SEJAK USIA 16 TAHUN


 

Setiap orang itu unik, Baba telah mengatakan hal ini. Untuk menyadari kebahagiaan yang setiap saat selalu baru, kita harus berusaha menyadari keunikan kita. Ini berarti setiap  orang  harus mulai dari posisi atau tingkat kesadaran spiritualnya sekarang. Kisah pencarian spiritual setiap orang berlangsung sendiri-sendiri hingga akhirnya  keunikannya  disadari  sebagai  Itu (kesadaran semesta yang tak terlukiskan), yang tiada duanya, Tuhan Yang Maha Esa, Mahatinggi, dan Mahamutlak.

Saya percaya perjalanan hidup setiap orang akan merupakan pencariannya sendiri, dan saya harus menceritakan tentang usaha pencarian saya. Saya menganggap buku ini sebagai penilaian yang serius tentang Sri Sathya Sai Baba serta ajaran Beliau, dan para pembaca akan dapat menilai kecenderungan pikiran saya bila saya berbicara mengenai Baba, karena setiap pikiran mempunyai beberapa kecenderungan. Setidak-tidaknya, itulah pengalaman saya.

Penyelidikan spiritual saya dimulai sejak saya berusia 16 tahun. Di Gereja kami, Gereja Episcopal, ada sandiwara untuk kaum muda, dan saya ikut ambil bagian. Ketika permainan drama tengah berlangsung, ada gagasan yang timbul dengan kuat. Saya berpikir, “Orang-orang di gereja ini tidak tahu apa yang mereka katakan. Di suatu tempat di dunia ini pasti ada seseorang yang mengetahui kebenaran dan dapat berbicara langsung tentang kebenaran itu. Sejak saat itu saya mengetahui arah hidup yang akan saya ambil, dan bila saya mendengar mengenai seseorang yang mengatakan tahu tentang kebenaran hidup, saya lalu meninggalkan segalanya dan pergi kepadanya. Saya menyebabkan ibu dan ayah saya yang saleh tidak bisa tidur, karena tanpa mengindahkan pekerjaan yang saya punyai, saya akan melepaskannya lalu pergi.

Kesimpulan akhir yaitu saya harus menemukan kebenaran di dalam diri saya sendiri. Namun, ketika saya memulai penyelidikan spiritual saya, hal ini benar-benar merupakan konsep yang sangat jauh dan sama sekali tidak saya ketahui.Penunjuk jalan pertama saya ketahui di Tahiti ketika saya sebagai pemuda berusia 18 tahun pergi bertualang selama setahun. Seseorang yang saya jumpai di sana, Pendeta Arthur deVere Anderson, memberi tahu saya tentang Theosofi, dan begitu saya pulang, saya lalu bergabung dengan kelompok tersebut di Los Angeles.

Pada waktu itu saya merasa bahwa satu-satunya hal yang berharga untuk dilakukan di dunia adalah melayani umat manusia. Saya mengatakan hal ini kepada presiden perkumpulan tersebut. Ia segera memberitahu bahwa jalan untuk memulai pekerjaan itu telah terbuka. Saya dapat pergi ke Ojai, California, dan menolong Fritz Kuntz—yang baru datang dari  India— sebagai sekretaris daerah Tarekat Bintang dari Timur (Star in the East). Ini adalah organisasi yang dibentuk oleh Dr. Annie Besant untuk melancarkan pekerjaan J. Krishnamurti sebagai Guru Dunia.

Pekerjaan yang diberikan kepada saya di Lembah Ojai termasuk menjalankan instalasi pompa untuk mengambil air dari sungai dan memompakannya ke kebun jeruk serta perumahan yang didirikan di tanah yang luas itu—Arya Vihara—tempat tinggal Dr. Besant dan J. Krishnamurti di Ojai.

Setelah beberapa bulan, mereka memberitahu saya bahwa saya boleh tinggal di Arya Vihara. Selama dua tahun, 1925 dan 1926, saya berada di sana bila mereka tinggal di sana. Dr. Besant berkata bahwa saya harus tinggal dan mengurus peternakan serta ladang, tetapi saya memutuskan lebih baik saya menyelesaikan sekolah dan kembali belajar. Bertahun-tahun kemudian saya selalu meninggalkan seko- lah atau pekerjaan untuk pergi ke tempat tinggal sementara J. Krishnamurti di Amerika Serikat dan Eropa. Saya bertemu dengan istri saya, Victoria, pada pertemuan semacam itu. Pada masa itu, Krishnamurti dan Dr. Besant adalah tokoh mulia yang memenuhi cakrawala, dan  saya  mengira  hanya  merekalah  yang telah menemukan kebenaran hidup. Saya selalu merasa berterimakasih kepada Dr. Besant dan Krishnamurti karena mereka sangat baik dan sabar kepada pemuda yang tidak berdisiplin ini. Namun, kebijaksanaan tidak timbul dalam diri  saya dengan menjadi pengikut Krishnamurti.

