TINGKATKAN PENGALAMAN ĀTMA YANG PENUH KEBAHAGIAAN JIWA
Manusia sibuk dalam berbagai bentuk usaha, tetapi yang paling penting di antara semua ini adalah usaha untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman rohani. Segala usaha didasarkan pada usaha spiritual. Ini merupakan rajanya segala kebudayaan. Raja membuat hukum, tetapi ia sendiri berada di atas dan di luar hukum-hukum tersebut. Demikian pula segala aturan dan hukum, segala perbedaan antara yang benar dan salah, antara dosa dan kebajikan, sukacita dan dukacita, hanya memengaruhi jiwa yang mementingkan pikiran serta budi (buddhi) dan bukannya ātma. Karena itu, usaha untuk mencapai penghayatan ātma penting bagi semua, yaitu penghayatan ātma yang murni, meyakinkan, dan mengatasi keakuan pribadi kita. Hal ini juga mudah karena ātma itu bagaikan ibu bagi semua, mendengarkan ātma sama halnya seperti seorang anak mendengarkan bundanya. Setiap manusia dapat memperoleh penghayatan itu, sesungguhnya setiap manusia berhak mengalaminya. Inilah sebabnya mengapa latihan rohani untuk menyadari ātma Kuanggap demikian penting.
Syarat-Syarat Dasar
Ātma juga dikenal sebagai Brahman, maka mempelajari pengetahuan ātma atau pengetahuan Brahman (ātma vidyā) harus dianggap sebagai tujuan setiap siswa.
Siswa semacam itu harus memenuhi beberapa persyaratan dasar. Hanya setelah itu mereka layak disebut siswa. Persyaratan-persyaratan itu adalah: kemampuan memilah-milah antara yang nyata dan tidak nyata, kekal dan sementara, dan sebagainya (viveka), ketidakterikatan, tidak melekat pada dunia materiel dan segala keinginan yang rendah (vairāgya), dan enam sifat yang membentuk watak yang baik, yaitu: kemampuan untuk mengendalikan indra, pengendalian pikiran, perasaan, dan ingatan, keterlepasan dari daya pikat lahiriah, kemampuan untuk menanggung untung dan malang dengan tenang, keyakinan pada kasih Tuhan, dan keseimbangan serta ketenangan batin. Para peminat kehidupan rohani yang memiliki hal-hal tersebut dapat berharap mencapai ātma dengan penuh keyakinan dan tanpa banyak kesulitan.
Tempuh Hidup yang ber-Dharma
Ātma yang tertinggi (Paramātma) mempunyai enam ciri utama yaitu: kebijaksanaan yang sempurna (jñāna), ketidakterikatan yang sempurna (vairāgya), keindahan Ilahi, kemuliaan kekuatan yang sempurna (aiśvarya), kemasyhuran yang tidak memudar, dan peruntungan baik yang tiada habisnya. Sifat Beliau adalah eksistensi sempurna (sat), pengetahuan sempurna (cit), dan kebahagiaan sempurna (ānanda). Hal-hal ini juga berhubungan dengan manusia melalui ātma di dalam dirinya. Demikianlah seluruh umat manusia berhak menyadari dan menikmati ciri-ciri serta sifat-sifat ini. Hal ini merupakan kewajibannya yang telah ditetapkan. Kesengsaraan dunia saat ini timbul karena manusia tidak melaksanakan kewajiban tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan orang melakukan perbuatan yang sama sekali bertentangan dengan petunjuk-petunjuk dharma bagi orang yang hidup berkeluarga (gṛhastha). Orang-orang tidak mengikuti jalan yang telah ditetapkan oleh kitab-kitab suci (Śāstra) dan kitab hukum Manu (Manusmṛti). Tidak ada kejujuran sedikit pun dalam dirinya. Kebenaran adalah kebajikan yang paling suci. Dengan menempuh jenis kehidupan yang primitif, ia kehilangan keberanian ketika menghadapi kesulitan yang paling ringan sekalipun dan menghentikan perjuangan hidupnya. Ia mengembangkan suatu penyangkalan diri yang semu. Jika saja ia memasuki kehidupan rumah tangga dengan sikap dan kesediaan untuk melaksanakan kewajibannya, maka ia tidak perlu melarikan diri dari situ dan mencari gua serta hutan. Setiap orang dapat menyadari Tuhan melalui kewajibannya masing-masing dan dalam kehidupannya masing-masing, sesuai dengan petunjuk dharma.
Kontemplasi kepada Tuhan harus berlangsung dalam kehidupan yang sesuai dengan dharma. Jenis kehidupan semacam ini tidak memerlukan kedudukan, kesarjanaan, atau kesombongan. Hal yang disebut terakhir ini hanya menyesatkan manusia. Hanya melalui kehidupan semacam inilah (kehidupan yang sesuai dengan dharma) maka pikiran, perasaan, ingatan, dan akal budi dapat dikendalikan; pengetahuan ātma (ātma vidyā) diusahakan, dan kehendak diarahkan pada hal-hal yang lebih luhur.
