BAB V
PENDIDIKAN UNTUK WANITA


Pendidikan diperlukan baik bagi pria maupun wanita, tetapi pendidikan untuk kaum wanita harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan khususnya. Wanita yang terpelajar benar-benar merupakan promotor dharma bagi seluruh dunia. Para orang tua pun harus bekerja sama untuk membekali mereka dengan pendidikan yang sebenarnya. Kaum wanita seharusnya tidak diberi kebebasan dalam hal-hal tertentu. Aku tidak sependapat bila wanita diberi kebebasan semacam itu. Mereka harus dibina menjadi wanita yang ideal; pendidikan mereka harus disesuaikan dengan tujuan tersebut.

Kebebasan yang tidak terkendali akan merusak dharma, di samping itu, wanita akan membahayakan diri mereka sendiri dengan kebebasan semacam itu. Bergaul dalam masyarakat tanpa kearifan untuk membeda-bedakan yang baik dan yang buruk akan menimbulkan akibat yang bersifat merusak. Tentu saja pada masa lalu sudah ada kaum wanita yang terpelajar, tetapi mereka tidak pernah melepaskan dharma mereka; mereka tidak pernah melupakan tujuan ātmic-dharma. Pendidikan (vidya) harus dibangun  di atas landasan wiweka atau diskriminasi. Sulabhā, Savitrī, Anāsūyā, Gārgī, Nālāyanī, dan lain-lainnya yang merupakan teladan kesucian serta kesederhanaan; pemuja Tuhan yang penuh bhakti seperti Mīrā; yogini seperti Cudālā, mereka semua dilahirkan di negeri Tuhan ini (Bhārata-desha) , dan oleh keteguhan mereka dalam mengikuti dharma, mereka memperkuat dharma. Sekali peristiwa, ketika Sulabhā memberi ceramah tentang ātma dengan segala keahlian dan pengalamannya, bahkan Raja Janaka pun takjub! Melalui teladan para wanita yang demikian suci dan agung, dengan watak dan tingkah laku mereka yang diilhami oleh bhakti serta kebijaksanaan spiritual itulah, maka hingga sekarang pun kesederhanaan, kerendahan hati, dan bhakti masih bersinar terang di hati para wanita di negeri Tuhan ini.

Kini, para wanita harus mengambil inspirasi dari teladan mereka; kaum wanita harus berusaha agar dapat menempuh hidup seperti yang dilakukan oleh para tokoh tersebut pada masa silam. Wanita Hindu harus memiliki ideal dharma sebagai pedoman hidupnya dan menginginkan kemajuan dalam disiplin kerohanian. Ia dapat mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia objektif yang saat ini penting atau menonjol; tetapi kesejahteraan jiwa jangan sampai dilupakan. Ia harus beminat mempelajari Vedānta untuk memupuk pandangan batinnya. Wanita tanpa pembinaan seperti ini ibarat bongkahan batu tanpa penyangga yang membahayakan dirinya sendiri dan orang lain, pribadi yang sangat tidak seimbang. Sulabhā dan lain-lainnya yang menekuni studi semacam itu menjadi Brahmavādin (orang yang telah menyadari kenyataan dirinya yang sejati dan mengajarkan hal itu demi kebaikan kaum awam) yang sangat termasyhur. India telah melahirkan beberapa orang suci dan cendekiawan semacam itu di antara kaum wanita. Dulu para pendeta dan cendekiawan biasa menemui tokoh-tokoh wanita seperti itu untuk memperoleh inspirasi dan bimbingan.

Kemajuan Didasarkan Pada Pendidikan Yang Baik Un- tuk Wanita

Apakah yang merupakan landasan bagi kemajuan? Kemajuan bangsa, masyarakat, dan keluarga tergantung pada pendidikan yang layak bagi kaum wanita. Negara ini dapat diangkat hingga meraih kebesaran dan kejayaannya yang semula hanya bila kaum wanitanya menguasai ātma- vidyā, yakni ilmu untuk menyadari kenyataan yang sejati. Jika diinginkan agar negara makmur dan damai selamanya, maka kaum wanitanya harus dibina melalui suatu sistem pendidikan yang menitikberatkan budi pekerti dan kualitas moral. Merosotnya standar kesusilaan dan tidak adanya ketenteraman dalam masyarakat saat ini adalah karena aspek moral dan budi pekerti dalam pendidikan wanita diabaikan. Bumi dan langit masih tetap sama, yang berubah adalah cita- cita pendidikannya, yakni dari dharma ke adharma.