Menurut pendapat saya, penunjuk jalan berikutnya adalah yoga. Istri saya dan saya berusaha mendapatkan wawasan tentang kebenaran melalui yoga. Kami bertemu Swami Yogananda dan mengendarai mobil ke Hollywood setiap minggu untuk mendengarkan dan berbicara dengannya. Kami mengikuti pelajaran kapan saja bila kami menemukan guru yang bereputasi baik, seperti Swami Vishnudevananda, Iyengar (di Eropa), dan Dr. Roman Ostoya—yogi putih Rusia —yang pernah dikubur di lapangan bola basket di Inglewood, California, selama dua minggu, dan keluar dengan selamat karena kemampuan yoganya. Namun, kami tidak menemukan jalan spiritual kami dalam yoga.

Sudah jelas selama ini kami mempelajari literatur yang terbit dari disiplin spiritual di seluruh dunia. Namun, kami mengerti bahwa tulisan, betapa pun mulia sumber dan  subjeknya,  tidak bisa menjadi suatu kepastian. Yang diperlukan adalah pengetahuan langsung dari pengalaman yang mendalam.

Berikutnya, pengalaman yang terbuka bagi kami adalah kedatangan Maharishi Mahesh Yogi di Amerika. Kami berjumpa dengan Beliau pada wacana pertamanya di suatu ruang di Friar’s Club, Hollywood. Beliau baru saja datang dari Hawaii yang menjadi tempat perhentian pertamanya setelah berangkat dari India dan Burma. Istri saya dan saya langsung menyukainya. Kami merasa bahwa ia tulus, berkepribadian kuat, dan mempunyai latar belakang yang hebat sebagai murid kesayangan Sri Swami Brahmananda Saraswati, Shangkarāchārya dari Jyotirmaya- pitham di Himalaya.

Swami Brahmananda Saraswati adalah seorang siddha ‘mempunyai kesaktian yoga’ dan menguasai disiplin Sri Vidya. Beliau terkenal karena menggabungkan bakti dan advaita. Mahesh Yogi adalah pakar dalam bentuk meditasi yang direncanakan untuk membawa kesadaran individu ke sumber pikiran—yang merupakan sumber universal segala ciptaan— yaitu Tuhan yang merupakan kesadaran semesta.

Kedamaian yang dialami seseorang dalam meditasi men-dalam dapat mempengaruhi orang-orang yang berada di dekatnya, dan hal ini bisa dibuktikan kebenarannya. Karena itu, beliau berpendapat, bila jutaan orang di seluruh dunia melakukan meditasi yang mendalam, ini dapat menimbulkan kedamaian dunia yang sejati.

Ide ini amat menarik bagi saya dan saya menjadi presiden pertama dalam organisasi Mahesh Yogi di Amerika. Saya juga menjadi orang pertama di Amerika yang boleh menginisiasi orang lain ke dalam rahasia meditasi ini, selain Maharishi sendiri.

Tentu saja jelas bahwa nantinya guru meditasi harus bekerja di seluruh dunia, jika orang di seluruh dunia harus melakukan meditasi. Karena itu, Mahesh Yogi membuat rencana untuk membangun akademi buat para guru meditasi yang akan didirikan di tempat yang tinggi di Pegunungan Himalaya, dekat dengan Tibet, di suatu lembah yang disebut Uttar Kashi, lembah orang-orang suci. Saya berkata kepada beliau bahwa saya akan mendapatkan tanah dan membangun akademi tersebut.

Pada tahun 1958 itu saya meraih gelar doktor dari UCLA lalu mengundurkan diri dari pekerjaan saya di akademi setelah mengajar selama sepuluh tahun di perguruan tinggi. Setelah itu, saya berkecimpung dalam bisnis. Saya menjabat sebagai wakil presiden suatu perusahaan besar dan mendapat uang dalam jumlah yang sangat mengejutkan. Namun, kecenderungan lama untuk meninggalkan segalanya tetap kuat seperti biasa. Saya mengundurkan diri dari pekerjaan itu dan pergi ke India.

