CHINA KATHA 1


BELAS KASIHAN ADALAH TANDA KELUHURAN

 

Suatu hari, Samartha Ramdas pergi ke sekitar pedesaan bersama murid-muridnya. Mereka berjalan di belakangnya melihat ladang tebu yang subur, masuk ke ladang tesebut, mencabut tebu dan mengunyahnya dengan nikmat. Tentu saja pemilik ladang amat marah akan perbuatan mereka dan akan kerugian yang mereka akibatkan. Dihajarnya mereka dengan sebatang tongkat yang kuat. Sang guru amat menyesal karena murid-muridnya melanggar disiplin dengan melakukan perbuatan yang demikian tercela, terdorong oleh nafsu lidah untuk mengecap sari tebu yang manis.

Keesokan harinya mereka tiba di istana Maharaja Siwaji. Di sana, guru dan para muridnya disambut dengan hangat. Siwaji melayani sendiri sang guru ketika yang bersangkutan melakukan upacara mandi. Ketika Ramdas membuka pakaiannya, Siwaji terkejut melihat garis-garis merah dan lebar di tubuhnya, yang menunjukkan bahwa ia telah dipukuli! Hingga sedemikianlah mendalamnya simpati seorang suci yang agung, sehingga hantaman yang seharusnya dimaksudkan untuk murid-muridnya, diterimanya di punggungnya sendiri. Siwaji memanggil pemilik ladang tebu; dan ketika ia berdiri gemetar ketakutan di hadapan Maharaja dan gurunya, Siwaji memohon kepada Ramdas agar memberikan hukuman apa pun yang dikehendakinya. Tetapi Ramdas mengakui kenyataan bahwa muridnya telah melakukan kesalahan. Diberkatinya petani itu dan diberinya anugerah sehingga tanahnya bebas dari pajak untuk selamanya.