31. Penyebab Kemakmuran Masa Lalu dan Kemiskinan Masa Kini, Keduanya Disebabkan oleh Perbuatan- Perbuatan Orang yang Disebut ‘Besar’


     Setiap orang harus menempuh hidupnya sedemikian rupa sehingga ia tidak menyakiti makhluk hidup yang mana saja. Inilah kewajibannya yang tertinggi. Juga setiap jiwa yang mendapat kesempatan lahir sebagai manusia, mempunyai kewajiban utama untuk menggunakan sebagian dari tenaganya kadang-kadang untuk berdoa, mengulang-ulang nama Tuhan, bermeditasi, dan sebagainya. Selanjutnya, setiap orang harus menyamakan hidupnya dengan kebenaran, kebajikan, kedamaian, dan pengabdian tanpa pamrih.

     Sebagaimana engkau takut menyentuh api atau mengganggu seekor ular kobra, demikian pula engkau harus takut membahayakan, melukai, atau merugikan orang atau makhluk lain; engkau harus takut berbuat dosa. Sebagaimana sekarang dengan gigih dan tekun engkau berusaha untuk mengumpulkan uang serta kekayaan, demikian pula engkau harus gigih dan tekun membaktikan dirimu untuk melakukan perbuatan yang baik, menggembirakan orang lain, dan memuja Tuhan. Ini adalah dharma kalian sebagai manusia.

     Tuhan menjelma dalam wujud manusia untuk mengembangkan dan menguatkan kebajikan ini. Mungkin timbul pertanyaan, bagaimana sesuatu yang tidak ada dapat dikembangkan dan dikuatkan? Sesungguhnya sifat-sifat ini bukannya tidak ada, mereka ada dalam diri manusia! Bila sifat-sifat yang berada dalam manusia merosot dan memudar, Tuhan mengambil wujud sebagai manusia. Beliau datang untuk mengembangkan kebajikan dan menimbulkan kelemahan serta kemunduran pada kekuatan-kekuatan yang menentang kebaikan. Pada Zaman Dvāpara ribuan tahun yang lalu, ketika Śrī Kṛṣṇa memberi petuah kepada Arjuna, Beliau hendak menjelaskan tujuan ini dengan mengatakan sebagai berikut :

paritrāṇāya sādhūnām

vināśāya ca duṣktām

dharma-samsthāpanārthāya

sambhavāmi yuge yuge

Untuk melindungi yang bajik,

untuk memusnahkan yang jahat,

dan untuk menegakkan dharma,

Aku menjelma dari masa ke masa.

Bhagavad Gītā, 4 : 8

     (Dalam bahasa Sanskerta, kata untuk ‘yang bajik’ adalah sādhu ‘yang suci’). Dengan kata lain, semua penjelmaan Tuhan datang untuk memelihara dan melindungi yang bajik dan suci. Kata sādhu ini tidak menunjukkan suatu agama, kasta, keluarga, tingkat kehidupan, masyarakat tertentu, atau bahkan rumpun manusia saja! Kata ini mencakup semua agama, seluruh tahap kehidupan, segala bangsa, dan semua makhluk. Dalam Bhagavad Gītā Tuhan menampakkan kesadaran-Nya yang universal. Karena amanat yang universal inilah maka Bhagavad Gītā menjadi penting sekali dan sangat termasyhur. Pada berbagai kesempatan Śrī Kṛṣṇa sendiri telah mengatakan bahwa Beliau adalah pelayan yang penuh pengabdian bagi mereka yang berbhakti kepada Beliau. Contoh yang sempurna adalah ketika Beliau berkenan menjadi sais kereta Arjuna.

     Budi pekerti orang biasa pun menjadi lebih baik serta luhur karena ajaran ini. Engkau dapat memikirkan sendiri betapa lebih murni dan suci karakter mereka yang melakukan latihan rohani dan merenungkan Tuhan dengan tiada putusnya! Apakah seseorang menempuh hidup keduniawian atau kerohanian, kualitas karakter merekalah yang menentukan.