Di Uttar Kashi saya menemukan suatu tempat yang ideal untuk akademi melalui suatu peristiwa yang aneh. Dalam perjalanan ke Lembah Orang-Orang Suci di tempat yang  tinggi, ada seorang polisi duduk di sebelah saya. Saya bertanya kepadanya, mengapa ia pergi ke Uttar Kashi. Ia menjawab, untuk menyelidiki seseorang bernama Hislop yang dicurigai sebagai agen CIA. Saya yakinkan dia bahwa saya bukan seorang agen. Untuk menyatakan kegembiraannya, ia menyarankan agar kami minum teh di suatu tempat perhentian di desa kecil di gunung.

Saya mengetahui dengan baik, tetapi takut menolak. Setelah itu, terjadilah bencana yang sudah saya duga bakal menimpa saya akibat memakan makanan yang kotor. Pada waktu kami tiba di Uttar Kashi, saya sakit sekali dan tidak dapat meninggalkan ashram kecil, tempat tinggal bagi saya yang sudah diatur oleh Maharishi. Akan tetapi, saya tidak mau membuang waktu.

Pada hari ketiga saya membayar seorang penunjuk jalan dan memaksa diri mendaki ke gunung di dekat tempat itu, lalu mulai mencari tempat untuk akademi. Setelah beberapa waktu, kami tiba di teras sebuah rumah pertanian yang telah ditinggalkan. Saya begitu sakit sehingga tidak mampu lagi memaksa kaki melangkah, kemudian saya merosot jatuh dan terbaring di tanah.

Saya berada di situ tidak lebih dari sedetik ketika terjadi sesuatu yang sangat aneh. Suatu kekuatan yang lembut masuk, seolah-olah berasal dari tanah, naik, dan masuk ke dalam diri saya. Setelah kira-kira lima menit, saya mampu melompat. Tidak saja saya menjadi lebih baik, tetapi sehat dan kuat sepenuhnya, seolah-olah saya tidak pernah sakit. Saya berpikir, pasti teras ini tempat yang suci. Tanah untuk akademi telah ditemukan!

Saya mengirim telegram kepada Maharishi yang saat itu berada di Eropa, dan istri saya juga di sana. Istri saya, Maharishi, wanita lain, dan seorang pengikut yang memiliki mobil Rolls Royce baru saja selesai melakukan perjalanan di Jerman dengan Rolls. Mereka menolong Maharishi ketika beliau memberikan serangkaian wacana tentang sistem meditasinya, menginisiasi orang baru yang ikut meditasi, dan menceritakan pandangannya tentang dunia yang damai.

Tanah di Uttar Kashi kami pelajari, kemudian saya pergi ke Lucknow untuk bertemu dengan Menteri Utama dan meminta agar tanah itu dilepas karena merupakan milik pemerintah negara bagian. Menteri Utama memberitahu saya bahwa ia akan melakukannya dengan senang hati karena ia sendiri sudah merencanakan untuk mengundurkan diri ke Uttar Kashi dan melewatkan sisa hidupnya sebagai seorang yogi. Ia mengatakan agar saya kembali dalam waktu sebulan dan semuanya akan siap.

Untuk menunggu sebulan, saya pergi ke Burma dan masuk ke Pagoda Buddha yang dipimpin oleh Thray Sithu U Bha Khin. Maharishi sudah memberitahukan tempat itu kepada saya untuk mempelajari dan mempraktekkan meditasi Vipassana. Di sana saya mendapat pengalaman yang mendalam dan belakangan saya kembali lagi ke sana.