Tabiat yang baik sangat penting untuk menyadari ātma. Dengan kata lain, segala kecenderungan buruk harus dicabut hingga ke akar-akarnya. Sebagaimana halnya pasukan tentara kehilangan semangat dan menyerah bila komandan mereka jatuh, maka pasukan sifat-sifat buruk pun akan menyerahkan senjata mereka segera setelah egoisme (ahaṅkāra) dimusnahkan. Semua sifat buruk ini bermukim di kerajaan kemarahan, maka bila kerajaan tersebut dihancurkan, prajuritnya tidak akan bangkit lagi. Cukuplah mencapai hal ini seorang diri, karena apakah yang dapat dicapai oleh komandan egoisme (ahaṅkāra) tanpa seorang prajurit pun di bawah perintahnya? Karena itu, segala usaha harus diarahkan untuk menghancurkan kerajaan kemarahan sehingga tidak seorang komandan pun berani melepaskan anjing-anjing pemburunya untuk berperang. Biarlah tiap peminat kehidupan rohani menjaga agar wilayah pikiran, perasaan, dan ingatannya selalu tenang, dengan mencegah bangkitnya para prajurit dan komandan tersebut. Biarlah setiap peminat kehidupan rohani selalu menikmati cahaya dan kehangatan senyuman penguasa sejati, sang ātma.
Delapan Gerbang
Pembinasaan segala perubahan dan kegelisahan pikiran, perasaan, serta ingatan merupakan keadaan yang diperlukan sebelum mendapat audiensi dengan penguasa tersebut. Balai sidangnya mempunyai delapan gerbang yang harus dilalui oleh orang-orang yang hendak mendapat audiensi, yaitu pengendalian indra dalam (yama), pengendalian indra luar (niyama), sikap duduk (āsana), pengendalian napas (prāṇāyāma), pengendalian pikiran, perasaan, dan ingatan (pratyāhāra), konsentrasi (dhāranā), meditasi (dhyāna), dan tingkat kesadaran super (samādhi).
Dari ke delapan gerbang ini, meditasi adalah yang ketujuh dan tingkat kesadaran super adalah yang kedelapan. Meditasi adalah jalan yang mudah menuju ke tingkat kesadaran super.
Bila pikiran, perasaan, dan ingatan telah dikendalikan dengan kedelapan disiplin tersebut, maka kehendak akan dapat dikembangkan dengan mudah. Kehendak adalah sifat Tuhan dan disebut juga sebagai hukum Tuhan. Hanya dengan berkehendak saja Tuhan dapat melakukan segala sesuatu seketika itu juga dan dengan mudah. Tetapi manusia tidak dapat mewujudkan kehendaknya dengan segera. Kekuatan kehendak merupakan faktor yang menentukan. Dalam diri manusia, kehendak ini tidaklah kuat sekali; bila ia mencapai kekuatan tersebut, ia memperoleh sesuatu yang sepadan dengan kekuatan Tuhan. Itulah yang dimaksud dengan peleburan (laya). Peleburan semacam itu dimungkinkan melalui meditasi (dhyāna).
Keinginan Berhadapan dengan Kehendak
Beberapa orang menggunakan istilah ‘keinginan’ dan ‘kehendak’ seolah-olah tidak ada perbedaan di antara keduanya. Ini sangat keliru. Keinginan berhubungan dengan kecenderungan (vāsanā) atau kebiasaan yang tertanam dalam pikiran, perasaan, dan ingatan (manas). Kehendak berhubungan dengan sifat dasar ātma. Keinginan berarti ketagihan untuk memperoleh sesuatu; kehendak adalah ketetapan hati atau kebulatan tekad untuk mendapatkannya. Keduanya, keinginan dan kehendak didasarkan pada akhlak orang tersebut. Sekali kesadaran ātma diperkuat, maka kehendak dan keinginan akan dapat diarahkan pada hal yang lebih luhur. Bila keinginan dan kehendak ditingkatkan tanpa ditinjau dari sudut pandang ātma, maka segala kekeliruan dan cacat cela pikiran, perasaan, dan akal akan tercampur dengan hal-hal yang diinginkan dan dikehendaki.
Tempuhlah Langkah Demi Langkah
Anak tangga yang lebih rendah dapat dilihat dari anak tangga yang lebih tinggi dan bukan sebaliknya yang lebih tinggi dilihat dari yang lebih rendah. Karena itu, manusia harus berusaha maju selangkah demi selangkah, makin lama makin tinggi, atau dengan kata lain, dari kebudayaan ātma menuju kebudayaan kehendak dan dari situ menuju ke kebudayaan tingkah laku yang bersusila. Kemudian ia akan dapat menikmati kebahagiaan ātma secara mudah dan wajar.
