MENGEMBANGKAN PEMUSATAN PERHATIAN


Pikiran, perasaan, dan ingatan yang bertingkah berkelana kian kemari, tetapi  dengan  disiplin  dan  latihan  yang  tetap dalam disiplin spiritual, ia dapat diikat di suatu titik tertentu. Keadaan ini disebut fokus (ekāgratā). Ini juga disebut pemusatan perhatian (dhāranā). Aliran minyak yang tidak terputus dari wadah yang satu ke wadah yang lain merupakan simbol yang baik untuk melukiskan proses mental yang disebut pemusatan perhatian.

Bagi para pemula dalam latihan rohani, konsentrasi tampaknya sangat sulit dicapai, karena setelah memperoleh kemajuan tertentu biasanya mereka tidak meneruskan latihan. Sebaliknya, mereka menghentikannya, walaupun pada hari-hari yang mereka lewatkan tanpa latihan rohani, mereka tidak merasakan kedamaian hati.

Konsentrasi menganugerahi manusia dengan sukacita ketuhanan, kebijaksanaan yang tidak terbatas, penglihatan batin, pengertian mengenai kebenaran yang lebih mendalam, kejernihan akal budi, dan keselarasan dengan Tuhan. Ilmu latihan rohani ini lebih ajaib daripada tiga dunia!


Meditasi Monyet: Berbahaya untuk Kemajuan Spiritual

Dalam sekejap mata, pikiran, perasaan, dan ingatan merencanakan serta melaksanakan perbuatan yang tidak terhitung banyaknya dan mengembara di angkasa yang mahaluas! Ia bekerja dengan kecepatan yang tidak dapat dibayangkan.   Ia   membayangkan   suatu   objek,   bermain sebentar dengan objek itu, tetapi segera membuangnya semata-mata untuk objek lain yang lebih menarik, ia berlari ke situ dan mulai mencemaskannya!

Peminat kehidupan rohani harus selalu waspada terhadap kecenderungan pikiran, perasaan, dan ingatannya ini. Jika ia terbang berpindah-pindah dari objek yang satu ke objek yang lain, ia harus membawanya kembali ke jalan yang benar dan objek yang tepat. Itulah latihan spiritual yang benar, jalan konsentrsi dan meditasi. Walaupun demikian, jika peminat kehidupan rohani tidak berjuang untuk memusatkan pikiran, perasaan, dan ingatannya, tetapi membiarkannya sesuka hatinya dan mengikuti polah tingkah pikiran, perasaan, dan ingatan tersebut melompat- lompat dari objek ini ke objek itu, dan dari situ ke sini, maka proses tersebut pantas disebut meditasi monyet (markaṭa dhyāna), suatu jenis meditasi yang sangat merugikan untuk kemajuan rohani.


Paksalah Pikiran agar Fokus

Singkatnya, tujuan utama konsentrasi dan meditasi adalah untuk mengurangi pengembaraan pikiran, perasaan, serta ingatan dan memaksanya agar tinggal di satu tempat. Dengan menahan pikiran, perasaan, dan ingatannya dalam keadaan terpusat itu, peminat kehidupan rohani dapat melangsungkan latihan spiritualnya untuk waktu yang lama. Dengan demikian tidak terbataslah ketenteraman hati dan sukacita yang dapat diperolehnya. Misalnya saja, jika engkau bermeditasi mengenai meja, engkau merenungkan kayunya, besarnya, ukurannya, bentuknya, cara pembuatannya, dan sebagainya. Jangan memikirkan apa pun juga yang lain. Jika pikiran, perasaan, dan ingatannya melayang pada tempat tidur, gagasan tentang meja menjadi kabur dan citra tempat tidur itu pun tidak sempurna. Keduanya menjadi kacau. Keadaan pikiran, perasaan, dan ingatan haruslah terpusat. Demikian pula jika kita bermeditasi pada wujud Tuhan, pikiran, perasaan, dan ingatan harus merenungkan setiap bagian wujud Beliau dan keindahan serta kemuliaan-Nya; gagasan-gagasan tersebut harus teratur dan terangkai dalam gambaran yang lengkap.

Itulah cara untuk melakukan meditasi. Bila meditasi ini dilakukan terus-menerus, sebagai hasilnya akan timbullah rupa atau wujud tertentu (yang direnungkan). Jika wujud tersebut direnungkan, ditatap, dan dipandang terus selama berhari-hari, akhirnya akan tercapailah suatu keadaan ketika wujud itu akan lenyap dan engkau akan lupa pada dirimu sendiri. Itu adalah suatu tingkat kesadaran super (samādhi). Pada tahap itu, jika hanya satu perasaan atau satu gagasan yang menetap, maka itu disebut tingkat kesadaran super dengan gagasan (savikalpasamādhi).  Jika  tidak  ada pikiran, perasaan, dan ingatan yang tertinggal, maka keadaan itu oleh Patanjali dalam kitabnya mengenai Rāja- yoga (Rājayoga-śāstra), disebut berakhirnya pembentukan ide (bhāva-nāśana).