Waktu sebulan berakhir. Sekali lagi saya mengunjungi Menteri Utama Uttar Pradesh, hanya untuk mendengar bencana. Partai Komunis dalam pemerintahan menuduh Menteri Utama merencanakan untuk menolong Hislop, agen CIA yang menyamar sebagai siswa yoga, dan menaruh Hislop di tempat tugas sensitif yang memudahkan dia mendengar berbagai informasi di dekat perbatasan Tibet. Orang-orang komunis itu hampir berhasil menggeser kedudukan pemerintah, dan Menteri Utama tidak berhasil melepas tanah tersebut. Saya bingung memikirkan mengapa begitu tiba di Rishikesh dan mengatur transportasi ke Uttar Kasihi, saya dicap sebagai agen CIA. Sekarang, setelah peristiwa ini, saya sadar bahwa anggapan ini pasti berasal dari Presiden India. Ketika saya tiba di New Delhi, saya menelepon Presiden dan mengatur wawancara untuk memberitahukan tentang rencana Maharishi bagi dunia, dan terutama untuk sebuah akademi di Himalaya. Wawancara itu penuh dengan rasa simpati, tetapi dalam pikirannya, pasti presiden tersebut merasa ragu dan tentu ia telah memberikan perintah agar saya diselidiki. Setelah itu saya pergi ke London dan memberitahu Maharishi tentang kejadian tersebut. Beliau berkata bahwa beliau akan segera pergi ke India dan berusaha mendapatkan tanah di Uttar Kashi. Beliau tidak berhasil. Namun, untuk menyenangkan hatinya, pemerintah memberinya tempat yang sekarang digunakan untuk akademi tersebut, di seberang Sungai Gangga dari Ashram Sivananda di Rishikesh, tempat Sungai Gangga yang timbul dari Himalaya mengalir di sepanjang dataran India menuju ke laut.

Dalam perjalanan bolak-balik ke Uttar Kashi, saya biasa tinggal kira-kira sehari bersama Swami Sivananda di ashramnya di Rishikesh. Swami Sivananda adalah seorang yogi tersohor yang dikenal di seluruh dunia. Master yoga yang kini mengajar di Canada dan Bahama, Swami Vishnudevananda, adalah murid Sivananda. Swami Sivananda adalah seorang yogi yang mempunyai berbagai siddhi ‘kesaktian’. Salah satu kebiasaannya adalah mengetuk setiap surat yang akan dikirim dari ashram. Ketika menerima surat tersebut, bahkan di Amerika, jari si penerima akan merasa panas seperti terbakar api, dengan demikian mengingatkan orang yang bersangkutan bahwa ada sesuatu yang luar biasa dalam hubungannya dengan Sivananda. Saya ketahui, jika surat itu diletakkan di tanah dan ditutup pasir sebentar, apa pun yang menyebabkan rasa terbakar itu akan hilang.

Ketika kembali ke Los Angeles, teman-teman saya dan saya sendiri meneruskan membangun organisasi Mahesh Yogi. Charles Lutes, yang menjabat sebagai presiden organisasi tersebut di Amerika pada waktu buku ini ditulis, aktif dalam pekerjaan ini. Konferensi nasional pertama kami selenggarakan di hotel utama Pulau Catalina, di seberang Pantai California. Suatu peristiwa yang terjadi di sana mengakhiri hubungan saya dengan organisasi Mahesh Yogi. Saya sendiri cukup baik dalam meditasi (yang sekarang disebut Meditasi Transendental), tetapi saya memberitahu orang-orang yang saya inisiasi bahwa meditasi itu akan membawa mereka ke tujuan hidup, kebebasan, kesadaran diri yang sejati, persatuan dengan Tuhan. Selama tinggal dua minggu di hotel, saya akan bebas tanggung jawab, karena Maharishi dan Charles Lutes dapat melangsungkan pertemuan tersebut. Saya memutuskan untuk tinggal di kamar saya, tidak melakukan apa pun kecuali bermeditasi terus menerus dari pukul 3.00 pagi hingga saya tertidur pada malam hari, dan melihat apakah saya dapat menghayati secara langsung hal-hal yang saya katakan kepada orang-orang yang saya inisiasi dalam meditasi tersebut. Setelah beberapa hari melakukan meditasi dari pukul 3.00 pagi hingga waktu tidur, gelombang kebahagiaan mulai melanda diri saya. Perasaan itu demikian kuat, sehingga saya hampir tidak mampu menanggungnya. Namun, pada  saat yang bersamaan, timbul kesadaran yang menghancurkan hati saya. “Perasaan ini dialami dalam sistem syaraf badan, ini bukan kebahagiaan jiwa suci yang oleh para resi zaman dahulu dilukiskan sebagai kedamaian yang melampaui segala pengertian. Pada saat ini saya insaf bahwa pekerjaan saya merupakan contoh sempurna seorang pemimpin yang buta, dan terutama bila saya menginisiasi orang-orang untuk meditasi tersebut. Saya langsung pergi ke kamar Maharishi, mengundurkan diri, dan kembali ke daratan.