Bila seorang anak kecil belum dapat berjalan, ibunya akan memberi semangat agar kadang-kadang ia berusaha berjalan beberapa langkah di dalam rumah sebelum ia diizinkan untuk pergi ke jalan raya. Sebaliknya, bila pertama- tama anak kecil ini diletakkan di jalan raya, bagaimana ia dapat belajar? Selain itu, bagaimana pula dengan berbagai bahaya di jalan raya? Demikian juga, mula-mula faktor batin harus dikuatkan, kemudian faktor lahir seperti aturan-aturan kesusilaan dan sebagainya menjadi mudah. Akhlak tanpa dasar perbaikan batin tidak akan tertanam secara mendalam. Karena itu, peningkatan kesadaran ātma merupakan dasar yang diperlukan.
Tujuan latihan rohani adalah untuk menghapuskan maksud, keinginan, atau kelekatan, dan hasrat yang kuat untuk memperoleh hasil. Setelah memahami hal ini dengan jelas, peminat kehidupan rohani haruslah tidak memberi peluang pada kelesuan hati, keputusasaan, perasaan gagal, atau keraguan. Ia harus sabar dan menanggung segala sesuatu dengan tabah. Karena itu, peminat kehidupan rohani harus mengembangkan dalam dirinya semangat, keyakinan, kegiatan, dan sukacita, sambil terus-menerus mengarahkan perhatiannya pada hasil usahanya yang besar dan mulia (yang kelak akan dicapainya). Ia harus menolak segala kesulitan dan godaan dengan tegas. Karena yang terakhir ini hanya sementara dan lemah, mereka akan dapat diatasi dengan mudah, dengan sedikit kesabaran. Bila peminat kehidupan rohani tidak waspada dan sabar, segala sukses yang telah dicapainya akan lenyap pada saat-saat lalai.
Para peminat kehidupan rohani, yogi, dan sannyāsin harus mendaki tangga. Anak tangganya adalah perdebatan, tanpa perdebatan, analisis, tanpa analisis, persetujuan, dan sebagainya (sa-vitarka, nir-vitarka, sa-vicāra, nir-vicāra, samatā, dan sebagainya).
Tidak Ada Masa Lampau atau Masa Depan
Pengetahuan duniawi bukanlah pengetahuan sejati. Itu adalah pengetahuan relatif, pengetahuan mengenai yang tidak nyata. Pengetahuan akan yang mutlak dan abadi adalah pengetahuan sejati. Itu dicapai dengan meditasi. Api meditasi dan yoga akan membakar habis kegiatan pikiran, perasaan, akal, dan ingatan (manas) yang tidak berguna. Segera setelah itu, pengetahuan sejati (jñāna) akan memancarkan terangnya; ia akan bersinar dengan kegemilangan yang tidak memudar. Cahayanya tak pernah sirna. Manusia yang telah menetap dalam pengetahuan sejati ini, tidak mengenal masa lalu atau masa depan; bagi mereka segala zaman berada dalam masa kini, dalam saat yang sungguh-sungguh sedang dialami.
Bersihkan dan Berilah Makanan pada Pikiran, Perasaan, dan Ingatan
Sebagaimana sabun diperlukan untuk membersihkan badan jasmani kita, maka untuk membersihkan pikiran, perasaan, dan ingatan di dalam batin diperlukan pengulang-ulangan nama Tuhan, meditasi, dan mengingat Tuhan (smaraṇa). Sebagaimana makanan dan minuman diperlukan untuk memelihara agar badan tetap kuat, demikian pula kontemplasi pada Tuhan dan meditasi pada ātma diperlukan untuk menguatkan pikiran, perasaan, dan ingatan. Tanpa makanan serta minuman ini, pikiran, perasaan, dan ingatan akan terhuyung-huyung kian kemari. Selama gelombang meresahkan permukaan air, maka dasarnya tidak akan dapat dilihat. Bila gelombang hawa nafsu atau keinginan mengguncangkan permukaan air pikiran, perasaan, dan ingatan, bagaimana manusia dapat melihat ātma yang berada di dasarnya? Goncangan ini menimbulkan gelombang, dan pikiran, perasaan, dan ingatan yang terhuyung-huyung ini disebabkan oleh kekurangan makanan dan minuman.
Karena itu, bersihkan pikiran, perasaan, dan ingatanmu dengan kontemplasi kepada Tuhan. Berilah makanan dengan bermeditasi pada ātma. Hanya meditasi dan latihan rohanilah yang dapat membersihkan lubuk hatimu dan memberinya kekuatan. Tanpa kemurnian dan kekuatan, ātma akan mundur menjauh dan manusia kehilangan ketentraman hati. Kekacauan (aśānti) menetap dengan kukuh.