Pendidikan masa kini disebut-sebut sebagai vidyā, tetapi itu hanyalah cara untuk menyebut saja. Pendidikan masa kini tidak layak disebut vidyā jika kausaksikan kepribadian dan tindakan kaum terpelajar saat ini. Kaum terpelajar harus mampu menikmati kebahagiaan batin yang berasal dari ātma, terlepas dari keadaan di dunia luar. Ia harus memahami tujuan eksistensinya, ia harus mengetahui disiplin untuk menyadari kenyataannya yang sejati. Rahmat Tuhan adalah ijazah yang diperjuangkan oleh setiap pelajar pada zaman dahulu. Ijazah itu diberikan kepada mereka yang mahir dalam peningkatan moralitas, pengetahuan mengenai ātma, sublimasi naluri, budi pekerti yang baik, kebiasaan yang  murni,  pengendalian  indra,  pengendalian pikiran, dan pengembangan sifat-sifat yang mulia. Tetapi sekarang segalanya berbeda. Kini ijazah dapat diperoleh hanya dengan menghafal beberapa buku! Dengan menempuh pendidikan di sekolah modern, kita tidak dapat memperoleh pembinaan moral dan spiritual.

Setiap wanita harus diberi pendidikan yang direncanakan dengan matang. Ia harus mampu memahami berbagai masalah yang dihadapi negaranya. Ia harus memberikan jasa dengan pelayanan sedapat-dapatnya, dalam batas-batas kemampuan serta kekuatannya, untuk membantu negara, masyarakat, serta keluarganya. Tidak ada bangsa yang dapat membangun tanpa membina perkembangan fisik, mental, serta spiritual kaum wanitanya. Generasi penerus dibentuk oleh ibu-ibu masa kini. Generasi sekarang ini penuh dengan adharma dan ketidakadilan karena kaum ibu yang membesarkan mereka tidak cukup waspada dan cerdas. Yah, yang telah lalu biarlah berlalu. Setidak-tidaknya untuk menyelamatkan generasi penerus, kaum wanita harus diberi peringatan pada waktunya dan dibimbing agar meneladani kaum wanita zaman dahulu.

Pada masa lalu, masa kini, atau pun masa depan, sepanjang masa, kaum wanita merupakan tulang punggung kemajuan; jantung dan napas bangsanya. Mereka memainkan peran utama dalam dharma kehidupan di bumi ini, yakni peran inti yang sarat dengan kesucian. Misinya adalah meletakkan dasar bagi norma-norma kebenaran dan moralitas. Ia harus membekali anak-anaknya dengan pembinaan moral dan spiritual. Bila sang ibu diilhami oleh dharma, anak-anaknya pun akan memperoleh manfaat dan juga akan dijiwai oleh dharma. Bila sang ibu, terampil

dalam hal moral, anak-anaknya pun akan belajar menjadi orang yang berbudi luhur. Karena itu, tingkat pendidikan kaum wanita akan menentukan jaya atau merosotnya suatu negara. Tindakan dan kelakuannya merupakan faktor yang sangat menentukan.

Tanggungjawab para sesepuh dan orang tua dalam hal ini sangat besar. Ambillah contoh para mahasiswa sekarang ini; sedikit pun mereka tidak tampak sebagai orang yang terpelajar dan berbudaya. Masalah kerohanian dan pembicaraan mengenai ātma mengundang tawa mereka! Kata-kata yang muluk-muluk dan perbudakan pada mode pakaian kini menjadi kebiasaan yang digemari. Ini bukan kebudayaan yang sejati. Kaum wanita yang terpelajar sekarang ini menjadi tanpa daya bila dihadapkan dengan urusan rumah tangga. Bagi mereka, rumah hanyalah sekadar hotel; mereka sangat tergantung pada tukang masak dan pembantu rumah tangga. Wanita terpelajar masa kini tidak lebih dari sekadar boneka yang dipulas, menjadi hiasan rumah modern; ia menjadi penghalang bagi suaminya, merupakan beban yang menggelantung di lehernya. Si suami dicekik oleh tuntutan-tuntutan yang tidak kunjung henti untuk membelanjakan uang buat segala macam benda. Ia tidak ikut berperan dalam tugas pemeliharaan rumah tangga dan dengan demikian karena malas dan makan serta tidur saja tanpa disertai oleh raga, ia pun sering terserang penyakit yang cepat merenggut nyawanya.

Tingkah laku kaum wanita yang jalang dan tidak bersusila telah menyelubungi dunia masa ini dalam suatu suasana yang diliputi oleh kemerosotan dharma. Kaum wanita merugikan dan membahayakan diri mereka sendiri dengan mengejar kesenangan yang cepat berlalu, tanpa mempedulikan perlunya mengembangkan watak yang baik serta sifat-sifat yang luhur. Mereka tergila-gila pada kebebasan semu yang membuatnya menjadi congkak. Memperoleh pekerjaan tetap, mendapatkan gelar, bercampur gaul dengan semua orang tanpa pertimbangan, tidak hormat lagi kepada orang- orang yang lebih tua dan tidak takut lagi pada dosa serta kejahatan, mengabaikan imbauan orang-orang yang baik dan suci, memaksa suami untuk mengikuti kemauan mereka, tidak menyesal atas kesalahan-kesalahannya, inikah tanda- tanda wanita yang telah memperoleh pendidikan? Bukan. Semua itu merupakan perwujudan avidyā yang mengerikan, yakni sikap-sikap orang yang tidak berpendidikan dan mementingkan diri sendiri yang membuat seseorang menjadi buruk dan menjijikkan.