Setelah  itu,  istri  saya  dan  saya  kembali  ke  Burma  untuk lebih mendalami meditasi vipassana. Meditasi vipassana adalah suatu pengalaman yang tidak dapat diingkari oleh pikiran saya yang kritis. Karena pembaca mungkin berminat, dan karena saya sangat dipengaruhi oleh cara-cara Buddhis, saya akan menjelaskan disiplinnya dengan singkat. Katanya inilah disiplin yang dilakukan Buddha sendiri di bawah pohon bodhi ketika Beliau mendapatkan pencerahan, dan sekarang hanya diajarkan oleh Thray Sithu U Ba Khin. Beliau mempelajarinya dari seorang ahli meditasi di kedalaman rimba Burma. Dari berbagai cara untuk mendekati pemusnahan pikiran, katanya meditasi versi vipassana ini paling sulit, tetapi paling efisien. Ketika Way Bu Sayadaw, seorang biksu Burma terkenal yang sudah mencapai kebebasan semasa masih hidup, mendapat halangan yang tidak dapat diatasi dalam meditasinya, ia datang menghadap U Ba Khin untuk mohon petunjuk dalam cara tradisional Buddha. Dengan ini, ia dapat mengatasi kendala yang masih tersisa dan mencapai kebebasan.

U Ba Khin sendiri telah bersumpah untuk menjadi Buddha kelak pada masa yang masih jauh mendatang dan karena itu, ia sengaja tidak menempuh jalan kesadaran diri sejati secara total. Semua ini kami dengar dari U Ba Khin pada berbagai kesempatan dalam rentang waktu bertahun-tahun. Saya mendapat kesempatan untuk bertemu dan berbicara dengan Way Bu Sayadaw dan amat terkesan olehnya. Meditasi vipassana yang ditujukan langsung untuk mencapai kebebasan ada dalam tradisi Theravada, Buddhisme dari Selatan.

Meditasi Mahayana, atau Buddhisme dari Utara, berbeda dari pendekatan Theravada. Mula-mula saya mempelajari meditasi ini dari Dalai Lama ketika saya berkunjung ke tempat tinggalnya di Upper Dharmasala, kemudian dari Trungpa Rimpoche ketika beliau berada di Scotlandia. Sekarang beliau cukup terkenal. Pada waktu itu, teman-teman di Inggris baru saja membeli rumah yang besar dan tanah yang luas di Scotlandia untuk Trungpa Rimpoche, sebagai wihara Tibetnya di Eropa.

Menurut sejarah Tibet, beliau telah dilahirkan enam belas kali sebagai pimpinan kelompok enam vihara Tibet. Ketika China menyerbu Tibet, beliau melarikan diri dan diketemukan oleh seorang wanita Inggris. Wanita itu membawa beliau ke Inggris dan menyekolahkannya di Universitas Oxford.

Ketika saya bertanya kepadanya tentang kelahirannya yang berkali-kali, ia menceritakan kepada saya tentang kelahirannya yang sekarang ini. Ketika ia meninggal, para biksu senior pergi mengunjungi biksu pemimpin dalam tradisi mereka. Ada beberapa tradisi atau tarekat para biksu di Tibet. Para biksu senior itu memberitahukan bahwa pemimpin mereka telah meninggal. Pemimpin tarekat kemudian melakukan meditasi yang mendalam dan memberitahukan apa yang dilihatnya.

Beliau melihat bayi yang dilahirkan lagi, orang tua si bayi, desa mereka, tetangga mereka, dan anjing di rumah itu. Akan tetapi, geografinya, letak desa di peta tidak terlihat. Kabar ini kemudian disebarkan ke seluruh Tibet. Akhirnya datang jawaban bahwa keterangan tentang tempat tersebut telah diketemukan, dan diberikan lokasi desanya.

Berikutnya diadakan kunjungan. Rombongan pengunjung terdiri dari beberapa biksu yang dulu berhubungan dekat dengan almarhum pimpinan vihara, dan beberapa biksu yang tidak dikenalnya. Kelompok itu membawa sejumlah barang lama, beberapa di antaranya adalah milik almarhum pimpinan vihara, dan yang lain bukan. Para biksu yang berkunjung itu duduk    di hadapan sang bayi dan menyebarkan barang-barang lama tersebut untuk diperlihatkan. Ujiannya yaitu, bayi tersebut harus langsung menunjuk biksu yang dikenalnya sebelum meninggal dan barang-barang lama  yang  pernah  menjadi  miliknya. Bayi itu langsung lulus ujian. Para biksu tersebut kemudian bertanya kepada orang tua sang bayi, apakah suami istri itu rela menyerahkan pimpinan vihara mereka kepada mereka agar dapat dididik dan dilatih untuk jabatannya yang tinggi.

