38. Konsentrasi Memerlukan Kesiagaan yang tiada Putusnya


     Patanjali menjelaskan bahwa kesadaran mental yang terpusat di satu tempat disebut dharana. Kukatakan bahwa dharana mempunyai arti yang lebih daripada sekadar pemusatan atau kemantapan kesadaran mental. Bila kesadaran mental melepaskan kelekatannya pada objek-objek dunia lahiriah, bila ia menyesali kebodohan masa lalu, bila ia penuh rasa tobat, ketidakterikatan, dan pengertian, bila secara langsung ia membantu perkembangan sifat-sifat luhur dalam pikiran dan perasaan, maka ia sungguh-sungguh layak untuk manunggal dengan yang dicita-citakan. Kemudian ia hanya akan merenungkan ideal (Tuhan). Pemusatan perhatian semacam itulah yang disebut dharana.

     Ke mana pun pikiranmu melayang, beritahukan agar ia hanya mencari Tuhan di situ. Apa pun gagasan dan gambaran yang dibentuknya, ajarlah agar ia hanya mencari Tuhan dalam rekaan pikirannya.

     Perlakukan pikiranmu seperti anak kecil. Asuhlah anak itu, Iatihlah agar makin lama ia menjadi makin bijaksana. Bujuklah agar ia mengikuti jalan yang baik. Sadarkan ia bahwa segala hal yang dilihatnya ini hanya hasil khayalannya sendiri. Hilangkan segala rasa takut serta kelemahannya dan pusatkan seluruh perhatiannya pada tujuan. Jangan pernah memaksa pikiranmu, ia mudah dibujuk dan menurut bila dihadapi dengan lembut dan dilatih secara sabar. Perbaikilah kebiasaannya yang suka bertingkah dengan sikap penyangkalan diri. Lenyapkan kekaburan batinnya dengan mengajarkan pengetahuan diri sejati. Dalam pikiran manusia sudah ada minat untuk menyadari Tuhan. Kuatkan minat itu. Biarlah ia meninggalkan rasa tertariknya pada hal-hal yang fana dan palsu, fatamorgana yang ditimbulkan oleh fantasinya sendiri. Palingkan pikiranmu ke dalam batin, jauh dari dunia luar. Dengan cara ini konsentrasimu akan mantap.

     Pikiran harus terus menerus kauawasi dan kaulatih, baik pada waktu jaga, pada waktu mimpi, maupun pada waktu ia sedang melayang dan menciptakan aneka gambar dalam citra. Seperti air yang keluar dari pintu air, pikiranmu harus dialirkan secara terpusat dan mantap kepada Tuhan, hanya kepada Tuhan. Itulah dharana atau 'konsentrasi' yang sesungguhnya.