Jika istri merasa bahwa rumah tangga suaminya itu suci, maka rumah tangga itu sendiri akan memberkatinya dengan segala keterampilan dan kepandaian. Tidak ada tempat lain yang mengungguli rumah tangga semacam itu baginya. Ada seorang penyair suci menggubah lagu yang menyatakan bahwa rumah tangga semacam itu adalah tempat ibadat bagi wanita, sekolahnya, gelanggang bermainnya, arena politiknya, medan pengorbanannya, pertapaannya.

Studi dan Masyarakat Pada Hakikatnya Tidak Merugikan

Wanita yang terpelajar dapat memberikan dharma bhakti yang bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya sesuai dengan keterampilan, cita rasa, kehendak hati, keinginan, watak, latar belakang pendidikan, cara mencari nafkah, dan bidang ilmu atau gelarnya. Tetapi, mereka harus berusaha agar jangan sampai menodai nama baik orang tua, keluarga, atau dirinya sendiri. Wanita tanpa watak yang baik adalah sama dengan orang mati; karena itu wanita harus selalu waspada dalam pergaulan dan kegiatan mereka di dunia ramai. Mereka harus menghindari pembicaraan yang tidak senonoh atau pergaulan bebas. Wanita yang cermat hanya akan melakukan tindakan yang akan meningkatkan kemasyhuran dan kehormatan suaminya, bukan tindakan yang bakal mencemarkannya. Karena itu dikatakan bahwa, “Kebajikan (sadguṇa) merupakan ciri khas orang yang terpelajar, hal yang membuat pendidikan patut dihargai.”

Aku tidak mengatakan bahwa wanita tidak usah diberi pendidikan atau tidak boleh melakukan kegiatan dalam masyarakat. Ke mana pun mereka pergi, asalkan telah berbekal sifat-sifat yang baik, dan bila sifat-sifat yang baik itu disertai pula dengan tindakan serta kebiasaan yang baik, dan berpegang teguh pada dharma yang abadi (Sanātana dharma) serta latihan rohani, maka pendidikan mereka benar-benar bermakna dan masyarakat pun ikut mengenyam hasilnya. Studi dan masyarakat itu tidak berbahaya, keduanya bereaksi terhadap sifat orang yang melibatkan diri di dalamnya dan membuahkan hasil yang baik atau buruk. Kucing menggigit anak-anaknya dan menggigit tikus dengan mulut yang sama, tetapi apa yang membedakannya? Anak kucing itu dipegang dengan gigitannya sedangkan tikus dibunuh dengan gigitannya. Gigitan kucing itu netral; jadi tikus atau anak kucinglah yang menentukan tindakannya.

Demikian pula pengetahuan dapat mengembangkan wiweka ‘kearifan untuk menimbang hal yang baik dan buruk, yang sementara dan kekal’, menimbulkan inspirasi untuk melakukan pelayanan tanpa pamrih, mendorong penyelidikan mengenai kenyataan diri yang sejati, menggiatkan pencarian Tuhan Yang Mutlak, dan bahkan merintis jalan untuk mencapai tingkat paramahaṃsa ‘orang arif bijaksana yang telah mencapai kesadaran diri sejati’. Sebaliknya, pengetahuan juga dapat menyuburkan dan memperkuat akar kepalsuan, kemunafikan, kekejaman, dan ketidakadilan; hal itu dapat disalahgunakan buat mengajarkan cara baru untuk menipu dan menghancurkan karir manusia di dunia. Hal itu mungkin saja mengubah cinta menjadi kebencian yang beracun dan mengubah kebenaran menjadi pokok persengketaan.

Ikuti Perintah Dharma

Karena itu, apa pun juga pengetahuan yang mungkin telah dipelajari dan dikuasai oleh wanita, apa pun gelar yang telah berhasil diraihnya, apa pun juga status suaminya atau dirinya sendiri, ia harus berpegang teguh pada kebenaran ini; daya tarik sejati terletak pada keluhuran budi pekerti; moralitas adalah napas kehidupan wanita; kerendahan hati, kesederhanaan, dan kesopanan adalah kekuatan hidupnya; berpegang teguh pada kebenaran adalah tugasnya sehari- hari. Ia harus menanamkan benih-benih rasa takut (takut berbuat dosa dan takut kepada Tuhan) dalam  hatinya  dan memupuk pesona kerendahan hati. Dalam bidang spiritual, moral, dan fisik, ia harus berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan dharma yang ketat dan menerima hal itu sebagai intisari semua pengetahuan. Ia harus bersedia mengorbankan apa saja, bahkan hidupnya sendiri, demi mempertahankan kehormatannya; ia harus menjaga dan memelihara kesucian serta hormat dan kasihnya kepada suaminya. Inilah dharma utama bagi kaum wanita. Inilah sebabnya mengapa ia dilahirkan sebagai wanita.