     Orang suci zaman dahulu yang tenggelam dalam perenungan kepada Tuhan, sangat berbeda dari orang suci zaman sekarang. Mula-mula perlulah kita memahami keluhuran kontemplasi ini. Kemiskinan telah tersebar ke seluruh dunia karena orang suci zaman sekarang tidak melakukan kontemplasi ini. Pada zaman dahulu keagungan kontemplasi ini dipahami dan orang-orang suci tenggelam dalam penghayatan kekudusan Tuhan. Mungkin engkau bertanya, mengapa perasaan yang sakral seperti ini sekarang tidak timbul lagi. Perasaan ini tetap ada. Hanya satu hal yang menentukan apakah api akan berkobar atau meredup, dan itu adalah bahan bakar. Tidak ada penyebab lain. Makin banyak bahan bakarnya, makin terang nyalanya! Setiap manusia di dunia ini berhak memelihara apinya dengan bahan bakar. Api mempunyai kekuatan untuk memberi terang, itu sudah merupakan sifatnya. Hal ini juga berlaku pada api akal budi sādhaka. Bahan bakar penyangkalan diri, ketenangan, kejujuran, belas kasihan, kesabaran, penahanan diri, dan pengabdian tanpa pamrih, harus selalu dimasukkan ke dalam api yang memancarkan cahaya kebijaksanaan. Semakin banyak bahan bakar semacam ini dimasukkan, semakin cemerlang dan kuatlah sādhaka itu. Hanya pohon yang tumbuh di tanah yang subur dapat menghasilkan buah yang baik. Pohon yang tumbuh di tanah yang bergaram tidak baik hasilnya. Demikian pula perasaan-perasaan yang suci, kekuatan, dan bakat, hanya dapat bersinar terang dari dalam hati yang murni. Perbedaan antara orang suci zaman dahulu dan zaman sekarang sangat sederhana. Orang suci zaman sekarang mempraktikkan meditasi dan pranava yang sama seperti orang suci zaman dahulu. Namun mereka tidak memiliki pengendalian diri, suatu hal yang sangat penting dalam usaha rohani. Jumlah jiwa-jiwa besar yang tinggal di tempat sunyi dan dengan tabah melewatkan hidupnya dalam meditasi kepada Tuhan telah sangat berkurang. Akibatnya, sekarang terdapat banyak penderitaan di dunia. Kontemplasi kepada Tuhan yang dilakukan oleh guru spiritual zaman sekarang kurang nilainya karena mereka sendiri telah menimbulkan berbagai halangan yang merintangi kemajuan latihan spiritual mereka! Diperbudak oleh keinginan untuk memperoleh sanjungan dan kemasyhuran yang tidak berarti, mereka terlibat dalam māyā dan resah karena berhasrat agar jaya dan dapat mengembangkan yayasan yang mereka dirikan.

     Mereka yang ingin memantapkan diri dalam perenungan kepada  Tuhan,  harus  mencari kesunyian. Mereka harus melakukan meditasi serta japa pada waktu-waktu yang tertentu dan mencapai pemusatan pikiran dengan latihan rohani ini. Mereka harus selalu ingin melakukan apa saja yang membawa kesejahteraan bagi semua makhluk; mereka harus selalu bekerja tanpa pamrih. Hanya bila orang-orang semacam itu datang ke dunia, semua penderitaan akan berakhir. Inilah tanda Zaman Keemasan (Krita Yuga).