Bila sedang  melakukan  meditasi,  seharusnya  pikiran, perasaan, dan ingatan tidak dibiarkan berkelana meninggalkan sasaran. Setiap kali berubah haluan, ia harus dibawa kembali ke wujud yang direnungkan. Akhirnya, jika engkau menginginkannya, segala sesuatu dapat dimasukkan ke dalam wujud itu sendiri. Sekalipun demikian, pada mulanya hanya satu wujud sajalah yang harus direnungkan.

Jangan mengubah-ubahnya setiap hari, dari wujud yang satu ke wujud yang lain. Juga selama melakukan latihan rohani, janganlah engkau memikirkan hal-hal yang tidak kausukai atau hal-hal yang menimbulkan kepedihan atau menggoncangkan  imanmu.  Jika  ada  hal-hal   semacam   itu yang muncul, perlahan-lahan belajarlah menyambut mereka sebagai suatu hal yang berfaedah dan berusahalah mengambil pelajaran yang baik dari hal itu dan bukannya yang buruk.


Pikiran yang Lembam Memantulkan Kecerdasan

Tentusaja pikiran itu lembam dan tidak berdaya (jaḍa). Seperti halnya air yang lembam, mulai bercahaya bila diletakkan di bawah sinar matahari, demikian pula pikiran, perasaan, dan ingatan yang lembam meminjam kecemerlangan ātma dan tampak seakan-akan ia mempunyai kesadaran (caitanya). Budi tercermin dalam pikiran dan ingatan sehingga tampak seakan-akan pikiran dan ingatan pun cerdas, itu saja. Sifat yang sesungguhnya adalah kebodohan. Pikiran dan ingatan tidak memancarkan cahaya sendiri seperti ātma. Keindahan pikiran dan ingatan adalah seperti cahaya yang memancar dari serangga pada musim hujan. Sebaliknya, ātma adalah mataharinya segala matahari,  cahaya  segala  cahaya, terang yang utama (paramjyoti), dan bercahaya sendiri (svayamjyoti).


Kendalikan Indra Maupun Pikiran, Perasaan, dan Ingatan

Indra sendiri tidak dapat melakukan apa-apa. Mereka tidak berdiri sendiri. Jika pikiran, perasaan, dan ingatan dikuasai, maka indra pun dapat dikendalikan. Ada beberapa orang yang menjalankan olah tapa indra untuk mengendalikan pikiran, perasaan, dan ingatan! Mereka tidak mengetahui disiplin yang sesungguhnya diperlukan. Disiplin yang sebenarnya adalah pembinasaan keinginan.

Betapapun waspadanya para sipir, seorang pencoleng yang licin tetap dapat mencuri dengan beratus cara yang  mengherankan. Demikian pula betapapun pandainya engkau berusaha mengendalikan indra, pikiran, perasaan, dan ingatan akan menarik mereka ke pihaknya dan memenuhi keinginannya melalui mereka. Lihatlah, betapa Ṛṣi Viśvāmitra, walau melakukan olah tapa, jatuh karena bujuk rayu bidadari yang dikirim oleh Indra untuk menggodanya.

Jika pintu luar saja yang ditutup sedangkan pintu dalam dibiarkan tidak terkunci, maka bencana dapatlah dipastikan. Tetapi jika kedua pintu baik luar maupun dalam aman terkunci, engkau dapat tidur dengan tenteram, karena tidak ada pencuri, betapapun pandainya, akan dapat masuk dengan mudah untuk melakukan kejahatan. Karena itu, peminat kehidupan rohani harus menguasai indra luar secara mantap. Kemudian, pikiran, perasaan, dan ingatan yang tenggelam dalam hubungan subjek-objek (viṣaya) yang tiada putusnya, harus dikuasai dengan ketenangan (śānti) dan penyangkalan diri (vairāgya). Jika itu dilakukan, engkau dapat mengalami kebahagiaan spiritual yang sejati dan juga melihat ātma (dengan mata batin), dalam wujud yang sesungguhnya. Itulah sebabnya mengapa Kṛṣṇa pernah berkata kepada Arjuna, “Mereka yang ingin menguasai indra harus percaya penuh kepada-Ku”.