Saya bertanya kepada Rimpoche, apakah ketika tumbuh menjadi dewasa, beliau ingat masa lalunya? Beliau menjawab bahwa beliau sering ingat, tetapi para gurunya mengatakan kepadanya bahwa itu hanya mimpi dan beliau harus me- lupakannya serta memperhatikan pelajaran. Kami tinggal bersama Rimpoche di rumahnya di Scotlandia selama sebulan, mengajarnya mengendarai mobil, menjadi kenal baik dengannya, dan bertemu lagi beberapa tahun kemudian di California.

Demikianlah ketika pertama kali berjumpa dengan U Ba Khin, saya mempunyai sedikit pengertian tentang cara-cara Buddhis, tetapi tidak mempunyai pengetahuan sebelumnya tentang apa yang akan saya alami dalam meditasi vipassana. Sesungguhnya aspek penting dalam meditasi tersebut yaitu kami tidak boleh mengetahui lebih dahulu karena pengalaman itu tidak boleh dibayangkan oleh pikiran. Alasannya, pikiran itu sangat kuat dan akan memproyeksikan konsep-konsepnya. Pengalaman dalam meditasi vipassana tidak boleh diketahui lebih dahulu dan diharapkan. Pengalaman itu harus baru dan benar-benar merupakan kejutan. Dengan cara ini, guru meditasi dapat menilai apakah siswanya benar-benar mendapat kemajuan.

Ada beberapa gua untuk meditasi. Gua yang gelap dan tenang itu terletak di bawah Pagoda. Setiap siswa akan sendirian di dalam sebuah gua. Latihan dimulai pukul 5.00 pagi dan terus berlangsung hingga pukul 21.00 dengan istirahat selama sejam untuk makan siang. Tugas pertama yaitu memusatkan perhatian pada pertemuan hidung dan bibir atas, dan menyadari napas yang masuk melalui lubang hidung  jika  menghirup  napas  dan bila napas dihembuskan keluar melalui lubang  hidung. Bila pikiran melantur, kami hanya mengawasinya, kemudian dengan tenang mengembalikannya pada tugas semula. Istri saya maju lebih cepat daripada saya. Saya memerlukan waktu seminggu sebelum pikiran saya bisa mapan dengan tenang pada pertemuan hidung dengan bibir tanpa melantur ke mana-mana. Setelah beberapa hari berlatih, pikiran menjadi sadar pada suatu titik di pertemuan hidung dan bibir yang terasa sangat panas atau sangat dingin. Karena pikiran dapat dipusatkan pada perasaan ini, maka terjadilah kemajuan yang lebih cepat.

Ketika melihat bahwa pikiran saya sudah tenang, U Ba Khin memanggil saya ke Pagoda di bawah kubah pusat yang terletak di puncak menara. Katanya di tempat ini kami dilindungi dari pengaruh tak terlihat yang berasal dari kekuatan dan ketegangan dari luar. Beliau memberitahu agar saya memusatkan pikiran seperti dalam latihan. Kemudian ia berkata, “Gerakkan pikiran- mu ke ubun-ubun.” Seketika itu juga saya merasa seperti ada banyak semut merayap di sana, dan secara spontan saya langsung mengangkat tangan untuk meraba bagian tersebut. Kemudian U Ba Khim berkata, “Tidak. Jangan lakukan itu. Kita akan memulainya lagi.” Kemudian beliau memberitahu saya agar menggerakkan perhatian saya turun ke wajah. Dengan ini, sekarang perasaan yang saya alami adalah seperti terbakar. Perasaan ini mengikuti pikiran saya. Setelah itu saya diberitahu agar kembali ke gua dan berlatih dengan perasaan tersebut hingga saya dapat menempatkannya di setiap bagian tubuh saya. Perasaan ini disebut annica (dibaca sebagai annaysa). Katanya ini adalah persepsi langsung timbul dan hancurnya partikel paling halus yang membentuk massa fisik tubuh. Ini persepsi langsung bahwa tubuh itu sementara, karena itu, bukan kenyataan sejati seseorang. Hancurnya setiap partikel bersifat atom dan karena itu menimbulkan perasaan panas seperti terbakar. Beberapa siswa yang tubuhnya mengandung ketidakmurnian, tidak dapat menanggung penderitaan rasa terbakar, mereka harus berhenti dan pergi. Setelah berhari-hari melakukan hal ini, segala ketidakmurnian habis terbakar dan annica dapat digerakkan dengan bebas ke seluruh tubuh. Saya masih tetap memiliki kemampuan untuk menggerakkan annica ke seluruh tubuh.