     Ada beberapa dokter penuh pengabdian yang telah mendirikan yayasan medis di berbagai tempat di dunia untuk menolong orang-orang yang menderita dan menyembuhkan penyakit. Demikian pula, di berbagai tempat kita juga harus mempunyai ashram yang diselenggarakan oleh orang- orang suci yang ahli dalam perawatan dan penyembuhan penyakit ‘kelahiran serta kematian’. Kemudian orang- orang dapat disembuhkan dari penderitaan kekaburan batin, ketidakbenaran, ketunasusilaan, dan kesombongan. Kekaburan batin menimbulkan kejahatan dan hal ini hanya dapat disembuhkan dengan obat kesadaran Tuhan dan dosis tambahan ketenangan, keuletan, pengendalian diri, dan sebagainya. Tetapi, sekarang ini mereka yang dianggap sebagai ‘guru spiritual yang hebat’ memberi pengikut mereka obat yang disukai dan diminta oleh si pasien! Dengan demikian, mereka menjadi alat pengikut mereka, dan demi kemashyuran mereka bertingkah laku sebagai dokter yang didikte oleh pasiennya! Orang-orng semacam ini jatuh ke neraka sebelum mengecap kebahagiaan jiwa. Kelemahan dan kebodohan mereka membuat mereka menjadi mangsa hasrat untuk terkenal! Keadaan ini merupakan penyebab utama kemelaratan di dunia masa ini. Orang suci dan ‘guru agung’ zaman sekarang tidak memahami kebenaran ini, karena itu, tindakan mereka tidak dilandaskan pada pengertian tersebut.

     Peminat kehidupan rohani harus mencapai dan menghayati hakikat kesucian. Ia harus mengorbankan kebutuhan-kebutuhan yang mementingkan diri sendiri. Ia harus berusaha terus menerus untuk berbuat baik bagi orang lain. Ia harus mempunyai keinginan untuk membina kesejahteraan dunia. Dengan semua perasaan yang luhur ini di dalam hatinya, ia harus bermeditasi kepada Tuhan. Inilah jalan yang benar. Bila ‘orang-orang hebat’ dan mereka yang berkuasa membaktikan dirinya untuk membantu umat manusia, bila mereka prihatin untuk memajukan kesejahteraan dunia, para pencuri dalam bentuk hawa nafsu, kebencian, kebanggaan, iri hati, kedengkian, dan keangkuhan, tidak akan menyerbu pikiran serta perasaan manusia. Sifat- sifat Ilahi yang merupakan milik umat manusia: kebajikan, belas kasihan, kebenaran, kasih, kearifan, dan kebijaksanaan, akan selamat dari bahaya. Polisi dan pemerintah hanya dapat menanggulangi musuh lahiriah. Mereka tidak mempunyai kekuatan untuk menghancurkan musuh batiniah. Sesungguhnya tugas ini tidak mungkin bagi mereka. Mereka bukanlah pihak yang berwenang untuk tugas tersebut. Enam musuh yang bergerak dalam diri manusia: hawa nafsu, kemarahan, ketamakan, kelekatan, kesombongan dan kedengkian, hanya dapat dibasmi dengan ajaran orang-orang yang baik, dengan kasih serta pengetahuan tentang Tuhan, dan pergaulan dengan orang-orang yang suci serta agung. Bila polisi dan pihak yang berwenang untuk menangkap pencuri menjadi bergantung kepada orang-orang kriminal tersebut, masyarakat akan menderita di tangan para penjahat. Bila ‘orang-orang suci’ dan ‘para guru yang bijak’ melepaskan pengabdian mereka bagi kesejahteran dunia dan menjadi korban kenikmatan indra serta ambisi untuk memperoleh kemasyhuran, dunia akan terselubung dalam kekaburan batin yang lebih pekat dan dharma akan hancur. Sekarang kedua hal tersebut benar-benar sedang berlangsung. Karena itulah setiap hari penderitaan manusia bertambah. Bila pemerintah dan tokoh-tokoh spiritual mengikuti prinsip- prinsip yang luhur, bila dengan keinginan yang tulus untuk memajukan kesejahteraan semuanya mereka merenungkan kemahakuasaan Tuhan, pada hari itulah seluruh dunia akan diberkati dengan damai serta sukacita. Kedua belah pihak yang berwenang ini mengatur dua keadaan manusia: pemimpin spiritual mengatur keadaan batinnya dan pemerintah mengatur urusan lahiriahnya. Bila kedua pemegang kekuasaan berkelakuan baik dan memimpin secara adil dan benar, kedua keadaan manusia akan berfungsi dengan baik dan hal ini mendatangkan kebahagiaan. Karena itu, kesalahan yang menyebabkan kesengsaraan masa kini harus ditanggung oleh kedua pihak tersebut.

