hidup ini untuk mencapai Tuhan; karena itu, ingatlah selalu kepada Tuhan dan tundukkan pikiran serta perasaan yang membuat engkau menyimpang dari jalan kesucian.” Semua sifat baik secara otomatis akan dimiliki oleh orang yang mengendalikan pembicaraannya dan merenungkain Tuhan dengan tiada hentinya. Misalnya saja, pada zaman Śrī Kṛṣṇa (Dvāpara Yuga), ketika pihak Kaurava menikmati pahala karma baik yang telah mereka lakukan pada kehidupan yang lampau, mereka (pada kehidupan itu) terus menerus melakukan perbuatan jahat (pāpakarma). Sebaliknya Pāṇḍava, menderita akibat karma buruk mereka dalam kehidupan yang lampau, tetapi dengan pikiran serta perbuatan mereka yang penuh kebajikan (punya), mereka terus menerus mengumpulkan pahala! Inilah perbedaan antara mereka yang bijak dan yang tidak bijak. Para Kaurava adalah budak nafsu makan dan nafsu seks; sedangkan Pāṇḍava melakukan setiap kegiatan demi Tuhan, dengan kebenaran dan dharma sebagai sais mereka. Mereka yang diliputi kesedihan, tidak akan berminat pada pesta atau pun perkelahian. Demikian pula peminat kehidupan rohani yang sejati, yang selalu asyik merenungkan Tuhan, tidak akan pernah mengecap atau bahkan memikirkan objek-objek kesenangan duniawi.