Ketika guru meditasi mengetahui hal ini, beliau melanjutkan dengan  langkah  berikutnya.  Beliau  memberitahu  agar  saya memusatkan perhatian di dada. Setelah dua atau tiga hari, annica, yang pada mulanya terasa di seluruh bagian dada, menyempit sehingga tidak ada perasaan di seluruh tubuh kecuali satu titik  kecil di pusat dada. Agaknya, ukurannya tidak lebih besar daripada kepala peniti. Ketika guru meditasi mengetahui ini, saya dipanggil lagi ke Pagoda. Saya diberitahu agar berkonsentrasi lagi hingga yang terasa hanya ujung jarum annica. Kemudian U Ba Khin berkata kepada saya,“Saya akan mengatakan,‘Berikan pikiranmu kepada saya’.” Begitu kata itu diucapkan, ada angin sedingin es masuk ke dalam diri saya di tengkuk. Karena keheranan, saya mengangkat tangan ke sana. U Ba Khin berkata, “Tidak. Jangan lakukan itu. Kami akan mencoba lagi.” Kali ini angin dingin masuk dari sekitar leher (paling tidak, itulah yang saya rasakan). Saya merasa sejuk dan sangat menyenangkan. Sementara perasaan yang sejuk dan menyenangkan ini menyebar ke seluruh tubuh, saya merasa menjadi seringan bulu. Setelah itu, saya diberitahu agar kembali ke gua dan melakukan latihan ini hingga perasaan ini dapat saya kendalikan.

Namun, di luar gua saya tidak pernah bisa melakukannya kecuali sekali, ketika berhenti di Roma, saya pergi ke suatu gereja Katolik kuno, memusatkan pikiran, dan kembali dipenuhi dengan rasa ringan yang sejuk dan menyenangkan itu. Bagaimanapun juga istri saya jauh lebih baik daripada saya dan dapat melakukan sesuatu yang disebut masuk ke dalam keadaan transendental.

Pada waktu itu saya beranggapan bahwa latihan spiritual dengan cara Buddhis ini pastilah jalan menuju kebebasan, menuju kesadaran kesunyataan, ke tujuan hidup. Istri saya juga merasa demikian.

Namun kemudian, setelah berlatih di dalam pagoda selama dua atau tiga bulan setiap tahun selama enam tahun, kami mendengar tentang Sri Sathya Sai Baba. Saya merasa sangat kagum dan harus menyaksikan sendiri. Istri saya yang tidak tahan pada iklim India, mau ikut pergi karena masalah kakinya. Pada tahun sebelumnya, di Switzerland, di perkemahan Krishnamurthi, ia jatuh dan kakinya patah. Ketika kami kembali ke California dan gips dibuka, tulang kakinya menyambung dalam keadaan bengkok. Dokter mengatakan bahwa ia akan begitu terus seumur hidupnya dan akan selalu menggunakan tongkat. Ketika kami diberitahu bahwa Sri Sathya Sai Baba dapat mengubah hidup seseorang dan perubahan itu menetap, ia berpikir, “Mungkin kaki saya juga dapat diubah!” Ternyata benar. Baba memperhatikannya tanpa menyentuhnya, lalu memberi tahu bahwa kakinya akan menjadi baik ... dan terjadilah demikian. Perlahan-lahan kaki itu berubah sendiri, kemudian dalam waktu beberapa bulan menjadi sembuh sama sekali, dan sejak saat itu menjadi seperti kaki baru.

Cara Buddhis menggunakan intelek dan pikiran. Walaupun saya amat menghargainya dan berterimakasih sekali karena telah menemukan disiplin ini, saya merasa bahwa hati saya kering, bahwa saya mempunyai hati Barat yang gersang dengan sedikit kasih tersisa di dalamnya. Kami juga mulai menyadari bahwa disiplin vipassana bisa berbahaya untuk hidup di dunia, dan untuk melanjutkannya dengan baik, kami harus menjadi seorang biksu seperti pada zaman Buddha. Namun, ini tidak mungkin karena Burma tertutup bagi orang asing yang ingin tinggal lama. Pertimbangan ini tidak jelas dan tidak lama berada dalam pikiran saya, tetapi saya kira gagasan tersebut ada agar pikiran kami tetap terbuka.