     Dalam keadaan seperti inilah Tuhan memutuskan untuk menganugerahkan kebahagiaan lahir batin dan mengalahkan kegelapan serta ketidakadilan. Untuk menjelaskan hal ini, Kṛṣṇa berkata dalam Bhagavad Gītā sebagai berikut.

yadā yadā hi dharmasya

glānir bhavati bhārata

abhyutthānam adharmasya

tadātmānam sjāmy aham

Kapan pun dan di mana pun pelaksanaan dharma merosot

dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela,

pada waktu itulah Aku Sendiri menjelma, wahai putra keluarga Bhārata

Bhagavad Gītā, 4 : 7.

     Sesungguhnya doa orang-orang suci yang agung merupakan undangan bagi Tuhan untuk datang ke dunia. Bila ada masalah di dunia lahiriah, orang-orang pergi ke pihak yang berwenang dan memberitahu atau menyampaikan permohonan mereka. Prosedur yang sama juga berlaku untuk kesukaran atau kekacauan di dunia batin.Bila orang-orang yang baik dan mulia mendapati bahwa bhakti, kedermawanan, damai, dan kebenaran tidak dapat dicapai, mereka berdoa kepada Tuhan dalam diri mereka sendiri. Tuhan mendengarkan doa mereka dan Beliau sendiri datang ke dunia untuk mencurahkan karunia-Nya kepada mereka. Ini adalah fakta yang telah diketahui dengan baik oleh semua orang. Tidakkah Rāma dan Kṛṣṇa menjelma di dunia karena Tuhan menanggapi doa kaum arif bijaksana? Tidak terhitung banyaknya pembaca yang telah mempelajari hal ini dari Rāmāyana dan Bhāgavata. Bahkan Rāmakrishna yang lahir secara Ilahi, mohon kepada Dewi Kali (karena ia sendiri tidak dapat mendatangkannya) agar mengirim seseorang yang dapat berkhotbah kepada dunia, mengajarkan dharma yang akan menumbangkan ketidakadilan serta egoisme. Setiap orang yang membaca riwayat hidupnya mengetahui hal ini. Karena itu, berdoalah terus menerus kepada Tuhan agar engkau dapat mencapai tujuan. Namun, jangan putus asa dan berhenti berdoa bila hal itu tidak membawa kedatangan Tuhan. Bagaimanapun juga di dunia lahiriah sering engkau harus menulis surat berulang-ulang dan berkeliling dari satu kantor ke kantor lainnya agar urusanmu selesai. Dan mungkin pada akhirnya hal itu sama sekali tidak membawa hasil!

     Jadi, bagaimana engkau dapat mengetahui akibat kerinduan jiwamu? Karena hal ini tidak dapat diketahui, engkau harus berdoa terus hingga dunia menetap dalam kebahagiaan. Kebahagiaan dunia merupakan tanda kedatangan Tuhan. Bila engkau memahami hal ini, engkau dapat segera mengenali Avatāra dengan mudah. Pada waktu kedatangan-Nya agama kebenaran, belas kasihan, kebijaksanaan, dan kasih akan tumbuh dan berkembang. Sebelum sifat-sifat ini berakar teguh, manusia harus berdoa terus. Itulah tanggung jawab umat manusia. Jalan raya yang dibangun oleh orang-orang suci kadang-kadang harus diperbaiki, baik oleh mereka yang berhak melintasinya atau oleh mereka yang berhak atasnya. Inilah yang disebut​ ‘ajaran’ atau bodha.