Indra selalu mengarah keluar, mereka haus kontak dengan dunia luar. Dengan demikian, mereka terus-menerus menghela orang-orang yang tidak bijaksana ke arah objek- objek dunia luar. Karena itu, dengan viveka dan penyangkalan diri, peminat kehidupan rohani harus menghalangi jalan indra keluar dan menahan gejolak mereka, seperti seorang sais yang menggunakan cemeti dan kendali, untuk menahan kuda-kuda yang berlari. Indra yang tidak terkendali menimbulkan kerugian yang besar. Orang yang berada dalam cengkeramannya tidak dapat melakukan meditasi sedetik pun.


Kembangkan Kebiasaan-Kebiasaan yang Baik Sebe- lum Melakukan Konsentrasi

Wujud (rūpa) merupakan dasar pokok untuk meditasi dan konsentrasi. Walaupun wujud (atau gambar Tuhan) tidak ada di depanmu, engkau harus sanggup melihatnya dengan mata batinmu. Hal itu tidak sulit bagi mereka yang melakukan konsentrasi dengan benar. Tetapi ada beberapa orang yang mempraktikkan konsentrasi tanpa lebih dahulu berusaha mengembangkan berbagai kebiasaan yang baik dan tingkah laku yang benar. Itu menandakan pengetahuan yang tidak lengkap. Konsentrasi harus didasarkan pada  sifat-sifat yang murni (sāttvika). Pikiran, perasaan, dan ingatan harus dibersihkan dan disucikan dengan pembentukan watak melalui berbagai kebiasaan yang baik. Konsentrasi harus mengikuti proses pemurnian ini, bukan mendahuluinya. Segala usaha untuk konsentrasi yang dilakukan tanpa membersihkan pikiran hanyalah pemborosan waktu. Banyak orang  besar  telah  menghancurkan  hidup  mereka  karena mencoba mencapai konsentrasi tanpa disiplin kebiasaan yang baik.


Majulah Perlahan-lahan tetapi Mantap

Juga dalam konsentrasi engkau harus berhati-hati agar jangan menggunakan hal yang tidak disukai pikiran, perasaan, dan ingatan sebagai objek (meditasi), karena betapapun kerasnya engkau berusaha, pikiran, perasaan, dan ingatanmu tidak akan menetap di situ. Karena itu, pada mulanya gunakan objek-objek yang menyenangkan.

Duduklah dalam sikap teratai (padmāsana) dan pusatkan pandanganmu di ujung hidung. Mula-mula untuk semenit, kemudian tiga menit, beberapa hari kemudian enam menit, setelah beberapa waktu sembilan menit. Demikianlah konsentrasi harus dikuatkan secara bertahap, tidak perlu tergesa-gesa. Dengan cara ini, setelah beberapa waktu engkau dapat melakukannya hingga setengah jam. Hanya kemajuan ini tidak boleh kaupaksakan. Disiplin harus dikembangkan secara perlahan-lahan, tetapi mantap.

Dengan praktik, pikiran, perasaan, dan ingatan akan menetap dan kekuatan untuk melakukan konsentrasi akan meningkat. Untuk mencapai konsentrasi dan memperoleh pemusatan perhatian, sedikit banyak engkau harus mengerahkan tenaga. Engkau harus memusatkan pikiran, perasaan, dan ingatanmu kepada Tuhan dan menjauhkan segala pikiran, perasaan, dan ingatan lain yang datang dari alam mental. Dengan berlatih terus-menerus seperti ini, maka pandangan batinmu akan terpusat dan menetap teguh pada Tuhan yang bersemayam dalam hatimu. Itulah tujuan yang sesungguhnya; hasil meditasi yang sepenuhnya.

Menurut kitab Yoga-śāstra, konsentrasi adalah pemusatan pikiran, perasaan, dan ingatan pada suatu objek tanpa penyimpangan. Hanya konsentrasilah yang dapat membuat meditasi berhasil. Sifat yang sesungguhnya adalah pemusatan perhatian; kekuatan konsentrasi ini akan melenyapkan keraguan. Ini ditimbulkan oleh kebahagiaan jiwa. Nama (Tuhan) sangat penting untuk meditasi karena hanya itulah yang dapat menjamin sukses yang cepat. Walaupun keyakinan yang sempurna tidak timbul dengan cepat, nama (Tuhan) tersebut haruslah tidak dihentikan atau diganti, karena praktik meditasi pasti akan menghasilkan kemenangan. Meditasi adalah kekuatan spiritual, kekuatan yang akan menjauhkan penyakit keduniawian (saṁsāra).