CHINA KATHA 1


KESEDIHAN YANG LEBIH BESAR DENGAN CEPAT AKAN MENYINGKIRKAN KESEDIHAN YANG LEBIH KECIL

 

Ketika Maharaja Dasaratha wafat, tidak ada seorang pun putranya yang berada di dekatnya untuk melaksanakan upacara pemakaman. Maka dikirimlah berita pada dua putarnya yang lebih muda, Bharata dan Satrugna, yang telah pergi ke ibu kota kerajaan sanak keluarganya. Mereka tidak diberi tahu tentang kematian ayah mereka. Ketika tiba, mereka amat terkejut karena melihat tubuh ayah yang disayanginya diam dan kaku. Mereka berlari kepada Kausalya, Ratu dan ibu tiri mereka. Ratu menangis ketika kedua anak itu berlari menuju ke kamarnya. Anak-anak itu amat terkejut dan bertanya mengapa. Kemudian Ratu menceritakan berita sedih tentang kematian ayahnya. Bharata tenggelam dalam duka cita karena tragedi ini, ia menangis keras-keras sambil memukul dadanya. Penderitaan hatinya tidak terhiburkan. Dalam kesedihannya ia berkata: “Ibu, betapa malangnya aku. Ketika ayah sakit, pada hari-hari akhirnya, aku tidak mendapat kesempatan untuk merawatnya. Wahai saudaraku, engkau juga kehilangan kesempatan yang berharga untuk merawatnya,” katanya sambil menepuk kepala Satrugna. Setelah beberapa saat, ia melanjutkan: “Ibu, betapa mujurnya Rama dan Laksmana. Mereka bersama ayah. Mereka merawat ayah ketika beliau menghembuskan napasnya yang terakhir. Karena kami jauh, apakah ayah meninggalkan amanat bagi kami? Apakah keinginannya yang terakhir mengenai kami? Apakah beliau ingat pada kami, dan minta agar kami disusul? Kausalya berkata: “Nah, hanya satu kata yang diucapkannya dan satu wujud yang dipandangnya; kata itu adalah Rama, wujud itu adalah Rama.” Bharata nampak tercengang. Ia bertanya: “Bagaimana ini? Beliau mengucapkan nama Rama dan merindukan wujud Rama yang berada di sisinya, dan tidak merindukan aku yang jauh? O, betapa malangnya aku, Ayahku tidak menyayangi aku lagi.” Kausalya menjawab: “Begitulah, seandainya Rama berada di dekatnya atau di samping tempat tidurnya, beliau tentu belum meninggal.” Bharata berseru: “Ibu, ke manakah Rama pergi? Mengapa ia pergi? Di manakah dia sekarang? Apakah ia pergi Berburu di dalam hutan? Apakah ia sedang bertamasya di sungai Serayu?” Ibunya berkata: “Tidak, tidak. Ia telah pergi ke hutan untuk empat belas tahun lamanya.” Bharata tidak tahan lagi: “Wahai, tragedi macam apakah ini? Kejahatan apa, dosa apakah yang dilakukannya sehingga ia diasingkan? Mengapa ia harus pergi?” Ibumu menghendaki demikian, maka ia pun pergi,” kata ratu.

Ketika mendengar ini, kesedihan yang dideritanya karena mendengar kematian ayahnya mereda. Kesedihan yang timbul karena ibunya menyuruh Rama pergi ke pengasingan selama empat belas tahun menambah dukanya mengatasi segala hal lainnya. Kesedihan yang lebih besar, menyingkirkan kesedihan yang lebih kecil.