     Untuk perbaikan ini, ada kalanya Tuhan mengirim tokoh-tokoh yang diberi wewenang, orang arif bijaksana, dan pribadi Ilahi. Dengan ajaran baik mereka, jalan yang dibuka oleh para tokoh Ilahi zaman dahulu dibersihkan dan diratakan lagi. Demikianlah bila kehendak Tuhan, kebutuhan kaum arif bijaksana, dan ajaran tokoh-tokoh agung menimbulkan pengaruh gabungan, kebahagiaan dunia akan terjamin dan tidak akan berkurang. Bila seluruh umat manusia secara serempak berdoa agar kerusuhan, ketidakadilan, kekacauan, dan kebohongan diubah menjadi ketentraman, kebenaran, kasih, dan tolong menolong, pastilah kehidupan manusia akan menjadi lebih baik.

     Sekarang tidak ada jalan keluar yang lain. Merasa cemas pun tidak ada gunanya. Ini bukan merupakan saat untuk berputus asa. Berkilah menyatakan diri sebagai lemah dan tidak berdaya juga bertentangan dengan sifat dasar manusia. Karena itu, manusia harus menghentikan usahanya untuk mencari cara-cara lain dan mencoba doa, pengabdian tanpa pamrih, saling mengasihi, dan saling menghormati. Mereka tidak boleh berlambat-lambat lagi; (dengan cara ini) mereka akan segera memperoleh kepuasan batin dan kegembiraan.

     Ada pepatah yang mengatakan, “Pelayanan bagi manusia adalah pelayanan bagi Tuhan.” (mānava sevā adalah mādhava sevā). Pernyataan ini benar. Mengabdi umat manusia adalah usaha yang suci, tetapi bila hal itu tidak dilebur dalam suatu ideal yang lebih luhur, manusia tidak akan memperoleh manfaat betapapun besarnya pelayanan tersebut. Sekadar mengulang-ulang pepatah tersebut tidak akan ada gunanya. Bila engkau menolong orang lain tanpa memiliki keyakinan akan keilahian manusia, tidak seorang pun akan memperoleh faedah. Juga tidak ada yang akan mendapat kebaikan bila engkau melakukan pelayanan agar menjadi terkenal, atau dengan pamrih. Apa pun juga kegiatan yang kaulakukan, bila teman yang selalu menyertaimu adalah perenungan kepada Tuhan, dan bila engkau yakin akan hakikat keilahian manusia, maka engkau dapat mengatakan bahwa pelayanan kepada manusia adalah pelayanan bagi Tuhan. Bila engkau tidak pernah berpikir tentang Tuhan, bagaimana mungkin hal yang kaulakukan menjadi pengabdian bagi Tuhan? Semua pembicaraan semacam itu hanyalah ingin pamer saja. Aku tidak menyetujuinya. Sebaliknya; apa pun juga yang kaulakukan, bila dalam pelaksanaan tugas dan kewajibanmu engkau selalu ingat kepada Tuhan, bila engkau mengikuti jalan kebenaran, bila engkau menjunjung tinggi norma kebajikan, maka engkau benar-benar mengabdi Tuhan. Tetapi, bila engkau terdorong oleh keinginan untuk mendapat nama serta kemasyhuran dan berhasrat memperoleh ganjaran, maka engkau tidak dapat menyebut pekerjaan yang kaulakukan sebagai pengabdian bagi Tuhan.

     Sesungguhnya mereka yang tenggelam dalam perenungan yang tiada putusnya pada Tuhan, tidak perlu melakukan pekerjaan lain. Pengaruh doa mereka saja dapat menyucikan dunia. Tetapi tidak semua orang dapat melakukannya, karena itu, semua harus berusaha menyiapkan diri untuk mencapai tingkat itu dengan memurnikan pikiran serta perasaan dan mengurangi keinginan serta hawa nafsu. Orang suci yang telah mencapai perenungan yang tiada putusnya kepada Tuhan, dapat menginsafi dan menghayati bahwa pelayanan bagi manusia adalah sama dengan pelayanan bagi Tuhan. Orang lain tidak dapat mengetahui kebenaran ini.