Ketika bertemu dengan Baba, saya langsung tahu tanpa ragu bahwa Beliau adalah sumber kebijaksanaan yang sejati bagi saya. Suasana pertemuan kami yang pertama dengan Baba sungguh menguntungkan. Sekarang selalu ada puluhan ribu orang di  sekitar Beliau. Namun pada bulan Januari 1968, orang asing yang berada di ashram Prashānti Nilayam tidak sampai selusin jumlahnya. Ashram ini terletak di samping desa Puttaparti, tempat Baba dilahirkan. Pada masa itu hanya ada beberapa kamar untuk pengunjung, mungkin kurang dari setengah lusin. Kami diberi dua kamar, satu untuk wanita dan satu untuk pria. Begitu kami selesai mengatur kamar dan duduk, Baba datang mengunjungi kami. Setiap hari Beliau kembali mengunjungi kami, sering dua kali sehari, dan setiap kali Beliau tinggal selama kira-kira sejam. Istri saya dan saya menjadwalkan untuk tinggal selama sepuluh hari, kemudian akan meneruskan perjalanan ke Burma.

Pengaruh yang timbul dalam diri saya akibat pertemuan pertama dengan Baba ini sungguh sulit diungkapkan dengan kata-kata dan barangkali bahkan tidak mungkin. Seluruh diri saya terpengaruh secara mendalam dan berubah. Tiba-tiba Baba menjadi pusat kehidupan saya dan tetap demikian.

Di hadapan Beliau, pada pertemuan pertama itu, dunia lepas dari diri saya, seluruh kesadaran saya tertarik ke dalam batin, dan pada tahap kesadaran yang paling halus, Baba muncul di hati saya sebagai kasih. Cinta kasih tidak dapat diragukan, dan Baba adalah cinta kasih ini. Hal ini juga tidak dapat diragukan. Saya beranggapan hanya Tuhan sendirilah yang dapat memasuki hati saya sebagai cinta kasih, dan sejak waktu itu, penghayatan kehadiran Tuhan ini tidak pernah berubah.

Tentang bagaimana pendapat orang lain mengenai Baba, bagi saya tidak penting, karena saya tidak dapat mengingkari pengalaman saya sendiri. Saya langsung menjadi bakta Baba yang suci dan dengan bahagia tetap demikian.

Dengan heran saya dapati bahwa walaupun selama ini saya selalu menggunakan pendekatan intelektual dalam kehidupan spiritual, begitu saya bertemu dengan Baba, jalan bakti langsung menjadi sangat wajar bagi saya. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan saya pada masa mendatang, dan saya pun tidak terlalu memikirkannya. Sejauh perhatian saya bisa tetap dengan saat ini, menyadari kehadiran langsung Guru Sejati yang selalu penuh kasih, selalu peduli, sejauh itu pikiran tentang masa mendatang tidak saya pedulikan atau saya risaukan.

Tuhan ada di dalam dirimu, dan Tuhanlah yang telah memberi dorongan kepadamu untuk memproyeksikan Beliau ke dunia luar sebagai patung ini atau gambar itu, untuk mendengarkan curahan perasaanmu dan memberikan rasa damai kepadamu. Tanpa inspirasi, hiburan, dan kebahagiaan yang Beliau anugerahkan dari dalam batin, engkau akan gila dan mengacau bagaikan seseorang yang telah kehilangan tambatannya dan terombang-ambing kian kemari tanpa kemudi di laut yang dilanda badai. Berpeganglah kepada Beliau di dalam hati, dengarkan nasihat dan hiburan yang Beliau bisikkan dalam keheningan. Bercakap-cakaplah dengan Beliau, melangkahlah sesuai dengan petunjuk Beliau, maka engkau akan sampai di tujuan dengan aman dan cepat.

Gambar suci yang kauletakkan di altar, bunga yang kauletakkan di situ, lagu-lagu pujian yang kaulantunkan, tirakat yang kaujalani, melewatkan malam tanpa tidur, semua ini adalah kegiatan yang membersihkan, yang melenyapkan halangan dalam usahamu menyadari Tuhan di dalam batinmu. - Sathya Sai Baba