     Tetapi ini tidak berarti bahwa engkau boleh duduk menganggur. Kemampuanmu untuk memahami prinsip ini tergantung kepada nasibmu, kegiatan-kegiatanmu pada kehidupan yang lalu, dan latihan spiritual yang kaulakukan. Sebelum pengertian dan penghayatan ini timbul, bermeditasilah kepada Tuhan dan lakukanlah japa dengan nama-Nya sehingga pikiranmu bebas dari gelombang- gelombang perasaan dan penuh dengan wujud Ilahi. Juga lakukanlah kegiatan bagi kebaikan orang atau makhluk lain. Abdikan dirimu untuk melayani dunia tanpa mengindahkan hasilnya. Dengan demikian engkau akan menjadi orang yang terberkati. Di lain pihak, bila engkau hanya duduk tanpa berbuat apa-apa, pikiranmu akan sibuk sekali melakukan aneka kegiatannya sendiri. Engkau akan menjadi sasaran karma walau tidak melakukan apa pun juga! Bila seseorang memusatkan pikirannya untuk merenungkan Tuhan dan mencari kebenaran, badan dan indranya mungkin sibuk dalam kegiatan pelayanan bagi dunia, tetapi ia tidak akan terpengaruh oleh kegiatan tersebut. Walaupun orang semacam itu menjalankan karma, ia tetap tidak melakukan karma. Pelajaran ini tersimpan dalam Bhagavad Gītā. Hati manusia yang tidak berusaha mengolah pikiran serta perasaannya dengan gagasan-gagasan yang suci dan luhur pasti akan menjadi surga bagi kebusukan dan kejahatan. Hal ini harus dicamkan oleh mereka yang merindukan kebebasan, yang mencari pemusatan pikiran, dan berharap mendaki ketinggian spiritual. Untuk memperoleh kesadaran ātmā, kasta bukan merupakan syarat yang diperlukan, bukan pula kerahiban, upacara, atau kesarjanaan dalam kitab-kitab suci. Engkau harus selalu tenggelam dalam perenungan kepada Tuhan, itu sajalah syaratnya. Hal ini ditekankan dalam ayat- ayat Upaniṣad sebagai berikut.

Nashramam karanam mukteh  darshanani na karanam

Tathaiva sarvakarmani jñānamevahi karanam.

Manusia tidak meraih kebebasan,

dengan mencapai tahap kehidupan,

bukan pula dengan mempelajari filsafat.

Hanya pengetahuan Ilahilah yang membawa kebebasan.

     Tidak ada batasan ruang atau waktu untuk merenungkan Tuhan Yang Maha Ada. Tidak ada tempat suci tertentu atau waktu khusus untuk melakukan hal ini. Di mana pun juga engkau merasa senang merenungkan Tuhan, itulah tempat yang suci ! Kapan saja engkau memikirkan Tuhan, itulah saat yang bertuah! Di situ dan pada waktu itulah engkau harus bermeditasi pada Tuhan.

Inilah sebabnya mengapa ada tertulis sebagai berikut :

Na kaala niyame yatra, na deshasya sthalasya ca,

Yatrasya ramate cittam, tatra dhyane na kevalam

Untuk bermeditasi kepada Tuhan,

Tidak ada waktu atau tempat yang istimewa,

Bilamana dan di mana saja kauinginkan,

Waktu itulah saatnya dan di situlah tempatnya.

     Dunia dapat mencapai kemakmuran dengan bantuan jiwa-jiwa yang disiplin, yang hatinya murni, karena merekalah garam dunia. Mulai saat ini kalian masing- masing harus berdoa agar jiwa-jiwa semacam itu datang ke dunia. Berusahalah agar layak memperoleh berkat mereka yang agung. Lupakan penderitaanmu dalam usaha untuk memajukan kesejahteraan dunia.